Rabu, 27 Februari 2013

Komunikasi Terapeutik Klien dengan Gangguan Sensoris



BAB I
PENDAHULUAN


A.     Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari – hari kita tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi, kenyataannya memang komunikasi secara mutlak merupakan bagian integral dari kehidupan kita, tidak terkecuali kita yang berstatus sebagai perawat yang tugas sehari – harinya berhubungan dengan klien, dengan keluarga klien, sesama teman, dengan atasan, dokter dan sebagainya.

Komunikasi adalah saran yang efektif dalam memudahkan perawat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik.

Komunikasi terapeutik dilakukan pada seluruh klien yang memerlukan bantuan di bidang kesehatan, diantaranya adalah komunikasi terapeutik yang dilakukan pada  pasien dengan gangguan sensoris.

Gangguan sensoris pada klien atau individu di dalam masyarakat umumnya antara lain disebabkan oleh gangguan anatomic organ, gangguan fisiologik organ, kematangan/ maturasi, degenerasi, kognitif persepsi.

Gangguan sensoris pada manusia terdiri dari gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, dan gangguan bicara.

Dalam berkomunikasi pada klien dengan gangguan sensoris sering kali perawat berhadapan dengan kesulitan-kesulitan, hal ini berkaitan dengan masalah sensoris yang berbeda - beda pada setiap klien yang memiliki gangguan sensoris oleh karena itu diperlukan keahlian dan keterampilan khusus bagi perawat dalam berkomunikasi dengan klien dengan gangguan sensoris.
Oleh karena kesulitan – kesulitan tersebut diatas, maka kelompok tertarik untuk membahas masalah komunikasi terapeutik pada klien gangguan sensoris.


B.     Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut :

1.      Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa/I dapat mengetahui tentang Komunikasi Terapeutik Pada Klien Dengan Gangguan Sensoris.

2.      Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa/I dapat memahami :
-          Pengertian komunikasi terapeutik
-          Kegunaan
-          Tujuan
-          Fase-fase dalam komunikasi
-          Factor-faktor penghambat komunikasi
-          Tehnik-tehnik komunikasi
-          Sikap komunikasi terapeutik
-          Tehnik-tehnik komunikasi pada klien dengan gangguan sensoris


C.     Metode penulisan
Dalam penulisan kelompok menggunakan pendekatan study pustaka, dimana kelompok mengambil bahan – bahan tentang Komunikasi Terapeutik Pada Klien Dengan Gangguan Sensoris dari internet dan buku pustaka.




BAB II
TINJAUAN TEORITIS


1.      Pengertian komunikasi terapeutik
Komunikasi adalah pengiriman atau tukar menukar informasi, ide dan sebagainya ( Oxford Dictionary, 1956 ).

Komunikasi terapeutik adalah hubungan perawat-klien yang harmonis sehingga perawat dapat merubah prilaku klien untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (stuart & sunden).

Komunikasi terapeutik adalah proses dimana perawat yang menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien. Proses memfokuskan pada klien namun direncenakan dan di pimpin oleh seorang professional ( Keltner, Schwecke, dan Bostrom 1991 ).

2.      Kegunaan
Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan.

Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien untuk dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan. Sedangkan pada tahap preventif kegunaannya adalah mencegah adanya tindakan yang negative terhadap pertahanan diri pasien.



3.      Tujuan
Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
a.       Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
b.      Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
c.       Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

4.      Fase – fase dalam komunikasi terapeutik
Fase komunikasi terapeutik dalam hubungan perawat pasien terdiri dari 3 fase yaitu :
a.       Fase preinteraksi
-          Gali perasaan, fantasi dan rasa takut dalam diri sendiri
-          Analisis kekuatan dan keterbatasan professional diri sendiri
-          Kumpulkan data tentang pasien jika memungkinkan
-          Rencanakan untuk pertemuan pertama dengan pasien

b.      Fase perkenalan / orientasi
-          Tetapkan alasan pasien untuk mencari bantuan
-          Bina rasa percaya
-          Gali pikiran, perasaan, dan tindakan – tindakan pasien
-          Identifikasi masalah pasien
-          Tetapkan tujuan dengan pasien
-          Rumuskan bersama kontrak yang bersifat saling menguntungkan

c.       Fase kerja
-          Gali stressor yang relevan
-          Tingkatkan pengembangan penghayatan dan penggunaan mekanisme koping pasien yang konstruktif

d.      Fase terminasi
-          Bina realitas tentgang perpisahan
-          Tinjau kemajuan terapi dan pencapaian tujuan - tujuan
-          Gali secara timbale balik perasaan penolakan

5.      Factor – factor penghambat komunikasi
a.   Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi. Kurang cakap berbicara ( terutama di depan umum ), berbicara tersendat – sendat, menyebabkan pendengar menjadi jengkel dan tidak sabar.
b.   Sikap yang kurang tepat. Seorang guru yang sedang mengajar di depan kelas, sambil duduk diatas meja akan memberi kesan kurang baik bagi siswanya.
c.   Kurang pengetahuan. Seorang yang kurang pengetahuannya jarang membaca atau mendengarkan radio atau televisi. Akan mengalami kesulitan dalam mengikuti pembicaraan orang lain.
d.  Kurang memahami system social.
e.   Prasangka yang tidak beralasan.
f.    Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancer bila jarak antara komunikator dengan reseptor berjauhan.
g.   Tidak ada persamaan persepsi.
h.   Indera yang rusak.
i.     Berbicara yang berlebihan. Berbicara berlebihan sering kali akan mengakibatkan penyimpangan dari pokok pembicaraan.
j.     Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya.

6.      Tehnik – tehnik komunikasi terapeutik
Menurut Wilson, Kneils, Stuart & sundeen tehnik-tehnik komunikasi dibagi :
  1. Mendengarkan
Perawat berusaha mengerti klien dengan cara mendengarkan apa yang disampaikan klien berupaya untuk memahami perasaan klien sikap yang dibutuhkan adalah pandang klien saat sedang bicara, tidak menyilangkan kaki dan tangan, hindari gerakan yang tidak perlu, condongkan tubuh kearah lawan bicara, anggukan kepala jika klien membicarakan hal yang penting atau memerlukan umpan balik.

  1. Menunujukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan ketidak setujuan atau keraguan. Perawat harus waspada terhadap ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menyatakan tidak setuju, seperti mengerutkan kening, menggeleng, yang menyatakan tidak setuju. Sikap yang dibutuhkan adlah mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan, umpan balik memastikan isyarat non verbal, cocok dengan komunikasi verbal, menghindari perdebatan.

  1. Broad opening
Perawat memberi beberapa pertanyaan yang memungkinkan klien mengungkapkan perasaannya.

  1. Mengulang ( Restarting )
Melalui pengulangan kembali kata – kata klien, perawat memberi umpan balik bahwa ia mengerti dan berharap komunikasi dilanjutkan.

  1. Klarifikasi
Menjelaskan kembali ungkapan pikiran yang dikemukakan klien yang kurang jelas bagi perawat agar tidak terjadi salah pengertian.

  1. Mengarahkan pembicaraan
Perawat membantu klien untuk memfokuskan pembicaraan agar lebih spesifik atau terarah. Tujuannya membatasi pembicaraannya. Hal yang perlu diperhatikan jangan memutuskan pembicaraan. Tehnik ini biasanya digunakann untuk mendapat data / informasi tentang suatu masalah.


  1. Membagi persepsi
Perawat mengungkapkan persepsinya tentang pasien dan meminta umpan balik dari pasien.

  1. Refleksi
Perawat mengulang kembali apa yang dibicarakan klien untuk menunjukkan kalau perawat mendengar dan mengerti apa yang dibicarakan klien. Refleksi ini memberi kesempatan kepada klien untuk memahami sikap dan perasaannya sendiri. Keraguan – keraguan diungkapkan  oleh orang lain dengnan caranya sendiri. Tehnik ini digunakan untuk mengungkapkan agar masalahnya menjadi lebih jelas.

  1. Identifikasi tema
Perawat mengidentifikasin informasi yang disampaikan klien selama percakapan di ekspresikan ke dalam masalah klien dan bagaimana pemecahannya.

  1. Diam ( Silence )
Diam akan memberi kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir pikirannya. Penggunaan metoda ini memerlukan keterampilan dan ketepatan waktu jika  tidak akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam menggungkapkan klien berkomunikasi dengan dirinya sendiri.

  1. Memberi informasi
Perawat berupaya memberi fakta untuk meningkatkan pengetahuan klien.

  1. Saran
Merupakan tehnik komunikasi yang baik bila digunakan pada waktu yang tepat dan konstruktif.



  1. Memberikan penghargaan
Penghargaan janganlah sampai menjadi beban dalam arti jangan sampai klien berupaya keras dan melakukan segala – galanya demi untuk mendapatkan persetujuan atau pujian atas perbuatannya. Memberikan salam kepada klien dengan menyebutkan namanya menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.

  1. Memberi kesempatan untuk memulai pembicaraan
Memberi kesempatan kepada klien untuk  berinisiatif dalam memilih topic pembicaraan untuk klien yang ragu – ragu dan tidak pasti tentang perasaannya. Dalam interaksi ini perawat dapat menstimuluskan untuk mengambil inisiatif dan merasakan  bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.

  1. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Tehnik ini mem berikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan. Tehnik ini juga mengindikasikan bahwa perawat mengikuti apa yang sedang dibicarakan dan tertarik apa yang akan dibicarakan selanjutnya.

  1. Meringkas
Meringkas dan pengulangan ide utama yang telah di komunikasikan secara singkat metode ini bermanfaat untuk mengingat topic – topic yang telah dibahas sebelum meneruskan pembicaraan selanjutnya.

7.      Sikap komunikasi terapeutik
Sikap komunikasi terapeutik adalah :
-          Berhadapan
Arti dari posisi ini adalah “ saya siap untuk anda “.

-          Mempertahankan kontak mata
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
-          Membungkuk kearah klien
Posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu.

-          Mempertahankan sikap terbuka
Tidak melipat kaki atau tangan, menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.

-          Tetap rileks
Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberi respon pada klien.


Komunikasi non verbal :
-          Isyarat vocal
-          Isyarat tindakan
-          Isyarat objek
-          Sentuhan

Dimbley dan Burton ( 1992 ) mengatakan bahwa bahasa tubuh mempunyai beberapa unsur :
1.      Gerak tubuh
Ketika berbicara orang membuat gerakan dengan tangan mereka, beberapa orang lebih banyak membuat gerakan tangan ini dibandingkan beberapa orang lainnya.

2.      Ekspresi wajah
Dari ekspresi wajah dapat dilihat seseorang mendengar merasa senang, bingung, atau terganggu akan dapat dikenali dengan mengamati mata dan mulutnya.



3.      Pandangan
Pandangan terkoordinasi sangat erat dengan bicara, pembicaraan biasanya mendengar sebelum ia memutus tata bahasa dan terutama sebelum berakhir perkataan.

4.      Postur
Cara tubuh ditopang memberi petunjuk umum tentang kepercayaan diri, perhatian, kebosanan, konfrontasi dan reaksi – reaksi spesifik lainnya.

5.      Jarak tubuh dan kedekatan
Orang membutuhkan ruang tertentu disekeliling mereka, agar mereka merasa nyaman dan kebutuhan ini berbeda – beda tergantung pada usia, jenis kelamin dan budaya.

6.      Sentuhan
Menunjukkan banyak hal tentang sifat hubungan dan derajat persahabatan diantara dua orang. Sentuhan adalah sebuah pembawa pesan yang ampuh seperti yang dikenai oleh para kekasih, teman, saudara dan korban pelecehan atau kekerasan seksual.

7.      Pakaian
Cara dan jenis pakaian, rambut perhiasan dan merias wajah berbicara banyak tentang kepribadian, peran, pekerjaan, status dan suasana hati seseorang.

8.      Tehnik – tehnik komunikasi pada klien dengan gangguan sensoris
  1. Klien dengan gangguan penglihatan
Gangguan penglihatan dapat terjadi baik karena kerusakan organ, misal : conea, lensa mata, kekeruhan humor vitreus, maupun kerusakan cornea, serta kerusakan saraf penghantar inpuls menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan penurunan visus hingga dapat menyebabkan  kebutaan, baik parsial maupun total.
Akibat kerusakan visual kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu komunikasi yang di lakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat di transper melalui ondera yang lain. Sebagai contoh ketika melakukan orientasi ruangan, klien harus mendapat keterangan yang memvisualisasi kondisi ruang rawat secara lisan, misalnya dengan menerangkan letak meja dan kursi, menerangkan berapa langkah posisi tempat tidur dari pintu, letak kamar mandi dan sebagainya.

Berikut adalah tehnik – tehnik yang perlu diperhatikan selama berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan penglihatan.
a.         Sedapat  mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran perawat ketika anda berada di dekatnya.
b.         Identifikasi diri anda dengan menyebutkan nama ( dan peran ) anda.
c.         Berbicara dengan menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak memungkinkannya menerima pesan nonverbal secara visual. Nada suara anda memegang peranan besar dan bermakna bagi klien.
d.        Terangkan alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum melakukan sentuhan pada klien.
e.         Ketika anda akan meninggalkan ruangan atau hendak memutus komunikasi/ pembicaraan, informasikan kepadanya.
f.          Orientasikan klien pada suara – suara yang terdengar di sekitarnya.
g.         Orientasikan klien pada lingkungannya bila klien dipindah ke lingkungan yang asing baginya.

  1. Klien dengan gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran dapat terjadi berupa penurunan pendengaran hingga tuli. Bentuk tuli yang selama ini dikenal ialah tuli perspektif dan tuli konduktif. Tuli perspektif adalah tuli yang terjadi akibat kerusakan system saraf, sedangkan tuli konduktif terjadi akibat kerusakan struktur penghantar rangsang suara.

Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.

Berikut adalah tehnik – tehnik komunikasi yang dapat digunakan klien dengan gangguan pendengaran.
a.     Orientasikan kehadiran diri anda dengan cara menyentuh klien atau memposisikan diri di depan klien.
b.     Usahakan menggunakan bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk memudahkan klien membaca gerak bibir anda.
c.     Usahakan berbicara dengan posisi tepat di depan klien dan pertahankan sikap tubuh dan mimic wajah yang lazim.
d.    Jangan melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah sesuatu ( misalnya makanan atau permen karet ).
e.     Gunakan bahasa pantomin bila memungkinkan dengan gerakan sederhana dan perlahan.
f.      Gunakan bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan.
g.     Apabila ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan dalam bentuk tulisan atau gambar ( symbol ).

  1. Klien dengan gangguan wicara
Gangguan wicara dapat terjadi akibat kerusakan organ lingual, kerusakan pita suara, ataupun gangguan persarafan. Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar.

Pada saat berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara, hal – hal berikut perlu diperhatikan.
a.       Perawat benar – benar dapat memperhatikan mimic dan gerak bibir klien.
b.      Usahakan memperjelas hal yang disampaikan dengan mengulang kembali kata – kata yang diucapkan klien.
c.       Mengendalikan pembicaraan supaya tidak membahas terlalu banyak topic.
d.      Mengendalikan pembicaraan sehingga menjadi lebih rileks dan pelan.
e.       Memperhatikan setiap detil komunikasi sehingga pesan dapat diterima dengan baik.
f.       Apabila perlu, gunakan bahasa tulisan dan symbol.
g.      Apabila memungkinkan, hadirkan orang yang terbiasa berkomunikasi lisan dengan klien untuk menjadi mediator komunikasi.
















KESIMPULAN

Hubungan perawat klien yang terapeutik adalah pengalaman belajar  bersama dan pengalaman perbaikan emosi bagi klien. Dalam hal ini perawat memakai dirinya secara terapeutik dan memakai beberapa tehnik komunikasi agar perilaku klien berubah kearah yang positif seoptimal mungkin.

Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik ia harus menganalisa dirinya : kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan, kemampuan sebagai rool model. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan perawat verbal atau non verbal hendaknya bertujuan terapeutik untulk klien.

Komunikasi pada klien gangguan sensoris, tehnik-tehnik yang digunakan sedikit berbeda, misalnya pada klien dengan gangguan penglihatan komunikasi sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan. Oleh karena itu komunikasi yang di lakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat di transper melalui ondera yang lain.

Pada klien dengan gangguan pendengaran, media komunikasi yang paling sering digunakan ialah media visual. Klien menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya sikap dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.

Berkomunikasi dengan klien dengan gangguan wicara memerlukan kesabaran supaya pesan dapat dikirim dan ditangkap dengan benar. Klien yang mengalami gangguan wicara umumnya telah belajar berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat atau menggunakan tulisan dan gambar.

DAFTAR PUSTAKA



Tamsuri, Anas. Ns. S. Kep, Komunikasi Dalam Keperawatan. EGC ; Jakarta 2006

Purwanto, Heri, Komunikasi Untuk Perawat. EGC ; Jakarta 1994

Gail Wiscarz Stuart Sandra J. Sundeen, Keperawatan Jiwa. EGC ; Jakarta 1998

Kariyoso, Pengantar Komunikasi Bagi Siswa Perawat. EGC ; Jakarta 1994








2 komentar: