Senin, 23 Maret 2015

UU No.28 Tahun 2004 (Yayasan_ Perubahan)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR  28  TAHUN 2004
TENTANG
PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001
TENTANG YAYASAN 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 
Menimbang : a. bahwa Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan mulai berlaku
pada tanggal 6 Agustus 2002, namun Undang-undang tersebut dalam
perkembangannya belum menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan
hukum dalam masyarakat, serta terdapat beberapa substansi yang dapat
menimbulkan berbagai penafsiran, maka perlu dilakukan perubahan terhadap
Undang-undang tersebut;
  b. bahwa perubahan tersebut dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian dan
ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang benar kepada
masyarakat mengenai Yayasan;
  c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan
huruf b, perlu membentuk Undang-undang tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan; 
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
  2. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4132);   
Dengan …
-    2    - 

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-
UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN. 
Pasal   I
Beberapa ketentuan, penjelasan umum, dan penjelasan pasal dalam Undang-
undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4132),
diubah sebagai berikut : 
1. Ketentuan Pasal 3 substansi tetap dan penjelasannya diubah sehingga
rumusan penjelasan Pasal 3 adalah sebagaimana tercantum dalam Penjelasan
Pasal Demi Pasal Angka 1 Undang-undang ini. 
2. Ketentuan Pasal 5 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : 
“Pasal  5
(1) Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain
yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang
dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung, baik
dalam bentuk gaji, upah, maupun honorarium, atau bentuk lain yang
dapat dinilai dengan uang kepada Pembina, Pengurus dan Pengawas.  
(2) Pengecualian …
-    3    -   
(2) Pengecualian atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
ditentukan dalam Anggaran Dasar Yayasan bahwa Pengurus menerima
gaji, upah, atau honorarium, dalam hal Pengurus Yayasan :
a. bukan pendiri Yayasan dan tidak terafiliasi dengan Pendiri, Pembina,
dan Pengawas; dan
b. melaksanakan kepengurusan Yayasan secara langsung dan penuh.
(3) Penentuan mengenai gaji, upah, atau honorarium sebagai-mana
dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh Pembina sesuai dengan
kemampuan kekayaan Yayasan.” 
3. Ketentuan Pasal 11 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : 
“Pasal  11
(1) Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian
Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9   ayat (2), memperoleh
pengesahan dari Menteri.
(2) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pendiri atau kuasanya mengajukan permohonan kepada Menteri melalui
Notaris yang membuat akta pendirian Yayasan tersebut.
(3) Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib menyampaikan
permohonan pengesahan kepada Menteri dalam jangka waktu paling
lambat 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan
ditandatangani.  
(4) Dalam …
-    4     -  
(4) Dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat meminta pertimbangan dari
instansi terkait dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari
terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
(5) Instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib
menyampaikan jawaban dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat
belas) hari terhitung sejak tanggal permintaan pertimbangan diterima.
(6) Permohonan pengesahan akta pendirian Yayasan dikenakan biaya yang
besarnya ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.” 
4. Ketentuan Pasal 12 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : 
“Pasal  12
(1) Permohonan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam   Pasal 11 ayat
(2), diajukan secara tertulis kepada Menteri.
(2) Pengesahan terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), diberikan atau ditolak dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara
lengkap.
(3) Dalam hal diperlukan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (4), pengesahan diberikan atau ditolak dalam  jangka
waktu paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal
jawaban atas permintaan pertimbangan dari instansi terkait diterima.   
(4) Dalam …
-     5      - 
(4) Dalam hal jawaban atas permintaan pertimbangan tidak diterima,
pengesahan diberikan atau ditolak dalam jangka waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permintaan pertimbangan
disampaikan kepada instansi terkait.” 
5. Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 13A,
sehingga berbunyi sebagai berikut : 
“Pasal  13A
Perbuatan hukum yang dilakukan oleh Pengurus atas nama Yayasan sebelum
Yayasan memperoleh status badan hukum menjadi tanggung jawab Pengurus
secara tanggung renteng.” 
6. Ketentuan Pasal 24 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : 
“Pasal  24
(1) Akta pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau
perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui atau telah diberitahukan
wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh
Menteri dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan disahkan atau perubahan
Anggaran Dasar disetujui atau diterima Menteri.
(3) Tata cara mengenai pengumuman dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan biaya
yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.” 
7.  Pasal  25 …
-     6     - 
7. Pasal 25 dihapus. 
8. Ketentuan Pasal 32 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : 
“Pasal  32
(1) Pengurus Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat
Pembina untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali.
(2) Pengurus Yayasan dapat diangkat kembali setelah masa jabatan pertama
berakhir untuk masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditentukan dalam Anggaran Dasar.
(3) Susunan Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas :
a. seorang ketua;
b. seorang sekretaris; dan
c. seorang bendahara.
(4) Dalam hal Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selama
menjalankan tugas melakukan tindakan yang oleh Pembina dinilai
merugikan Yayasan, maka berdasarkan keputusan rapat Pembina,
Pengurus tersebut dapat diberhentikan sebelum masa kepengurusannya
berakhir.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tata cara pengangkatan,
pemberhentian, dan penggantian Pengurus diatur dalam Anggaran
Dasar.” 
9. Ketentuan Pasal 33 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : 
“Pasal  33
(1) Dalam hal terjadi penggantian Pengurus, Pengurus yang menggantikan
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri. 
(2) Pemberitahuan …
-     7     - 
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib disampaikan
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal penggantian Pengurus Yayasan.” 
10. Ketentuan Pasal 34 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
“Pasal  34
(1) Pengurus Yayasan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan
keputusan rapat Pembina.
(2) Dalam hal pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus
dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas
permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan
dalam hal mewakili kepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan
pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian tersebut dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal
permohonan pembatalan diajukan.” 
11. Ketentuan Pasal 38 diubah, sehingga berbunyi berikut : 
“Pasal  38
(1) Yayasan dilarang mengadakan perjanjian dengan organisasi yang
terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus, dan/atau Pengawas
Yayasan, atau seseorang yang bekerja pada Yayasan.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku dalam hal
perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan
Yayasan.” 
12. Pasal  41 dihapus. 
13. Ketentuan …
-     8     -  
13. Ketentuan Pasal 44 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : 
“Pasal  44
(1) Pengawas Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat
Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali.
(2) Pengawas Yayasan dapat diangkat kembali setelah masa jabatan
pertama berakhir untuk masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ditentukan dalam Anggaran Dasar.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tata cara pengangkatan,
pemberhentian, dan penggantian Pengawas diatur dalam Anggaran
Dasar.” 
14. Ketentuan Pasal 45 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : 
“Pasal  45
(1) Dalam hal terjadi penggantian Pengawas, Pengurus menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib disampaikan
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal penggantian Pengawas Yayasan.” 
15. Ketentuan Pasal 46 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : 
“Pasal  46
 (1) Pengawas Yayasan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan
keputusan rapat Pembina. 
(2) Dalam …
-    9     - 
 (2) Dalam hal pengangkatan, pemberhentian dan penggantian Pengawas
dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas
permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan
dalam hal mewakili kepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan
pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian Pengawas tersebut
dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak
tanggal permohonan pembatalan diajukan.” 
16. Ketentuan Pasal 52 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
“Pasal   52
 (1) Ikhtisar laporan tahunan Yayasan diumumkan pada papan
pengumuman di kantor Yayasan.
 (2) Ikhtisar laporan keuangan yang merupakan bagian dari ikhtisar laporan
tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib diumumkan dalam
surat kabar harian berbahasa Indonesia bagi Yayasan yang :
  a. memperoleh bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau pihak
lain sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih,
dalam 1 (satu) tahun buku; atau
  b. mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) atau lebih.
 (3) Laporan keuangan Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib
diaudit oleh Akuntan Publik.
 (4) Hasil audit terhadap laporan keuangan Yayasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), disampaikan kepada Pembina Yayasan yang bersangkutan
dan tembusannya kepada Menteri dan instansi terkait. 
(5) Laporan …
-   10    - 
 (5) Laporan keuangan disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan
yang berlaku.” 
17. Ketentuan Pasal 58 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut : 
“Pasal  58
 (1) Pengurus dari masing-masing Yayasan yang akan menggabungkan diri
dan yang akan menerima penggabungan menyusun usul rencana
penggabungan.
 (2) Usul rencana penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dituangkan dalam rancangan akta penggabungan oleh Pengurus dari
Yayasan yang akan menggabungkan diri dan yang akan menerima
penggabungan.
 (3) Rancangan akta penggabungan harus mendapat persetujuan dari
Pembina masing-masing Yayasan.
 (4) Rancangan akta penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
dituangkan dalam akta penggabungan yang dibuat di hadapan Notaris
dalam bahasa Indonesia.” 
18. Ketentuan Pasal 60 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
“Pasal  60
 (1) Dalam hal penggabungan Yayasan diikuti dengan perubahan Anggaran
Dasar yang memerlukan persetujuan Menteri, maka akta perubahan
Anggaran Dasar Yayasan wajib disampaikan kepada Menteri untuk
memperoleh persetujuan dengan dilampiri  akta penggabungan.
 (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam
jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
permohonan diterima. 
(3) Dalam …
-     11     -  
 (3) Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan tersebut harus
diberitahukan kepada pemohon secara tertulis disertai alasannya dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
 (4) Dalam hal persetujuan atau penolakan tidak diberikan dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka perubahaan
Anggaran Dasar dianggap disetujui dan Menteri wajib mengeluarkan
keputusan persetujuan.” 
19. Ketentuan Pasal 68 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
“Pasal   68
 (1) Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang
mempunyai kesamaan kegiatan dengan Yayasan yang bubar.
 (2) Kekayaan sisa hasil likuidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
diserahkan kepada badan hukum lain yang mempunyai kesamaan
kegiatan dengan Yayasan yang bubar, apabila hal tersebut diatur dalam
Undang-undang mengenai badan hukum tersebut.
 (3) Dalam hal kekayaan sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada Yayasan
lain atau kepada badan hukum lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan
penggunaannya dilakukan sesuai dengan kegiatan Yayasan yang bubar.” 
20. Ketentuan Pasal 71 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: 

“Pasal 71
(1) Pada  saat Undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan yang : 
a. telah …
-      12     -  
  a. telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; atau 
b. telah didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin
melakukan kegiatan dari instansi terkait; 
tetap diakui sebagai badan hukum dengan ketentuan dalam jangka
waktu paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal Undang-
undang ini mulai berlaku, Yayasan  tersebut wajib  menyesuaikan
Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-undang ini.
(2) Yayasan yang telah didirikan dan tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat memperoleh status badan
hukum dengan cara menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan
ketentuan Undang-undang ini, dan mengajukan permohonan kepada
Menteri dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun terhitung
sejak tanggal Undang-undang ini mulai berlaku.
(3) Yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib diberitahukan
kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan
penyesuaian.
(4) Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Yayasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), tidak dapat menggunakan kata “Yayasan” di
depan namanya dan
dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan
atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.” 
21. Ketentuan Pasal 72 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:   
“Pasal  72 …
-    13    -  
“Pasal 72
(1) Yayasan yang sebagian kekayaannya berasal dari bantuan Negara,
bantuan luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat yang
diperolehnya sebagai akibat berlakunya suatu peraturan perundang-
undangan wajib mengumumkan ikhtisar laporan keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) yang mencakup kekayaannya selama
10 (sepuluh) tahun sebelum Undang-undang ini diundangkan.
(2) Pengumuman ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), tidak menghapus hak dan dari pihak yang berwajib untuk
melakukan pemeriksaan, penyidikan, dan penuntutan, apabila ada
dugaan terjadi pelanggaran hukum.” 
22. Di antara Pasal 72 dan Pasal 73 disisipkan 2 (dua) pasal,  yakni Pasal 72 A
dan Pasal 72 B, sehingga berbunyi sebagai berikut : 
“Pasal 72 A
Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, ketentuan Anggaran Dasar
Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) dan ayat (2) yang
belum disesuaikan dengan ketentuan Undang-undang ini, tetap berlaku
sepanjang  tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.
Pasal 72 B
Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, permohonan pengesahan akta
pendirian Yayasan, permohonan perubahan Anggaran Dasar Yayasan, dan
pemberitahuan penyesuaian Anggaran Dasar Yayasan yang telah diterima
Menteri, diproses berdasarkan Undang-undang ini dan peraturan
pelaksanaannya.” 
23. Penjelasan …
-    14    - 
 
23. Penjelasan Umum Alinea Ketiga, frase “atau pejabat yang ditunjuk”, di antara
frase “Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia” dan  frase “Ketentuan
tersebut”  dihapus. 
24. Penjelasan Umum Alinea Keempat,  frase “dapat diajukan kepada Kepala
Kantor Wilayah Departemen Kehakiman  dan Hak Asasi Manusia yang
wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Yayasan” di antara frase
“permohonan pendirian Yayasan” dan frase “Di samping itu”, diganti
menjadi frase “diajukan kepada Menteri melalui Notaris yang membuat akta
pendirian Yayasan tersebut.” 
25. Penjelasan Umum Alinea Ketujuh, frase “ Yayasan yang kekayaannya berasal
dari Negara,” di antara frase ”Selanjutnya, terhadap” dan frase “bantuan luar
negeri atau pihak lain,” diubah menjadi  frase “Yayasan yang memperoleh
bantuan dari Negara,” dan frase “laporan tahunannya wajib diumumkan” di
antara frase “oleh akuntan publik dan”  dan frase “dalam surat kabar
berbahasa Indonesia”, diubah menjadi frase “laporan keuangannya wajib
diumumkan”.   
Pasal II
Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal
diundangkan.   
Agar … 
-     15     - 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 

Disahkan di Jakarta
pada tanggal 6 Oktober 2004
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,
ttd
  MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
  BAMBANG KESOWO    
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 115. 
Salinan sesuai dengan aslinya,
Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan   
Lambock V. Nahattands  

PENJELASAN 
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR  28  TAHUN 2004
TENTANG
PERUBAHAN ATAS 
UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001
TENTANG YAYASAN  
I.  UMUM
 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan  yang   diundangkan pada tanggal 6
Agustus 2001, sejak berlaku pada tanggal 6 Agustus 2002 dalam perkembangannya ternyata
belum menampung seluruh kebutuhan dan perkembangan hukum dalam masyarakat.
 Di samping itu, terhadap beberapa substansi Undang-undang tentang Yayasan dalam masyarakat
masih terdapat berbagai penafsiran sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian dan
ketidaktertiban hukum.
 Perubahan atas Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dimaksudkan untuk
lebih menjamin kepastian dan ketertiban hukum, serta memberikan pemahaman yang benar pada
masyarakat mengenai Yayasan,  sehingga dapat mengembalikan fungsi Yayasan sebagai pranata
hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. 
 Selain itu, mengingat peranan Yayasan dalam masyarakat dapat menciptakan kesejahteraan
masyarakat, maka penyempurnaan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
dimaksudkan pula agar Yayasan tetap dapat berfungsi dalam usaha mencapai maksud dan
tujuannya di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan berdasarkan prinsip keterbukaan dan
akuntabilitas.   
II. PASAL … 
-     2    -  
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal I
 Angka 1
  Pasal 3 
   Ayat (1) 
    Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa
Yayasan tidak digunakan sebagai wadah usaha dan Yayasan tidak dapat
melakukan kegiatan usaha secara langsung tetapi harus melalui badan
usaha yang didirikannya atau melalui badan usaha lain dimana Yayasan
menyertakan kekayaannya.
   Ayat (2) 
    Cukup jelas.  
 Angka 2
  Pasal 5
   Ayat (1)
    Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa
kekayaan Yayasan, termasuk hasil kegiatan usaha Yayasan, merupakan
kekayaan Yayasan sepenuhnya untuk dipergunakan guna mencapai
maksud dan tujuan Yayasan, sehingga seseorang yang menjadi anggota
Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan bekerja secara sukarela tanpa
menerima gaji, upah, atau honorarium. 
   Ayat (2)
    Huruf a 
     Yang dimaksud dengan “terafiliasi” adalah hubungan keluarga
karena perkawinan atau keturunan sampai derajat ketiga, baik secara
horizontal maupun vertikal.   
Huruf b … 
-     3    -  
    Huruf b
     Yang dimaksud dengan “secara langsung dan penuh” adalah
melaksanakan tugas kepengurusan sesuai dengan ketentuan hari dan
jam kerja Yayasan bukan bekerja paruh waktu (part time). 
 
   Ayat (3)
    Cukup jelas 
 Angka 3
  Pasal 11
   Ayat (1)
    Cukup jelas
   Ayat (2)
    Ketentuan bahwa permohonan pengesahan badan hukum Yayasan
melalui Notaris dimaksudkan untuk mempermudah pelayanan kepada
masyarakat dalam pengajuan permohonan pengesahan akta pendirian
Yayasan di daerah.
   Ayat (3)
    Cukup jelas
   Ayat (4)
    Cukup jelas
   Ayat (5)
    Cukup jelas
   Ayat (6)
    Cukup jelas 
 Angka 4
  Pasal 12
   Cukup jelas   
Angka 5 …
-     4     - 
 Angka 5
  Pasal 13A
   Cukup jelas
 Angka 6
   Pasal 24
    Cukup jelas
 Angka 7
  Cukup jelas
 Angka 8
  Pasal 32 
   Ayat (1)
    Cukup jelas
   Ayat (2)
    Berdasarkan ketentuan ini dalam Anggaran Dasar Yayasan dimuat berapa
kali jangka waktu 5 (lima) tahun bagi Pengurus untuk dapat diangkat
kembali.
    Ayat (3)
    Cukup jelas
   Ayat (4)
    Cukup jelas
   Ayat (5)
    Cukup jelas
 Angka 9
  Pasal 33 
   Cukup jelas
 Angka 10
  Pasal 34
   Cukup jelas.  
Angka 11 …
-    5     - 
 Angka 11
  Pasal 38
   Cukup jelas.
 Angka 12
  Cukup jelas.
 Angka 13
  Pasal 44
   Ayat (1)
    Cukup jelas
   Ayat (2)
    Berdasarkan ketentuan ini dalam Anggaran Dasar Yayasan dimuat berapa
kali jangka waktu 5 (lima) tahun bagi Pengawas untuk dapat diangkat
kembali.
   Ayat (3)
    Cukup jelas
 Angka 14
  Pasal 45
   Cukup jelas
 Angka 15
  Pasal 46
   Cukup jelas
 Angka 16
  Pasal 52
   Ayat (1)
    Penempelan ikhtisar laporan keuangan Yayasan pada papan
pengumuman ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat dibaca oleh
masyarakat.  
Ayat (2) …
-      6     - 
   Ayat (2)
    Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan agar bantuan yang diterima oleh
Yayasan atau Yayasan yang mempunyai kekayaan dalam jumlah tertentu,
dapat diketahui oleh masyarakat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan
akuntabilitas.
   Ayat (3)
    Cukup jelas
   Ayat (4)
    Cukup jelas
   Ayat (5)
    Cukup jelas 
 Angka 17
  Pasal 58
   Cukup jelas 
 Angka 18
  Pasal 60
   Cukup jelas
  
 Angka 19
  Pasal 68
   Cukup jelas
 Angka 20
  Pasal 71
   Ayat (1)
    Jangka waktu 3 (tiga) tahun dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk
memberi kesempatan kepada Yayasan tersebut untuk menentukan apakah
akan meneruskan atau tidak keberadaan Yayasan. Jika akan diteruskan,
dalam jangka waktu tersebut Yayasan wajib menyesuaikan anggaran
dasarnya dengan Undang-undang ini.
Ayat (2) …
-     7     - 
   Ayat (2)
    Cukup jelas
   Ayat (3)
    Cukup jelas
   Ayat (4)
    Yang dimaksud dengan “pihak yang berkepentingan” adalah pihak yang
mempunyai kepentingan langsung dengan Yayasan.
 Angka 21
  Pasal 72
   Cukup jelas
 Angka 22
  Pasal 72 A
   Cukup jelas
  Pasal 72 B
   Cukup jelas
 Angka 23
  Cukup jelas
 Angka 24 
  Cukup jelas
 Angka 25
  Cukup jelas 
Pasal II
 Cukup jelas   
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA  REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4430.

UU Nomor 16 Tahun 2001 (Yayasan)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG  YAYASAN 
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 
Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat, karena belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Yayasan; b. bahwa Yayasan di Indonesia telah berkembang pesat dengan berbagai kegiatan, maksud, dan tujuan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum agar Yayasan berfungsi sesuai dengan maksud dan tujuannya berdasarkan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas kepada masyarakat, perlu membentuk Undang-undang tentang Yayasan; 
Mengingat: Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945; 
Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: 
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG YAYASAN. 
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota. 2. Pengadilan adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Yayasan. 3. Kejaksaan adalah Kejaksaan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Yayasan. 4. Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin untuk menjalankan pekerjaan sebagai akuntan publik. 5. Hari adalah hari kerja. 6. Menteri adalah Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. 
Pasal 2
 Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan *12700 Pengawas . 
Pasal 3 
(1) Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha. (2) Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan Pengawas. 
Pasal 4 
Yayasan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam Anggaran Dasar. 
Pasal 5 
Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh Yayasan berdasarkan Undang-undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, Pengawas, karyawan, atau pihak lain yang mempunyai kepentingan terhadap Yayasan. 
Pasal 6 
Yayasan wajib membayar segala biaya atau ongkos yang dikeluarkan oleh organ Yayasan dalam rangka menjalankan tugas Yayasan. 
Pasal 7 
(1) Yayasan dapat mendirikan badan usaha yang kegiatannya sesuai dengan maksud dan tujuan yayasan. (2) Yayasan dapat melakukan penyertaan dalam berbagai bentuk usaha yang bersifat prospektif dengan ketentuan seluruh penyertaan tersebut paling banyak 25 % (dua puluh lima persen) dari seluruh nilai kekayaan Yayasan. (3) Anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan dilarang merangkap sebagai Anggota Direksi atau Pengurus dan Anggota Dewan Komisaris atau Pengawas dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2). 
Pasal 8 
Kegiatan usaha dari badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan serta tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
BAB II PENDIRIAN Pasal 9 
(1) Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta kekayaan pendirinya, sebagai  *12701 kekayaan awal. (2) Pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. (3) Yayasan dapat didirikan berdasarkan surat wasiat. (4) Biaya pembuatan akta notaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (5) Dalam hal Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didirikan oleh orang asing atau bersama-sama orang asing, mengenai syarat dan tata cara pendirian Yayasan tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah. 
Pasal 10 
(1) Dalam pembuatan akta pendirian Yayasan, pendiri dapat diwakili oleh orang lain berdasarkan surat kuasa. (2) Dalam hal pendirian Yayasan dilakukan berdasarkan surat wasiat, penerima wasiat bertindak mewakili pemberi wasiat. (3) Dalam hal surat wasiat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dilaksanakan, maka atas permintaan pihak yang berkepentingan, Pengadilan dapat memerintahkan ahli waris atau penerima wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat tersebut. 
Pasal 11 
(1) Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian Yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) memperoleh pengesahan dari Menteri. (2) Kewenangan Menteri dalam memberikan pengesahan akta pendirian Yayasan sebagai badan hukum dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atas nama Menteri, yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Yayasan. (3) Dalam memberikan pengesahan, Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait. 
Pasal 12 
(1) Pengesahan akta pendirian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) diajukan oleh pendiri atau kuasanya dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri. (2) Pengesahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. (3) Dalam hal diperlukan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) pengesahan diberikan atau tidak diberikan dalam jangka waktu:  a. paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal jawaban permintaan pertimbangan diterima dari instansi terkait; atau  b. setelah lewat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak  *12702 tanggal jawaban permintaan pertimbangan kepada instansi terkait tidak diterima. 
Pasal 13 
(1) Dalam hal permohonan pengesahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) ditolak,
Menteri wajib memberitahukan secara tertulis disertai dengan alasannya, kepada pemohon mengenai penolakan pengesahan tersebut. (2) Alasan penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah bahwa permohonan yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau peraturan pelaksanaannya. 
Pasal 14 
(1) Akta pendirian memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain yang dianggap perlu. (2) Anggaran Dasar Yayasan sekurang-kurangnya memuat:  a. nama dan tempat kedudukan;  b. maksud dan tujuan serta kegiatan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut;  c. jangka waktu pendirian;  d. jumlah kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi pendiri dalam bentuk uang atau benda;  e. cara memperoleh dan penggunaan kekayaan;  f. tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;  g. hak dan kewajiban anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas;  h. tata cara penyelenggaraan rapat organ Yayasan;  i. ketentuan mengenai perubahan Anggaran Dasar;  j. penggabungan dan pembubaran Yayasan; dan  k. Penggunaan kekayaan sisa likuidasi atau penyaluran kekayaan Yayasan setelah pembubaran. (3) Keterangan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat sekurang-kurangnya nama, alamat, pekerjaan, tempat dan tanggal lahir, serta kewarganegaraan Pendiri, Pembina, Pengurus, dan Pengawas. (4) Jumlah minimum harta kekayaan awal yang dipisahkan dari kekayaan pribadi Pendiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf d ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 
Pasal 15 
(1) Yayasan tidak boleh memakai nama yang:  a. telah dipakai secara sah oleh Yayasan lain; atau  b. bertentangan dengan ketertiban umum dan/atau kesusilaan. (2) Nama Yayasan harus didahului dengan kata "Yayasan". (3) Dalam hal kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, kata "wakaf" dapat ditambahkan setelah kata "Yayasan". (4) Ketentuan mengenai pemakaian nama Yayasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 
*12703 Pasal 16 
(1) Yayasan dapat didirikan untuk jangka waktu tertentu atau tidak tertentu yang diatur dalam Anggaran Dasar. (2) Dalam hal Yayasan didirikan untuk jangka waktu tertentu, Pengurus dapat mengajukan perpanjangan jangka waktu pendirian kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu pendirian Yayasan.

BAB III PERUBAHAN ANGGARAN DASAR Pasal 17 
Anggaran Dasar dapat diubah, kecuali mengenai maksud dan tujuan Yayasan. 
Pasal 18 
(1) Perubahan Anggaran Dasar hanya dapat dilaksanakan berdasarkan keputusan rapat Pembina. (2) Rapat Pembina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan, apabila dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari jumlah anggota Pembina. (3) Perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat dalam bahasa Indonesia. 
Pasal 19 
(1) Keputusan rapat Pembina sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) ditetapkan berdasarkan musyawarah untuk mufakat. (2) Dalam hal keputusan rapat berdasarkan musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan persetujuan paling sedikit 2/3 (dua per tiga) dari seluruh jumlah anggota Pembina yang hadir. 
Pasal 20 
(1) Dalam hal korum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) tidak tercapai, rapat Pembina yang kedua dapat diselenggarakan paling cepat 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal rapat Pembina yang pertama diselenggarakan. (2) Rapat Pembina yang kedua sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sah, apabila dihadiri oleh lebih dari 1/2 (satu per dua) dari seluruh anggota Pembina. (3) Keputusan rapat Pembina yang kedua sah, apabila diambil berdasarkan persetujuan suara terbanyak dari jumlah anggota Pembina yang hadir. 
Pasal 21 
(1) Perubahan Anggaran Dasar yang meliputi nama dan kegiatan Yayasan harus mendapat persetujuan Menteri. *12704 (2) Perubahan Anggaran Dasar mengenai hal lain cukup diberitahukan kepada Menteri. 
Pasal 22 
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 secara mutatis mutandis berlaku juga bagi permohonan perubahan Anggaran Dasar, pemberian persetujuan, dan penolakan atas perubahan Anggaran Dasar. 
Pasal 23 
Perubahan Anggaran Dasar tidak dapat dilakukan pada saat Yayasan dinyatakan dalam keadaan
pailit, kecuali atas persetujuan kurator. 
BAB IV PENGUMUMAN Pasal 24 
(1) Akta pendirian Yayasan yang telah disahkan sebagai badan hukum atau perubahan Anggaran Dasar yang telah disetujui, wajib diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. (2) Pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan permohonannya oleh Pengurus Yayasan atau kuasanya kepada Kantor Percetakan Negara Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian Yayasan yang disahkan atau perubahan Anggaran Dasar yang disetujui. (3) Ketentuan mengenai besarnya biaya pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 
Pasal 25 
Selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 belum dilakukan, Pengurus Yayasan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas seluruh kerugian Yayasan. 
BAB V KEKAYAAN Pasal 26 
(1) Kekayaan Yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang. (2) Selain kekayaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), kekayaan Yayasan dapat diperoleh dari :  a. sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat;  b. wakaf;  c. hibah;  d. hibah wasiat; dan  e. perolehan lain yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar Yayasan dan/atau peraturan perundang-undangan  *12705 yang berlaku. (3) Dalam hal kekayaan Yayasan berasal dari wakaf, maka berlaku ketentuan hukum perwakafan. (4) Kekayaan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dipergunakan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan. 
Pasal 27 
(1) Dalam hal-hal tertentu Negara dapat memberikan bantuan kepada Yayasan. (2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pemberian bantuan Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 
BAB VI ORGAN YAYASAN Bagian Pertama
Pembina Pasal 28 
(1) Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada Pengurus atau Pengawas oleh Undang-undang ini atau Anggaran Dasar. (2) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:  a. keputusan mengenai perubahan Anggaran Dasar;  b. pengangkatan dan pemberhentian anggota Pengurus dan anggota Pengawas;  c. penetapan kebijakan umum Yayasan berdasarkan Anggaran Dasar Yayasan;  d. pengesahan program kerja dan rancangan anggaran tahunan Yayasan; dan  e. penetapan keputusan mengenai penggabungan atau pembubaran Yayasan. (3) Yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah orang perseorangan sebagai pendiri Yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan. (4) Dalam hal Yayasan karena sebab apapun tidak lagi mempunyai Pembina, paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal kekosongan, anggota Pengurus dan anggota Pengawas wajib mengadakan rapat gabungan untuk mengangkat Pembina dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). (5) Keputusan rapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai korum kehadiran dan korum keputusan untuk perubahan Anggaran Dasar sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan/atau Anggaran Dasar. 
Pasal 29 
Anggota Pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus *12706 dan/atau anggota Pengawas. 
Pasal 30 
(1) Pembina mengadakan rapat sekurang-kurangnya sekali dalam 1 (satu) tahun. (2) Dalam rapat tahunan, Pembina melakukan evaluasi tentang kekayaan, hak dan kewajiban Yayasan tahun yang lampau sebagai dasar pertimbangan bagi perkiraan mengenai perkembangan Yayasan untuk tahun yang akan datang. 
Bagian Kedua Pengurus Pasal 31 
(1) Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan. (2) Yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum. (3) Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengawas. 
Pasal 32 
(1) Pengurus Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk
jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. (2) Susunan Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas:  a. seorang ketua;  b. seorang sekretaris; dan  c. seorang bendahara. (3) Dalam hal Pengurus sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) selama menjalankan tugas melakukan tindakan yang oleh Pembina dinilai merugikan Yayasan, maka berdasarkan keputusan rapat Pembina, Pengurus tersebut dapat diberhentikan sebelum masa kepengurusannya berakhir. (4) Ketentuan mengenai susunan dan tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengurus diatur dalam Anggaran Dasar. 
Pasal 33 
(1) Dalam hal terdapat penggantian Pengurus Yayasan, Pembina wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri dan kepada instansi terkait. (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dilakukan penggantian Pengurus Yayasan. 
Pasal 34 
Dalam hal pengangkatan, pemberhentian dan penggantian Pengurus dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan *12707 dalam hal mewakili kepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, atau penggantian tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan pembatalan diajukan. 
Pasal 35 
(1) Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar Pengadilan. (2) Setiap Pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan. (3) Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan. (4) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian pelaksana kegiatan Yayasan diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan. (5) Setiap Pengurus bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga. 
Pasal 36 
(1) Anggota Pengurus tidak berwenang mewakili Yayasan apabila:  a. terjadi perkara di depan pengadilan antara Yayasan dengan anggota Pengurus yang bersangkutan; atau  b. anggota Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan
dengan kepentingan Yayasan. (2) Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang berhak mewakili Yayasan ditetapkan dalam Anggaran Dasar. 
Pasal 37 
(1) Pengurus tidak berwenang:  a. mengikat Yayasan sebagai penjamin utang;  b. mengalihkan kekayaan Yayasan kecuali dengan persetujuan Pembina; dan  c. membebani kekayaan Yayasan untuk kepentingan pihak lain. (2) Anggaran Dasar dapat membatasi kewenangan Pengurus dalam melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama Yayasan. 
Pasal 38 
(1) Pengurus dilarang mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan Yayasan, Pembina, Pengurus, dan/atau Pengawas Yayasan, atau seseorang yang bekerja pada Yayasan. (2) Larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku dalam hal perjanjian tersebut bermanfaat bagi tercapainya maksud dan tujuan Yayasan. *12708 Pasal 39 
(1) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Pengurus dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap Anggota Pengurus secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. (2) Anggota Pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Anggota Pengurus yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, atau Negara berdasarkan putusan pengadilan, maka dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengurus Yayasan manapun. 
Bagian Ketiga Pengawas Pasal 40 
(1) Pengawas adalah organ Yayasan yang bertugas melakukan pengawasan serta memberi nasihat kepada Pengurus dalam menjalankan kegiatan Yayasan. (2) Yayasan memiliki Pengawas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Pengawas yang wewenang, tugas, dan tanggung jawabnya diatur dalam Anggaran Dasar. (3) Yang dapat diangkat menjadi Pengawas adalah orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum. (4) Pengawas tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengurus. 
Pasal 41 
(1) Pengawas Yayasan diangkat dan sewaktu-waktu dapat diberhentikan berdasarkan keputusan rapat Pembina. (2) Dalam hal pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan yang berkepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian atau penggantian tersebut. 
Pasal 42 
Pengawas wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan Yayasan. 
Pasal 43 
(1) Pengawas dapat memberhentikan sementara anggota Pengurus dengan menyebutkan alasannya. (2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal  *12709 pemberhentian sementara, wajib dilaporkan secara tertulis kepada Pembina. (3) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal laporan diterima, Pembina wajib memanggil anggota Pengurus yang bersangkutan untuk diberi kesempatan membela diri. (4) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal pembelaan diri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Pembina wajib:  a. mencabut keputusan pemberhentian sementara; atau  b. memberhentikan anggota Pengurus yang bersangkutan. (5) Apabila Pembina tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4), pemberhentian sementara tersebut batal demi hukum. 
Pasal 44 
(1) Pengawas Yayasan diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka waktu selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. (2) Ketentuan mengenai susunan, tata cara pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar. 
Pasal 45 
(1) Dalam hal terdapat penggantian Pengawas Yayasan, Pembina wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Menteri dan kepada instansi terkait. (2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal dilakukan penggantian Pengawas Yayasan. 
Pasal 46 
Dalam hal pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar, atas permohonan yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum, Pengadilan dapat membatalkan pengangkatan, pemberhentian, dan penggantian Pengawas tersebut.

Pasal 47 
(1) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Pengawas dalam melakukan tugas pengawasan dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Pengawas secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. (2) Anggota Pengawas Yayasan yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut. (3) Setiap anggota Pengawas yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengawasan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, dan/atau Negara berdasarkan putusan  *12710 Pengadilan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengawas Yayasan manapun. 
BAB VII LAPORAN TAHUNAN Pasal 48 
(1) Pengurus wajib membuat dan menyimpan catatan atau tulisan yang berisi keterangan mengenai hak dan kewajiban serta hal lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha Yayasan. (2) Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pengurus wajib membuat dan menyimpan dokumen keuangan Yayasan berupa bukti pembukuan dan data pendukung administrasi keuangan. 
Pasal 49 
(1) Dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) bulan terhitung sejak tanggal tahun buku Yayasan ditutup, Pengurus wajib menyusun laporan tahunan secara tertulis yang memuat sekurang-kurangnya:  a. laporan keadaan dan kegiatan Yayasan selama tahun buku yang lalu serta hasil yang telah dicapai;  b. laporan keuangan yang terdiri atas laporan posisi keuangan pada akhir periode, laporan aktivitas, laporan arus kas, dan catatan laporan keuangan. (2) Dalam hal Yayasan mengadakan transaksi dengan pihak lain yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi Yayasan, transaksi tersebut wajib dicantumkan dalam laporan tahunan. 
Pasal 50 
(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ditandatangani oleh Pengurus dan Pengawas sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. (2) Dalam hal terdapat anggota Pengurus atau Pengawas tidak menandatangani laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka yang bersangkutan harus menyebutkan alasannya secara tertulis. (3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disahkan oleh rapat Pembina. 
Pasal 51
 Dalam hal dokumen laporan tahunan ternyata tidak benar dan menyesatkan, maka Pengurus dan Pengawas secara tanggung renteng bertanggungjawab terhadap pihak yang dirugikan. 
Pasal 52 
(1) Ikhtisar laporan tahunan Yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantor Yayasan. (2) Ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)  *12711 wajib diumumkan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia bagi Yayasan yang:  a. memperoleh bantuan Negara, bantuan luar negeri, atau pihak lain sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau lebih; atau  b. mempunyai kekayaan di luar harta wakaf sebesar Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) atau lebih. (3) Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib diaudit oleh Akuntan Publik. (4) Hasil audit terhadap laporan tahunan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) disampaikan kepada Pembina Yayasan yang bersangkutan dan tembusannya kepada Menteri dan instansi terkait. (5) Bentuk ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku. 
BAB VIII PEMERIKSAAN TERHADAP YAYASAN Pasal 53 
(1) Pemeriksaan terhadap Yayasan untuk mendapatkan data atau keterangan dapat dilakukan dalam hal terdapat dugaan bahwa organ Yayasan:  a. melakukan perbuatan melawan hukum atau bertentangan dengan Anggaran Dasar;  b. lalai dalam melaksanakan tugasnya;  c. melakukan perbuatan yang merugikan Yayasan atau pihak ketiga; atau  d. melakukan perbuatan yang merugikan Negara. (2) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c hanya dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan disertai alasan. (3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d dapat dilakukan berdasarkan penetapan Pengadilan atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum. 
Pasal 54 
(1) Pengadilan dapat menolak atau mengabulkan permohonan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2). (2) Dalam hal Pengadilan mengabulkan permohonan pemeriksaan terhadap Yayasan, Pengadilan mengeluarkan penetapan bagi pemeriksaan dan mengangkat paling banyak 3 (tiga) orang ahli sebagai pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan. (3) Pembina, Pengurus, dan Pengawas serta pelaksana kegiatan atau karyawan Yayasan tidak dapat diangkat menjadi pemeriksa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). 
Pasal 55 
(1) Pemeriksa berwenang memeriksa semua dokumen dan kekayaan Yayasan untuk kepentingan pemeriksaan. *12712 (2) Pembina, Pengurus, Pengawas, dan pelaksana kegiatan serta karyawan Yayasan, wajib memberikan keterangan yang diperlukan untuk pelaksanaan pemeriksaan. (3) Pemeriksa dilarang mengumumkan atau memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada pihak lain. 
Pasal 56 
(1) Pemeriksa wajib menyampaikan laporan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan kepada Ketua Pengadilan di tempat kedudukan Yayasan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemeriksaan selesai dilakukan. (2) Ketua Pengadilan memberikan salinan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada pemohon atau Kejaksaan dan Yayasan yang bersangkutan. 
BAB IX PENGGABUNGAN Pasal 57 
(1) Perbuatan hukum penggabungan Yayasan dapat dilakukan dengan menggabungkan 1 (satu) atau lebih Yayasan dengan Yayasan lain, dan mengakibatkan Yayasan yang menggabungkan diri menjadi bubar. (2) Penggabungan Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan memperhatikan:  c. ketidakmampuan Yayasan melaksanakan kegiatan usaha tanpa dukungan Yayasan lain;  d. Yayasan yang menerima penggabungan dan yang bergabung kegiatannya sejenis; atau  e. Yayasan yang menggabungkan diri tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Anggaran Dasarnya, ketertiban umum, dan kesusilaan. (3) Usul penggabungan Yayasan dapat disampaikan oleh Pengurus kepada Pembina. (4) Penggabungan Yayasan hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan rapat Pembina yang dihadiri oleh paling sedikit 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota Pembina dan disetujui paling sedikit oleh 3/4 (tiga per empat) dari jumlah anggota Pembina yang hadir. 
Pasal 58 
(1) Pengurus dari masing-masing Yayasan yang akan menggabungkan diri dan yang akan menerima penggabungan menyusun usul rencana penggabungan. (2) Usul rencana penggabungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam rancangan akta penggabungan oleh Pengurus dari Yayasan yang akan menggabungkan diri dan yang akan menerima penggabungan. 
Pasal 59 
Pengurus Yayasan hasil penggabungan wajib mengumumkan hasil *12713 penggabungan dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penggabungan selesai dilakukan. 
Pasal 60 
(1) Rancangan akta penggabungan Yayasan dan akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan yang menerima penggabungan wajib disampaikan kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan diterima. (3) Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan tersebut harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis disertai alasannya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). 
Pasal 61 
Ketentuan mengenai tata cara penggabungan Yayasan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 
BAB X PEMBUBARAN Pasal 62 
Yayasan bubar karena: d. jangka waktu yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir; e. tujuan Yayasan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah tercapai atau tidak tercapai; f. putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan alasan:  1) Yayasan melanggar ketertiban umum dan kesusilaan;  2) tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit; atau  3) harta kekayaan Yayasan tidak cukup untuk melunasi utangnya setelah pernyataan pailit dicabut. 
Pasal 63 
(1) Dalam hal Yayasan bubar karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf a dan huruf b, Pembina menunjuk likuidator untuk membereskan kekayaan Yayasan. (2) Dalam hal tidak ditunjuk likuidator, Pengurus bertindak selaku likuidator. (3) Dalam hal Yayasan bubar, Yayasan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi. (4) Dalam hal Yayasan sedang dalam proses likuidasi, untuk semua surat keluar, dicantumkan frasa "dalam likuidasi" di belakang nama Yayasan. 
Pasal 64 
*12714 (1) Dalam hal Yayasan bubar karena putusan Pengadilan, maka Pengadilan juga menunjuk likuidator. (2) Dalam hal pembubaran Yayasan karena pailit, berlaku peraturan perundang-undangan di bidang Kepailitan. (3) Ketentuan mengenai penunjukan, pengangkatan, pemberhentian sementara, pemberhentian, wewenang, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, serta pengawasan terhadap Pengurus, berlaku juga bagi likuidator. 
Pasal 65 
Likuidator atau kurator yang ditunjuk untuk melakukan pemberesan kekayaan Yayasan yang bubar atau dibubarkan, paling lambat 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal penunjukan wajib mengumumkan pembubaran Yayasan dan proses likuidasinya dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia. 
Pasal 66 
Likuidator atau kurator dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir, wajib mengumumkan hasil likuidasi dalam surat kabar harian berbahasa Indonesia. 
Pasal 67 
(1) Likuidator atau kurator dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal proses likuidasi berakhir wajib melaporkan pembubaran Yayasan kepada Pembina. (2) Dalam hal laporan mengenai pembubaran Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pengumuman hasil likuidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 tidak dilakukan, bubarnya Yayasan tidak berlaku bagi pihak ketiga. 
Pasal 68 
(1) Kekayaan sisa hasil likuidasi diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama dengan Yayasan yang bubar. (2) Dalam hal sisa hasil likuidasi tidak diserahkan kepada Yayasan lain yang mempunyai maksud dan tujuan yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), sisa kekayaan tersebut diserahkan kepada Negara dan penggunaannya dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan tersebut. 
BAB XI YAYASAN ASING Pasal 69 
(1) Yayasan asing yang tidak berbadan hukum Indonesia dapat melakukan kegiatannya di wilayah Negara Republik Indonesia, jika kegiatan Yayasan tersebut tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia. (2) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara Yayasan asing  *12715 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 
BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 70 
(1) Setiap anggota organ Yayasan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. (2) Selain pidana penjara, anggota organ yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga dikenakan pidana tambahan berupa kewajiban mengembalikan uang, barang, atau kekayaan
yayasan yang dialihkan atau dibagikan. 
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 71 
(1) Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Yayasan yang telah:  e. didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia; atau  f. didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari instansi terkait; tetap diakui sebagai badan hukum, dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini Yayasan tersebut wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan Undang-undang ini. (2) Yayasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diberitahukan kepada Menteri paling lambat 1 (satu) tahun setelah pelaksanaan penyesuaian. (3) Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasarnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan. 
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 72 
(1) Yayasan yang sebagian kekayaannya berasal dari bantuan Negara, bantuan luar negeri, dan/atau sumbangan masyarakat yang diperolehnya sebagai akibat berlakunya suatu peraturan perundang-undangan wajib mengumumkan ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) yang mencakup kekayaannya selama 10 (sepuluh) tahun sebelum Undang-undang ini diundangkan. (2) Pengumuman ikhtisar laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak menghapus hak dari pihak yang berwajib untuk melakukan pemeriksaan, penyidikan dan penuntutan apabila ada dugaan terjadi pelanggaran hukum. 
Pasal 73 *12716  Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan. 
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 
       Disahkan di Jakarta       pada tanggal 6 Agustus 2001        PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,       ttd.       MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 Agustus 2001 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd.
MUHAMMAD MAFTUH BASYUNI 
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2001 NOMOR 112 
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN
I. UMUM 
Pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung, karena belum ada undang-undang yang mengaturnya. Fakta menunjukkan kecenderungan masyarakat mendirikan Yayasan dengan maksud untuk berlindung di balik status badan hukum Yayasan, yang tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kemanusiaan, melainkan juga adakalanya bertujuan untuk memperkaya diri para Pendiri, Pengurus, dan Pengawas. Sejalan dengan kecenderungan tersebut timbul pula berbagai masalah, baik masalah yang berkaitan dengan kegiatan Yayasan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam Anggaran Dasar, sengketa antara Pengurus dengan Pendiri atau pihak lain, maupun adanya dugaan bahwa Yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang berasal dari para pendiri atau pihak lain yang diperoleh dengan cara melawan hukum. Masalah tersebut belum dapat diselesaikan secara hukum karena belum ada hukum positif mengenai Yayasan sebagai landasan yuridis penyelesaiannya. Undang-undang ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat mengenai Yayasan, menjamin kepastian dan ketertiban hukum serta mengembalikan fungsi Yayasan sebagai pranata hukum dalam rangka mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Undang-undang ini menegaskan bahwa Yayasan adalah suatu badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan *12717 dengan memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam Undang-undang ini. Pendirian Yayasan dilakukan dengan akta notaris dan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian memperoleh pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia atau pejabat yang ditunjuk. Ketentuan tersebut dimaksudkan agar penataan administrasi pengesahan suatu Yayasan sebagai badan hukum dapat dilakukan dengan baik guna mencegah berdirinya Yayasan tanpa melalui prosedur yang ditentukan dalam Undang-undang ini. Dalam rangka memberikan pelayanan dan kemudahan bagi masyarakat, permohonan pendirian Yayasan dapat diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan Yayasan. Di samping itu Yayasan yang telah memperoleh pengesahan harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ketentuan ini dimaksudkan pula agar registrasi Yayasan dengan pola penerapan administrasi hukum yang baik dapat mencegah praktak perbuatan hukum yang dilakukan Yayasan yang dapat merugikan masyarakat. Untuk mewujudkan mekanisme pengawasan publik terhadap Yayasan yang diduga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang, Anggaran Dasar, atau merugikan kepentingan umum, Undang-undang ini mengatur tentang kemungkinan pemeriksaan terhadap Yayasan yang dilakukan oleh ahli berdasarkan penetapan Pengadilan atas permohonan tertulis pihak ketiga yang berkepentingan atau atas permintaan Kejaksaan dalam hal mewakili kepentingan umum. Sebagai badan hukum yang mempunyai maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan, Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas. Pemisahan yang tegas antara fungsi, wewenang, dan tugas masing-masing organ tersebut serta pengaturan mengenai hubungan antara ketiga organ Yayasan dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan konflik intern Yayasan yang tidak hanya dapat merugikan kepentingan Yayasan melainkan juga pihak lain. Pengelolaan kekayaan dan pelaksanaan kegiatan Yayasan dilakukan sepenuhnya oleh Pengurus. Oleh karena itu, Pengurus wajib membuat laporan tahunan yang disampaikan kepada Pembina mengenai keadaan keuangan dan perkembangan kegiatan Yayasan. Selanjutnya, terhadap Yayasan yang kekayaannya berasal dari Negara, bantuan luar negeri atau pihak lain, atau memiliki kekayaan dalam jumlah yang ditentukan dalam Undang-undang ini, kekayaannya wajib diaudit oleh akuntan publik dan laporan tahunannya wajib diumumkan dalam surat kabar berbahasa Indonesia. Ketentuan ini dalam rangka penerapan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas pada masyarakat. Dalam Undang-undang ini diatur pula mengenai kemungkinan penggabungan dan pembubaran Yayasan baik karena atas inisiatif organ Yayasan sendiri maupun berdasarkan penetapan atau putusan Pengadilan dan peluang bagi Yayasan asing untuk melakukan kegiatan di wilayah Negara Republik Indonesia sepanjang tidak merugikan masyarakat, bangsa, dan Negara Republik Indonesia. 
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1  Cukup jelas Pasal 2  *12718 Cukup jelas Pasal 3  Ayat (1)   Cukup jelas  Ayat (2)   Ketentuan dalam ayat ini sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan yang bersifat sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, sehingga seseorang yang menjadi anggota Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan harus bekerja secara sukarela tanpa menerima gaji, upah, atau honor tetap. Pasal 4 Dalam hal kedudukan Yayasan disebutkan nama desa atau yang dipersamakan dengan itu, harus disebutkan pula nama kecamatan, kabupaten, kota dan propinsi. Pasal 5  Cukup jelas Pasal 6  Cukup jelas Pasal 7  Cukup jelas Pasal 8 Kegiatan usaha dari badan usaha Yayasan mempunyai cakupan yang luas, termasuk antara lain hak asasi manusia, kesenian, olah raga, perlindungan konsumen, pendidikan, lingkungan hidup, kesehatan, dan ilmu pengetahuan. Pasal 9  Ayat (1)   Yang dimaksud dengan "orang" adalah orang perseorangan atau badan hukum.  Ayat (2)   Cukup jelas
 Ayat (3)   Cukup jelas  Ayat (4)   Cukup jelas  Ayat (5)   Cukup jelas Pasal 10  Ayat (1)   Cukup jelas  Ayat (2)   Apabila terdapat surat wasiat yang berisi pesan untuk mendirikan Yayasan, maka hal tersebut dianggap sebagai kewajiban yang ditujukan kepada mereka yang ditunjuk dalam surat wasiat selaku penerima wasiat, untuk melaksanakan wasiat.  Ayat (3)   Cukup jelas Pasal 11  Cukup jelas Pasal 12  Cukup jelas Pasal 13  *12719 Cukup jelas Pasal 14  Ayat (1)   Cukup jelas  Ayat (2)   huruf a    Cukup jelas   huruf b    Cukup jelas   huruf c    Cukup jelas   huruf d    Yang dimaksud dengan istilah "benda" adalah benda berwujud dan benda tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang.   huruf e    Cukup jelas   huruf f    Cukup jelas   huruf g    Cukup jelas   huruf h    Cukup jelas   huruf i    Cukup jelas   huruf j    Cukup jelas   huruf k    Cukup jelas
 Ayat (3)   Cukup jelas  Ayat (4)   Cukup jelas Pasal 15  Cukup jelas Pasal 16  Cukup jelas Pasal 17  Cukup jelas Pasal 18  Cukup jelas Pasal 19  Cukup jelas Pasal 20  Cukup jelas Pasal 21  Cukup jelas Pasal 22  Cukup jelas Pasal 23  Cukup jelas Pasal 24  Ayat (1)   Cukup jelas  *12720 Ayat (2)   Permohonan pengumuman dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dapat diajukan secara langsung atau dikirimkan melalui surat tercatat.  Ayat (3)   Besarnya biaya pengumuman diperhitungkan sesuai dengan besarnya kekayaan Yayasan. Pasal 25 Maksud dari Pasal ini adalah Pemberian sanksi perdata kepada Pengurus, karena Pengurus tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24. Pasal 26  Ayat (1)   Cukup jelas  Ayat (2)   huruf a    Yang dimaksud dengan "sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat" adalah sumbangan atau bantuan sukarela yang diterima Yayasan, baik dari Negara, masyarakat, maupun dari pihak lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.   huruf b    Yang dimaksud dengan "wakaf" adalah wakaf dari orang atau dari badan hukum.   huruf c    Yang dimaksud dengan "hibah" adalah hibah dari orang atau dari badan
hukum.   huruf d    Besarnya hibah wasiat yang diserahkan kepada Yayasan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan hukum waris.   huruf e    Yang dimaksud dengan "perolehan lain" misalnya deviden, bunga tabungan bank, sewa gedung, atau perolehan dari hasil usaha Yayasan.  Ayat (3)   Kekayaan Yayasan yang berasal dari wakaf tidak termasuk harta pailit.  Ayat (4)   Cukup jelas Pasal 27  Ayat (1)   Bantuan Negara untuk Yayasan dilakukan sesuai dengan jiwa ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945.  Ayat (2)   Cukup jelas Pasal 28  Ayat (1)   Cukup jelas  Ayat (2)   Cukup jelas  Ayat (3)   Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan bahwa Pendiri  *12721 Yayasan tidak dengan sendirinya harus menjadi Pembina. Anggota Pembina dapat dicalonkan oleh Pengurus atau Pengawas.  Ayat (4)   Cukup jelas  Ayat (5)   Cukup jelas Pasal 29  Cukup jelas Pasal 30  Cukup jelas Pasal 31  Ayat (1)   Cukup jelas  Ayat (2)   Cukup jelas  Ayat (3)   Larangan perangkapan jabatan dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan tumpang tindih kewenangan, tugas, dan tanggung jawab antara Pembina, Pengurus dan Pengawas yang dapat merugikan kepentingan Yayasan atau pihak lain. Pasal 32  Cukup jelas Pasal 33  Cukup jelas Pasal 34
 Cukup jelas Pasal 35  Ayat (1)   Cukup jelas  Ayat (2)   Cukup jelas  Ayat (3)   Yang dimaksud dengan "pelaksana kegiatan" adalah Pengurus harian Yayasan yang melaksanakan kegiatan Yayasan sehari-hari.  Ayat (4)   Cukup jelas  Ayat (5)   Cukup jelas Pasal 36  Cukup jelas Pasal 37  Ayat (1)   Cukup jelas  Ayat (2)   Jika Pengurus melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama Yayasan, Anggaran Dasar dapat membatasi kewenangan tersebut dengan menentukan bahwa untuk perbuatan hukum tertentu diperlukan persetujuan terlebih dahulu dari Pembina dan/atau Pengawas, misalnya untuk menjaminkan kekayaan Yayasan guna membangun sekolah atau rumah sakit. *12722 Pasal 38  Cukup jelas Pasal 39  Cukup jelas Pasal 40  Ayat (1)   Cukup jelas  Ayat (2)   Cukup jelas  Ayat (3)   Cukup jelas  Ayat (4)   Lihat penjelasan Pasal 31 ayat (3) Pasal 41  Cukup jelas Pasal 42  Cukup jelas Pasal 43  Cukup jelas Pasal 44  Cukup jelas Pasal 45  Cukup jelas Pasal 46  Cukup jelas
Pasal 47  Cukup jelas Pasal 48  Cukup jelas Pasal 49  Ayat (1)   Cukup jelas  Ayat (2)   Ketentuan dalam ayat ini mewajibkan Yayasan melaporkan secara rinci tentang berbagai transaksi yang dilakukan oleh Yayasan dengan pihak lain. Hal tersebut merupakan cerminan dari asas keterbukaan dan akuntabilitas pada masyarakat yang harus dilaksanakan oleh Yayasan dengan sebaik-baiknya. Pasal 50  Ayat (1)   Laporan harus ditandatangani oleh semua Pengurus dan Pengawas karena laporan tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban Pengurus dan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya.   Apabila diantara Pengurus atau Pengawas ada yang tidak menandatangani, alasan atau penyebab tidak menandatangani laporan tersebut harus dijelaskan secara tertulis sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh rapat Pembina.  Ayat (2)   Cukup jelas  Ayat (3)   Pengesahan laporan oleh rapat Pembina berarti pemberian  *12723 pelunasan dan pembebasan tanggung jawab kepada Pengurus dan kepada Pengawas, selama tahun buku yang bersangkutan. Pasal 51 Yang dimaksud dengan "pihak yang dirugikan" adalah Yayasan yang bersangkutan, masyarakat, dan/atau Negara. Pasal 52  Ayat (1)   Penempelan ikhtisar laporan tahunan Yayasan pada papan pengumuman ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat dibaca oleh masyarakat.  Ayat (2)   Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan agar bantuan yang diterima oleh Yayasan atau Yayasan yang mempunyai kekayaan dalam jumlah tertentu, dapat diketahui oleh masyarakat sesuai dengan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas.  Ayat (3)   Cukup jelas  Ayat (4)   Cukup jelas  Ayat (5)   Cukup jelas Pasal 53  Cukup jelas Pasal 54  Ayat (1)   Cukup jelas
 Ayat (2)   Yang dimaksud dengan "ahli" adalah mereka yang memiliki keahlian sesuai dengan masalah yang akan diperiksa.  Ayat (3)   Cukup jelas. Pasal 55  Cukup jelas Pasal 56  Cukup jelas Pasal 57  Cukup jelas Pasal 58  Cukup jelas Pasal 59  Cukup jelas Pasal 60  Cukup jelas Pasal 61  Cukup jelas Pasal 62  Cukup jelas Pasal 63  Ayat (1)   Ketentuan dalam ayat ini menegaskan bahwa kekayaan Yayasan yang dibubarkan harus dibereskan (likuidasi). Dengan pembubaran tersebut, keberadaan Yayasan masih  *12724 tetap ada sampai pada saat likuidator dibebaskan dari tanggung jawab.  Ayat (2)   Cukup jelas  Ayat (3)   Cukup jelas  Ayat (4)   Cukup jelas Pasal 64  Ayat (1)   Cukup jelas  Ayat (2)   Dalam hal pembubaran Yayasan berdasarkan putusan Pengadilan, penunjukan likuidator ditetapkan oleh Pengadilan, sedangkan penunjukan kurator hanya apabila Yayasan dinyatakan pailit.  Ayat (3)   Cukup jelas Pasal 65  Cukup jelas Pasal 66  Cukup jelas Pasal 67  Cukup jelas Pasal 68
 Cukup jelas Pasal 69  Cukup jelas Pasal 70  Cukup jelas Pasal 71  Ayat (1)   Cukup jelas  Ayat (2)   Cukup jelas  Ayat (3)   "Pihak yang berkepentingan" adalah pihak-pihak yang mempunyai kepentingan langsung dengan Yayasan. Pasal 72  Cukup jelas Pasal 73  Cukup jelas 
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4132 
LAMPIRAN LIHAT FISIK

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Karyawan Swasta



Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
Dalam dunia kerja, kita lazim mendengar istilah Pemutusan Hubungan Kerja atau yang sering disingkat dengan kata PHK. PHK sering kali menimbulkan keresahan khususnya bagi para pekerja. Bagaimana tidak?  Keputusan PHK ini akan berdampak buruk bagi kelangsungan hidup dan masa depan para pekerja yang mengalaminya.  Bagaimana aturan Pemutusan Hubungan Kerja menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan?

Apa yang dimaksud dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.

Apa yang menyebabkan hubungan kerja dapat berakhir?
Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila :
  • pekerja meninggal dunia
  • jangka waktu kontak kerja telah berakhir
  • adanya putusan pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
  • adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Jadi, pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang ditentukan, wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.

Apa yang dimaksud dengan PHK sepihak oleh perusahaan/majikan?
Perusahaan dapat melakukan PHK apabila pekerja melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (PKB). Akan tetapi sebelum mem-PHK, perusahaan wajib memberikan surat peringatan secara 3 kali berturut-turut. Perusahaan juga dapat menentukan sanksi yang layak tergantung jenis pelanggaran, dan untuk pelanggaran tertentu, perusahaan bisa mengeluarkan SP 3 secara langsung atau langsung memecat. Semua hal ini diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahan masing-masing. Karena setiap perusahaan mempunyai peraturan yang berbeda-beda.

Selain karena kesalahan pekerja, pemecatan mungkin dilakukan karena alasan lain. Misalnya bila perusahaan memutuskan melakukan efisiensi, penggabungan atau peleburan, dalam keadaan merugi/pailit. PHK akan terjadi karena keadaan diluar kuasa perusahaan.

Bagi pekerja yang diPHK,  alasan PHK berperan besar dalam menentukan apakah pekerja tersebut berhak atau tidak berhak atas uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak.  Peraturan mengenai uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak diatur dalam pasal 156, pasal 160 sampai pasal 169 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Atas dasar apa, perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)?
Menurut UU No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak perusahaan dapat saja melakukan PHK dalam berbagai kondisi seperti di bawah ini:
a.      Pengunduran diri secara baik-baik atas kemauan sendiri
Bagi pekerja yang mengundurkan diri secara baik-baik tidak berhak mendapat uang pesangon sesuai ketentuan pasal 156 ayat 2. Yang bersangkutan juga tidak berhak mendapatkan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 tetapi berhak mendapatkan uang penggantian hak mendapatkan 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4.
Apabila pekerja tersebut mengundurkan diri secara mendadak tanpa mengikuti prosedur sesuai ketentuan yang berlaku (diajukan 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri) maka pekerja tersebut hanya mendapatkan uang penggantian hak. Tetapi kalau mengikuti prosedur maka pekerja tersebut mendapatkan uang pisah yang besar nilainya berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau peraturan perusahaan.

b.      Pengunduran diri secara tertulis atas kemauan sendiri karena berakhirnya hubungan kerja
Bagi pekerja kontrak yang mengundurkan diri karena masa kontrak berakhir, maka pekerja tersebut tidak mendapatkan uang pesangon sesuai ketentuan pasal 154 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 juga uang pisah tetapi berhak atas penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4.

c.     Pengunduran diri karena mencapai usia pensiun.
Mengenai batasan usia pensiun perlu disepakati antara pengusaha dan pekerja dan dituangkan dalam perjanjian kerja bersama atau peraturan perusahaan. Batasan usia pensiun yang dimaksud adalah penentuan usia berdasarkan usia kelahiran dan berdasarkan jumlah tahun masa kerja.
Contoh :
Seseorang pekerja dikatakan pensiun apabila sudah mencapai usia 55. Apabila seorang pekerja sudah mencapai usia 55 tahun maka secara otomatis dikategorikan pensiun walaupun masa kerjanya belum mencapai 25 tahun. Tetapi sebaliknya walaupun usianya belum mencapai 55 tahun tetapi lama masa kerja sudah mencapai 25 tahun berturut-turut di perusahaan yang sama maka pekerja tersebut dikategorikan pensiun. Apa pun kategori pensiunnya, pekerja tersebut berhak mendapat uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4 tetapi tidak berhak mendapat uang pisah

d.      Pekerja melakukan kesalahan berat
Kesalahan apa saja yang termasuk dalam kategori kesalahan berat?
  • Pekerja telah melakukan penipuan, pencurian, penggelapan barang dan atau uang milik perusahan.
  • Pekerja memberikan keterangan palsu atau yang dipalsukan sehingga merugikan perusahan.
  • Pekerja mabuk, minum - minuman keras, memakai atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat aktif lainnya, dilingkungan kerja.
  • Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja.
  • Menyerang, menganiaya, mengancam, atau mengintimidasi, teman sekerja atau perusahaan dilingkungan kerja.
  • Membujuk teman sekerja atau perusahaan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang.
  • Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan.
  • Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau perusahaan dalam keadaan bahaya ditempat kerja.
  • Membongkar atau membocorkan rahasia perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara.
  • Melakukan perbuatan lainnya dilingkungan perusahaan yang diancam hukuman pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Pekerja yang diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan kesalahan berat hanya dapat memperoleh uang pengganti hak sedang bagi pekerja yang tugas dan fungsi tidak mewakili kepentingan perusahaan secara langsung,selain memperoleh uang pengganti, juga diberikan uang pisah yang besarnya diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, dan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

e.      Pekerja ditahan pihak yang berwajib.
Perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja setelah 6 (enam) bulan tidak melakukan pekerjaan yang disebabkan masih dalam proses pidana. Dalam ketentuan bahwa perusahaan wajib membayar kepada pekerja atau buruh uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ditambah uang pengganti hak.
Untuk Pemutusan Hubungan Kerja ini tanpa harus ada penetapan dari lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial tetapi apabila Pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum 6 (enam) bulan dan pekerja dinyatakan tidak bersalah, perusahaan wajib mempekerjakan kembali.

f.        Perusahaan/perusahaan mengalami kerugian
Apabila perusahaan bangkrut dan ditutup karena mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja.
Syaratnya adalah harus membuktikan kerugian tersebut dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik. Dan perusahaan wajib memberikan uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan dan uang pengganti hak.

g.      Pekerja mangkir terus menerus
Perusahaan dapat memutuskan hubungan kerja apabila pekerja tidak masuk selama 5 hari berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi bukti-bukti yang sah meskipun telah dipanggil 2 kali secara patut dan tertulis oleh perusahaan. Dalam situasi seperti ini, pekerja dianggap telah mengundurkandiri. Keterangan dan bukti yang sah yang menunjukkan alasan pekerja tidak masuk, harus diserahkan paling lambat pada hari pertama pekerja masuk kerja dan untuk panggilan patut diartikan bahwa panggilan dengan tenggang waktu paling lama 3 hari kerja dengan di alamatkan pada alamat pekerja yang bersangkutan atau alamat yang dicatatkan pada perusahaan.
Pekerja yang di-PHK akibat mangkir,  berhak menerima uang pengganti hak dan uang pisah yang besarnya dalam pelaksanaannya diatur dalam Perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama.

h.      Pekerja meninggal dunia
Hubungan kerja otomatis akan berakhir ketika pekerja meninggal dunia. Perusahaan berkewajiban untuk memberikan uang yang besarnya 2 kali uang pesangon, 1 kali uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak. Adapun sebagai ahli waris janda/duda atau kalau tidak ada anak atau juga tidak ada keturunan garis lurus keatas/kebawah selam tidak diatur dalam perjanjian kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama.

i.        Pekerja melakukan pelanggaran
Di dalam hubungan kerja ada suatu ikatan antara pekerja dengan perusahaan yang berupa perjanjian kerja , peraturan perusahaan,dan Perjanjian Kerja Bersama yang dibuat oleh perusahaan atau secara bersama-sama antara pekerja/serikat pekerja dengan perusahaan, yang isinya minimal hak dan kewajiban masing-msing pihak dan syarat-syarat kerja, dengan perjanjian yang telah disetujui oleh masing-masing pihak diharapkan didalam implementasinya tidak dilanggar oleh salah satu pihak.
Pelanggaran terhadap perjanjian yang ada tentunya ada sangsi yang berupa teguran lisan atau surat tertulis, sampai ada juga yang berupa surat peringatan. Sedang untuk surat peringatan tertulis dapat dibuat surat peringatan ke I, ke II, sampai ke III. masing-masing berlakunya surat peringatan selam 6 bulan sehingga apabila pekerja sudah diberi peringatan sampai 3 kali berturut-turut dalam 6  bulan terhadap pelanggaran yang sama maka berdasarkan peraturan yang ada kecuali ditentukan lain yang ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan ,Perjanjian kerja Bersama, maka perusahaan dapat melakukan pemutusan hubungan kerja. Perusahaan Berkewajiban memberikan uang pesangon 1 dari ketentuan, uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan dan uang pengganti hak yang besarnya ditentukan dalam peraturan yang ada.

j.    Perubahan status, penggabungan, pelemburan atau perubahan kepemilikan
Bagi pekerja yang diakhiri hubungan kerjanya karena alasan tersebut di atas maka :
  • Pekerja yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerjanya, pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 1 kali sesuai ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali sesuai pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4 dan tidak berhak mendapatkan uang pisah.
  • Perusahaan tidak bersedia menerima pekerja di perusahaannya maka bagi pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 2 dan uang penghargaan masa kerja pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 4 dan tidak berhak mendapat uang pisah.
k.    Pemutusan Hubungan Kerja karena alasan Efisiensi
Bagi pekerja yang mengakhiri hubungan kerjanya karena efisiensi maka pekerja tersebut berhak atas uang pesangon 2 kali ketentuan pasal 156 ayat 3 dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat 3 dan uang penghargaan masa kerja 1 kali ketentuan pasal 156 ayat 4 tetapi tidak berhak mendapatkan uang pisah.

Dalam hal apa, perusahaan dilarang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja?
Perusahaan dilarang melakukan PHK dengan alasan :
  • Pekerja berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus-menerus
  • Pekerja berhalangan menjalankan pekerjaannya, karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
  • Pekerja menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya
  • Pekerja menikah
  • Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya
  • Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan dengan pekerja lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
  • Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja, pekerja melakukan kegiatan serikat pekerja di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan perusahaan, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
  • Pekerja yang mengadukan perusahaan kepada yang berwajib mengenai perbuatan perusahaan yang melakukan tindak pidana kejahatan
  • Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan
  • Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

Apa yang dimaksud dengan pekerja yang mengundurkan diri?
Pekerja mengundurkan diri karena berbagai hal diantaranya pindah kerja ke tempat lain, berhenti karena alasan pribadi, dll. Pekerja dapat mengajukan pengunduran diri kepada perusahaan tanpa paksaan/intimidasi tapi pada prakteknya, pengunduran diri kadang diminta paksa oleh pihak perusahaan meskipun Undang-Undang melarangnya.
Untuk mengundurkan diri, pekerja harus memenuhi syarat :
•          Pekerja wajib mengajukan permohonan selambatnya 30 hari sebelumnya
•          Pekerja tidak memiliki ikatan dinas
•          Pekerja tetap melaksanakan kewajiban sampai mengundurkan diri.
Pekerja yang mengajukan pengunduran diri hanya berhak atas kompensasi uang pisah, uang penggantian hak cuti dan kesehatan dan biaya pengembalian ke kota asal penerimaan. Akan tetapi Undang – Undang tidak mengatur hak apa saja yg diterima pekerja yang mengundurkan diri, semua itu diatur sendiri oleh perusahaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Pekerja yang berhenti karena kemauan sendiri tidak mendapat uang pesangon ataupun uang penghargaan, beda halnya dengan pekerja yang diPHK. Pekerja mungkin mendapatkan uang kompensasi lebih bila diatur lain lewat perjanjian kerja.

Apa yang dimaksud dengan pekerja yang habis masa kontraknya?
Pekerja yang habis masa kontraknya adalah pekerja yang hubungan kerjanya telah berakhir seperti yang tertera dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Apabila pekerja tidak melanggar peraturan perusahaan dalam pelaksanaan PKWT ini, maka PHK yang terjadi termasuk kategori putus demi hukum. PHK semacam ini tidak mewajibkan perusahaan untuk memberikan uang pesangon, uang penghargaan maupun uang penggantian hak.

Bagaimana perhitungan uang pesangon apabila terjadi PHK?
Perhitungan uang pesangon yang ditetapkan berdasarkan pasal 156 ayat 2 Undang – Undang no. 13 tahun 2003 adalah :
  • masa kerja kurang dari 1 tahun  = 1 bulan upah
  • masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun = 2 bulan upah
  • masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun = 3 bulan upah
  • masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun = 4 bulan upah
  • masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun = 5 bulan upah
  • masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 6 bulan upah
  • masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun  = 7 bulan upah
  • masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun  = 8 bulan upah
  • masa kerja 8 tahun atau lebih = 9 bulan upah

Bagaimana perhitungan uang penghargaan apabila terjadi PHK?
Perhitungan uang penghargaan berdasarkan pasal 156 ayat 3 Undang – Undang no. 13 tahun 2003 sebagai berikut :
  • masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun = 2 bulan upah
  • masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun = 3 bulan upah
  • masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun = 4 bulan upah
  • masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun = 5 bulan upah
  • masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun = 6 bulan upah
  • masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun = 7 bulan upah
  • masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun = 8 bulan upah
  • masa kerja 24 tahun atau lebih = 10 bulan upah.

Apa saja uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh pekerja apabila terjadi PHK?
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima berdasarkan pasal 156 UU No.13/2003 :
  • Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
  • Biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja
  • Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
  • Hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusanaan atau perjanjian kerja bersama

Apa saja komponen yang digunakan dalam perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan?
Komponen upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas :
  • upah pokok
  • segala macam bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja dan keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja dengan subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga yang harus dibayar oleh pekerja.
Berapa banyak uang pesangon, uang penghargaan, uang penggantian hak dan uang pisah yang diterima untuk berbagai jenis alasan PHK?
Untuk memudahkan, berikut adalah tabel banyaknya uang pesangon, uang penghargaan, uang penggantian hak dan uang pisah yang diterima untuk berbagai jenis alasan PHK :
Jenis PHK
Uang Pesangon (X Gaji per bulan)
Uang Penghargaan (X Gaji per bulan)
Uang Penggantian Hak (X Gaji per bulan)
Uang Pisah (X Gaji per bulan)
Pengunduran diri secara baik-baik


1X

Pengunduran diri mengikuti prosedur 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri


1X
1X
Berakhirnya kontrak kerja waktu tertentu untuk pertama kali


1X

Pekerja Mencapai Usia Pensiun Normal
2X
1X
1X

Pekerja Meninggal Dunia
2X
1X
1X

Pekerja Melakukan Kesalahan Berat


1X
1X
Pekerja Melakukan Pelanggaran Ringan
1X
1X
1X

Perubahan Status, Penggabungan, Peleburan & Pekerja Tidak Bersedia
1X
1X
1X

Perubahan Status, Penggabungan, Peleburan & Pengusaha Tidak Bersedia
2X
1X
1X

Perusahaan Tutup Karena Merugi
1X
1X
1X

Perusahaan melakukan efisiensi
2X
1X
1X

Perusahaan Pailit
1X
1X
1X

Pekerja Mangkir Terus-Menerus


1X
1X
Pekerja Sakit Berkepanjangan dan cacat akibat kecelakaan kerja
2X
2X
1X

Pekerja ditahan oleh pihak berwajib

1X
1X


Adakah contoh kasus untuk memperjelas bagaimana perhitungan uang pesangon, uang penghargaan, uang penggantian hak dan uang pisah?
Ada. Contoh kasus : Bp. Sarwono adalah karyawan PT. Makmur Jaya yang bergerak dalam bidang peralatan kesehatan dengan masa kerja 14 tahun. Dua tahun terakhir pemesanan terus menurun sehingga perusahaan harus melakukan pengurangan beberapa karyawannya termasuk Bp. Sarwono.  Gaji terakhir yang diterima Bp. Sarwono adalah Rp. 4.300.000,- dengan perincian sbb
  1. Gaji pokok                       : Rp. 2.400.000
  2. Tunjangan Tetap               :
    • Tunjangan masa kerja      : Rp. 400.000
    • Tunjangan jabatan            : Rp. 400.000
3. Tunjangan Tidak Tetap      :
  • Tunjangan makan             : Rp. 550.000
  • Tunjangan kehadiran        : Rp. 550.000
Bp. Sarwono juga masih memiliki sisa cuti tahunan berbayar yang belum diambil yaitu sebanyak 7 hari. Menurut informasi tersebut, berapa uang pesangon, penghargaan, dan penggantian hak yang harus diterima Bp. Sarwono?
Alasan PHK Bp. Sarwono adalah dikarenakan perusahaan melakukan efisiensi. Seperti yang  dijelaskan pada bagan tabel sebelumnya, maka Bp. Sarwono berhak atas uang pesangon sebanyak 2 kali upah/bulan, uang penghargaan masa kerja 1 kali upah/bulan dan uang penggantian hak.
Total uang pesangon yang diterima Bp. Sarwono untuk masa kerja 14 tahun adalah :
  • Uang pesangon : 2 x pasal 156 ayat 2 = 2 x 9 bulan = 18 bulan
  • Uang penghargaan masa kerja : 1 x pasal 156 ayat 3 = 1 x 5 bulan = 5 bulan
  • Uang penggantian hak : 15% (a+b) + sisa cuti 7 hari belum diambil.
Sesuai ketentuan, untuk menghitung pesangon adalah upah pokok ditambah tunjangan tetap : Rp. 2.400.000  + (Rp. 400.000  + Rp. 400.000) = Rp. 3.200.000
Jadi, uang pesangon 18 bulan = 18 x Rp. 3.200.000  = Rp.57.600.000
Uang penghargaan masa kerja 5 bulan = 5 x Rp. 3.200.000 = Rp. 16.000.000
Uang penggantian hak = 15% (18+5) =15% x 23 x Rp. 3.200.000 = Rp. 11.040.000
Sisa cuti 7 hati yang belum diambil = Rp. 3.200.000 : 30 hari x 7 hari = Rp. 746.000

Maka total uang yang diterima oleh Bp. Sarwono adalah sebesar :
a + b + c + sisa cuti = Rp. 57.600.000 + Rp.16.000.000  + Rp.11.040.000 + Rp. 746.600 = Rp. 85.386.600

Apakah peraturan mengatur mengenai jangka waktu pengunduran diri?
Dalam Pasal 162 ayat (3) Undang – Undang No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan diatur mengenai syarat bagi pekerja/buruh yang mengundurkan diri adalah:
a)      mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
b)      tidak terikat dalam ikatan dinas; dan
c)      tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.

Syarat pengunduran diri pekerja ini juga dapat dilihat dalam Pasal 26 ayat (2) Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 78/2001 tentang Perubahan Kepmenaker No. 150/2000 tentang PHK, Pesangon, dan lainnya yang berbunyi:
a)      pekerja/buruh mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis dengan disertai alasannya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri;
b)      pekerja/buruh tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri;
c)      pekerja/buruh tidak terikat dalam Ikatan dinas.

Dalam waktu paling lambat 14 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri (tanggal terakhir bekerja), pengusaha harus memberikan jawaban atas permohonan pengunduran diri tersebut. Dan dalam hal pengusaha tidak memberi jawaban dalam batas waktu 14 hari, maka pengusaha dianggap telah menyetujui pengunduran diri secara baik tersebut (Pasal 26 ayat [3] dan [4] Kepmenakertrans 78/2001).

Dari ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat kita lihat bahwa hukum ketenagakerjaan Indonesia menetapkan permohonan pengunduran diri paling lambat/setidaknya harus sudah diajukan 30 hari atau sering dikenal dengan “one month notice” sebelum tanggal pengunduran diri/tanggal terakhir bekerja. Sehingga, UUK maupun Kepmenakertrans tidak menetapkan batas maksimal permohonan pengunduran diri diajukan tapi justru menetapkan paling lambat 30 hari sebelum tanggal pengunduran diri.

Apa syarat dan ketentuan mengenai pengunduran diri secara sukarela?
Pasal 162 ayat [3] UU No.13/2003 mengenai Ketenagakerjaan, menyatakan bahwa syarat dan ketentuan untuk melakukan pengunduran diri adalah :
  1. Permohonan disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum off (tidak lagi aktif bekerja). Hal ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada pengusaha untuk mencari pengganti yang baru dan/atau melakukan transfer of knowledge bagi karyawan baru (pengganti);
  2. Tidak ada sangkutan “ikatan dinas”;
  3. Harus tetap bekerja sampai hari yang ditentukan (maksimal 30 hari).
Apakah pekerja yang mengundurkan diri berhak mendapatkan uang pesangon dan/atau uang penghargaan?
Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak diatur mengenai “hak pesangon” bagi pekerja yang mengundurkan diri secara sukarela. Hak pesangon yang dimaksud disini adalah uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.
Namun, bagi karyawan yang mengundurkan diri atas kemauan sendiri hanya berhak atas Uang Penggantian Hak (Pasal 162 ayat (1) UU No.13/2003).
Berdasarkan ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU No.13/2003, Uang Penggantian Hak meliputi:
  1. Hak cuti tahunan yang belum diambil (belum gugur) saat timbulnya di masa tahun berjalan, perhitungannya: 1/25 x (upah pokok + tunjangan tetap) x sisa masa cuti yang belum diambil.
  2. Biaya ongkos pulang ke tempat (kota) di mana diterima pada awal kerja (beserta keluarga).
  3. Uang penggantian perumahan/pengobatan 15%* dari UP dan UPMK (berdasarkan Surat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi kepada para Kepala Dinas yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan No. 600/MEN/SJ-HK/VIII/2005 tanggal 31 Agustus 2005).
*Catatan: Uang ini tidak didapatkan bagi yang resign (mengundurkan diri secara sukarela), karena faktor perkaliannya (yakni Uang pesangon dan Uang Penghargaan Masa Kerja) nihil. Sehingga: 15% x nihil = nol.
  1. Hal-hal lain yang timbul dari perjanjian (baik dalam perjanjian kerja, dan/atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama), seperti bonus, insentif dan lain-lain yang memenuhi syarat.
Hak Penggantian Hak di atas hanya dapat diperoleh jika syarat dan ketentuan mengenai pengunduran diri (resign) dipatuhi dan/atau dipenuhi. Maksudnya hak atas Uang Penggantian Hak hanya dapat diberikan jika syarat dan ketentuan mengenai pengunduran diri sudah dijalankan sesuai ketentuan. Walaupun pengusaha dapat melepaskan haknya jika pekerja menyimpang dari ketentuan dimaksud, khususnya mengenai jangka waktu 30 hari sebelum benar-benar off (tidak lagi aktif bekerja) atau melepaskan haknya atas ikatan dinas.

Sumber
Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja
Indonesia. Kepmen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 78/2001 tentang Perubahan Kepmenaker No. 150/2000 tentang PHK, Pesangon, dan lainnya