Rabu, 27 Februari 2013

Kandidiasis



BAB I
PENDAHULUAN


1.      1. LATAR BELAKANG

Mikologi berasal dari kata “myces” yang berarti jamur dan “logos” berarti limu. Mikologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang jamur. Jamur adalah jenis tumbuhan rendah yang tidak memiliki khlorofil (pigmen hijau daun), sehingga tidak mampu mensintesis zat-zat makanan sendiri dalam tubuhnya. Untuk melangsungkan hidupnya, jamur mentergantungkan dirinya pada organisme lain, sehingga jamur ini tergolong organisme heterotrofik.
Penyakit infeksi masih tetap merupakan problem utama kesehatan di Indonesia. Penyakit infeksi jamur selama ini relative jarang dibicarakan.Karena itulah seringkali pasien yang terinfeksi jamur tidak terdeteksi,sehingga seringkali terjadi keterlambatan pengobatan yang berakibat fatal. Oleh karena itu untuk mencegah keterlambatan diagnosa infeksi jamur maka hendaknya kita mengenali gejala ,sifat dan efek dari infeksi yang ditimbulkan oleh jamur dengan berbagai cara menggunakan tehnik yang tepat,bertambahnya kecepatan tumbuh jamur sebagai akibat cara pengobatan modern, terutama penggunaan antibiotik berspektrum luas, atau kombinasi dari berbagai antibiotik ,penggunaan kortikosteroid dan obat imunosuppressif lainnya serta penggunaan sitostika,terdapatnya factor predisposisi yaitu penyakit kronik yang berat termasuk penyakit keganasan. Semakin tinggi umur harapan hidup akan meningkatkan insiden penyakit jamur, mobilitas dari manusia tinggi sehingga kemungkinan memasuki daerah endemis fungi patogen semakin tinggi.
Kandidiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai species Candidi, terutama Candida albicans. Jamur ini dapat ditemukan pada orang sehat sebagai saprofit di dalam alat pencernaan, vagina, kecuali Candida albicans dapat ditemukan ditempat lain. Candida albikans merupakan spesies candida yang paling sering menyebabkan candidiasis pada manusia, baik Candidiasis supesfisialis maupun sistemik. Candida dapat menyebabkan penyakit sistemik progresif pada penderita yang lemah atau system imunnya tertekan. Berbeda dengan kebanyakan jamur pada umumnya, maka Candida hidup komensal di dalam rongga pipi (buccal cavity) manusia. Infeksi pada manusia bila daya tahan tubuh menurun.
Sesuatu yang unik namun menarik perhatian ialah bahwa meskipun spora jamur mudah menyebar kemana – mana , namun sangat jarang terjadi penularan penyakit jamur dari seseorang keorang lain. Candida albicans yang menyebabkan Candidiasis bersifat parasitic obligatoir dan mengadakan simbiose dengan tuan rumahnya sampai suatu saat terjadi atau terdapat faktor– faktor predisposisi tertentu terutama proses – proses devitalisasi (mendapatkan terapi antibiotika, atau steroid atau radiomimetic jangka panjang, ataupun menderita penyakit – penyakit kronis berat). Pada keadaan –keadaan tersebut mekanisme pertahanan tubuh yang dalam keadaan normal mampu mengontrol pertumbuhan dan patogenitas jamur menjadi berkurang ; dan dalam hal seperti ini jamur Candida yang tadinya bersifat safrofit menjadi patogen, dan terjadilah suatu infeksi opportunistic.
Telah di buktikan adanya antibody terhadap Candida albicans dalam darh manusia sejak usia 6-8 bulan dan bahwa factor atau antibody tersebut menurun pada keadaan leukemia akut, stadium akhir leukemia kronik retikulosis maligna , multiple myeloma dan mieiosis oritremik.
Klasifikasi  Mikosis dibagi menjadi 3 pembagian utama jamur :
1.                                         Infeksi jamur superficial (superfisialis mycoses), menyerang kulit dan selaput mukosa (pityriasis versicolor, dermatophytosis,superficial candidiosis).
2.                                         Infeksi jamur subkutan (subcutaneous mycoses),menyerang jaringan subkutan dan struktur sekitarnya termasuk kulit dan tulang (mycetoma,chromomycosis, sporotricosis ).
3.                                         Infeksi jamur sistemik (systemic mycoses),menyerang jaringan organ di dalam tubuh ( deep viscera ).
Infeksi jamur sistemik adalah  infeksi jamur yang menyerang organ dalam misalnya paru, hati, limpa, tractus gastrointestinal dan menyebar lewat aliran darah atau getah bening.  
Mikosis yang biasanya menyerang lapisan superficial dari kulit atau selaput lender yang secara klinis tidak Nampak sebagai “trush”, intertrigo, vulvovaginitis, pronychia atau onychomycosis. Ulkus atau pseudo-membran bias terbentuk di esophagus, lambung atau usus. Candinemia paling sering terjadi sebagai akibat dari kateterisasi intravaskuler dan bisa menimbulkan lesi di berbagai organ tubuh seperti ginjal, limpa, paru-paru, hati, mata, selaput otak, otak dan kelep jantung atau sekitar katup jantung prostetik.

















BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1. Aspek Klinis dan Laboratoris

Manusia terinfeksi jamur ini secara eksogen, misalnya tertelan, kontak langsung pada kulit atau dengan suntikan terutama terjadi pada bayi. Infeksi secara endogen terjadi pada orang dewasa. Kandidiasis dapat timbul berdasarkan faktor predisposisi pada seseorang. Factor predisposisi ini dapat berupa keadaan lemah (bayi, lansia, penyakit menahun), defisiensi vitamin terutama vitamin B-2, Diabetes Melitus, kehamilan, penyakit darah, keadaan basah terus menerus pada suatu tempat (keringatan, diare, kompres, tukang cuci, dan lainnya), pemakaian obat antibiotik, kortikosteroid dan sitostatik yang berlebihan serta pil anti hamil. Gangguan kemampuan mempertahankan imunitas (Hipoimunoglobulinenemia) merupaka dasar Kandidiasis menahun.

2.2  Macam-Macam Kandidiasis

Terdapat beberapa bentuk gambaran klinik penyakit Kandidiasis yang sering ditemui di daerah iklim trafis berdasarkan lokasi diserang dan lokasi lesi ditemukan. Sebagai berikut seperti kandidiasis yang menyerang kulit & selaput lendir, kandidiasis bronkus, kandidasis peru-paru, kandidiasis sistemik, kandidasis urogenitalis, serta karena reaksi alergi.

A.    Kandidiasis Kulit dan Selaput Lendir.

Kelainan kulit biasanya mengenai lipatan-lipatan kulit misalnya di bawah payudara, ketiak, lipatan paha serta sela-sela jari kaki dan tangan. Kelainan pada pantat dan daerah urogenitalia pada bayi disebut “diaper rash” dimana kulit biasanya berwarna merah (eritema), agak basah dan pada bagian tepi tampak vesikel dan sisik halus. Batas kelainan tegas, keluhan penderita terutama gata-gatal. Apabila menyerang mulut terjadi stomatitis, bentuk khas disebut “oral thrush”, keluhan lain adalah nyeri. Terutama waktu makan atau minum. Pada vagina, jamur ini menyebabkan vulvovaginitis dengan gejala Fluor albus dan rasa Diagnosa dibuat dengan evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium maupun gejala klinis dari Candidiasis. Hasil pemeriksaan laboratorium yang paling penting ditemukan di bawah mikroskop adanya pseudohyphae dan atau sel ragi pada jaringan yang terinfeksi atau pada cairan tubuh.

B.     Kandidiasis Bronkus (Bronchial Candidiasis).

          Pada Candidiasis bronkus dinding mukosa bronkus tampak diselaputi oleh plak – plak sama seperti yang menutupi mukosa mulut dan tenggorokan pada  Candidiasis mulut dan tenggorokan. Pasien mengeluh batuk – batuk keras , dahak sedikit dan mengental dan berwarna seperti susu. Untuk menetapkan bahwa seseorang menderita Candidiasis broncus harus diperiksa dan dijumpai kepositifan organisme ini didahak secara berulang karena Candida dalan keadaan normal ditemukan sebagai safrofit pada rongga mulut dan pipi.
Jamur yang menginfeksi bronkus dan cabang-cabangnya, dengan gejala yang menyerupai gejala infeksi yang disebabkan oleh sebab lain. Pada bronkiektasis dapat tejadi Kandidiasis sekunder.

C.    Kandidiasis Paru (Pulmonary Candidiasis).

Kandidiasis paru, pasien biasanya tampak lebih sakit mengeluh demam dengan pernafasan dan nadi yang cepat. Batuk–batuk,hemaptoe sesak dan nyeri dada . Pada foto dada biasa tampak pengaburan dengan  batas tidak jelas terutama dilapangan bawah paru. Bayangan lebih padat atau bahkan efusi pleura bisa juga terjadi atau dijumpai pada foto dada. Diagnose dengan menemukan jamur Kandida di sputum serta kultur yang positif dengan medium agar Sabouraund pada pemeriksaan berulang – ulang.
Jamur menginfeksi paru dan dapat menimbulkan pneumoni lobaris dan keadaan umum pasien dapat memburuk. Gejala klinik dan penyebaranya juga dapat memyerupai Tuberkulosis Paru. Infeksi Candida dapat merupakan infeksi sekunder pada Karsinoma paru, tuberculosis paru atau penyakit lain.

D.    Kandidiasis Sistemik.

Kandidiasi dapat tejadi sebagai akibat terjadinya penyebaran secara hematogen dari focus infeksi ke berbagai alat organ dalam atau sebagai akibat pemasangan infus dan suntikan.

E.     Kandidiasis Urogenitalia.

Infeksi saluran kencing sebagai infeksi asendens dari vagina, endoftalmia dan endokarditis, meningitis dan septicemia.

F.     Kandidi- id.

Candidi-id adalah kelainan pada kulit berdasarkan reaksi dengan membentuk vesikel-vesikel bebas jamur, sedangkan jamurnya (Candida) terdapat di bagian lain dari tubuh. Lokalisasinya biasanya pada telapak tangan, kaki dan jari-jari dengan gejala gatal-gatal.

2.3. Penyebab, Distribusi dan Cara Penularan Penyakit.

Kandidiasis atau Candidiasis disebabkan oleh jamur antara lain Candida albicans, Candida tropicalis, Candida dubliniensis dan kadang-kadang spesies lain dari Candida. Candida (Torulopsis) glabrata dibedakan dari Candida lain penyebab Candidiasis, yaitu infeksi dengan Candida torulopsis kurang membentuk pseudohyphae pada jaringan.

A.    Penyebaran Kandidiasis.

Jamur Candida tersebar di seluruh dunia. Jamur Candida albicans kadang-kadang merupakan flora normal pada manusia. Reservoir Candida adalah manusia.

B.     Cara Penularan

Adapun cara penularan Candida karena kontak secret atau ekskret dari mulut, kulit, vagina dan faeses, dari penderita ataupun carrier, atau tertulari melalui jalan lahir pada saat bayi dilahirkan atau penularan endogen.

C.    Masa Inkubasi.

Masa inkubasi atau masa sejak masuknya jamur Candida di dalam tubuh sampai timbulnya gejala penyakit Candidiasis adalah bervariasi antara 2 – 5 hari untuk lesi mulut pada anak.

D. Masa Penularan Penyakit.

Masa penularan penyakit diasumsikan akan menular ketika saat sudah ditemukan lesi.
                                                                                   
2.4. Kekebalan dan Kerentanan.

Hampir selalu ditemukan spesies Candida di dalam dahak, tenggorokan, faeses dan urine tanpa ada gejala klinis sebagai bukti rendahnya patogenesis candida tersebut dan sebagai bukti adanya imunitas yang luas di kalangan masyarakat.
Lesi mulut banyak ditemukan, biasanya ringan dan muncul pada minggu-minggu pertama sesudah kelahiran bayi. Gejala klinis muncul pada saat daya tahan tubuh hospes rendah. Kondisi local tertentu bagian tubuh turut mempengaruhi munculnya candidiasis seperti interdigital intertrigo dan paronikia pada tangan yang terkena banyak air (pekerjaan tempat lembab) dan munculnya intertrigo pada kulit yang lembab dari oarng-orang gemuk. Lesi berulang pada kulit dan erupsi mukosa sering terjadi.
Diantar faktor sistemis mencolok yang menjadi dasar munculnya candidiasis superfisialis adalah Diabetes Melitus, pengobatan dengan antibiotik bersfektrum luas dalam jangka waktu panjang dan infeksi HIV. Wanita pada kehamilan trimester tiga  lebih mudah terkena vulvovaginal candidiasis.
Factor yang mempengaruhi terjadinya candidiasis sistemik antar lain: imunosupresi, pemasangan kateter intravena permanent, netropenia, kanker darah, dan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Candidasis pada saluran kencing biasanya terjadi sebagai komplikasi dari penggunaan katetr jangka waktu lama pada kandung kemih dan pelvis renalis.













BAB III
RUMUSAN  MASALAH

I.                   Di Indonesia , data angka kejadian penyakit jamur belum ada , hanya beberapa laporan kasus saja yang telah dilaporkan.

II.                Seringkali menyertai penyakit lain, terutama pada penyakit yang termasuk kelompok immunocompromised, penderita dengan kelainan paru ,sehingga sering tidak terdiagnosa .Dimana akan berakibat fatal ,sehingga sulit menentukan penyebab kematian , apakah karena penyakit dasar atau karena infeksi jamur.

III.             Pada penderita dengan daya tahan tubuh yang baik gejala dapat asitomatis , dan dapat sembuh spontan tanpa memerlukan pengobatan (self limiting).

IV.             Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis pasti penyakit ini kadang – kadang sulit dikerjakan . Hal ini ada beberapa factor kendala yang berperan antara lain :Faktor penderita, biaya untuk kultur cukup mahal. Faktor laboratorium, tidak semua laboratorium dapat melakukan pemeriksaan kultur untuk jamur, Faktor klinis, belum mengetahui tata cara pengiriman secara benar ke laboratorium, sehingga bahan setelah sampai di laboratorum tidak dapat diperiksa dengan benar, Kurangnya komunikasi, antara klinisi dan sejawat dilaboratorium

V.                Pengobatan terlambat diberikan karena disebabkan diagnosis                                   laboratorium sering tidak mudah dikerjakan.

VI.             Di beberapa daerah sulit mendapatkan obat yang memadai.


VII.          Mahalnya harga obat anti jamur sistemik, sehingga tidak terjangkau oleh sebagian masyarakat luas.

Kebanyakan orang dewasa dan anak-anak usia lebih tua mengalami hipersensitivitas kulit yang tertunda terhadap jamur dan karena yang bersangkutan memilki antibody humoral.   
























BAB. IV
PENEGAKAN DIAGNOSIS

Untuk melakukan penegakkan diagnosis dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut seperti:
  • Kecurigaan yang tinggi terhadap kemungkinan infeksi jamur.
  • Pemeriksaan diagnostic yang menunjang seperti melakukan pemeriksaan dengan CT Scan, hasil radiologi
  • Pemeriksaan laboratorium kultur darah
  • Pemeriksaan serologi.  
Bahan pemeriksaan yang digunakan tergantung pada tempat kelainan, misalnya kerokan kulit, kuku dan rambut pada penderita dengan kelainan superficial. Sputum, secret bronkus, jaringan paru diperiksa pada penderita dengan kelainan paru, usap mulut pada penderita stomatitis dan usap vagina           pada penderita vaginitis, serta pemeriksaan tinja pada penderita enteritis. Pada kelainan sistemik dapat dapat diperiksa urine, darah dan cairan serebrospinalis. Bahan usap diperiksa dengan larutan air garam atau diwarnai.
Jamur yang diperiksa tampak sebagai blastospora dan hifa semu (pseudohyfa). Gambaran histopatologi berupa radang tidak khas dengan jamur sebagai hifa dan blastospora.
Dalam biakan media agar suhu kamar, jamur membentuk koloni menyerupai ragi. Determinasi spesies Candida dilakukan dengan uji deretan gula. Sedangkan untuk determinasi Candida albicans dipakai “corn meal agar” (CMA) dengan “Tween 80”, agar EMB, serum dan putih telur.








BAB V
PENATALAKSANAAN

5.1.Cara Pemberantasan
5.1.1. Cara-Cara Pencegahan.
Lakukan deteksi dini dan pengobatan dini terhadap infeksi local pada mulut, esophagus, atau kandung kemih bagi mereka yang memiliki factor predisposisi sistemik. Untuk mencegah terjadinya penyebaran sistemik. Kemoprofilaksis dengan fluconazole mengurangi kejadian candidiasis pada bagian dalam tubuh, dua bulan pertama setelah transplantasi alogenik sum-sum tulang.

5.1.2. Pengawasan Penderita, Kontak, dan Lingkungan Sekitar.
    • Laporkan kepada instansi terkait seperti Puskesmas terdekat
    • Isolasi: tidak diperlukan.
    • Disinfeksi serentak terhadap secret dan benda-benda yang terkontaminasi.

5.2.Pengobatan.
Memperbaiki factor-faktor yang mendasari munculnya candidiasis sangat membantu pengobatan. Misalnya melepas kateter intravena. Pemberian Nistatin topical atau derivate azole (miconazole, clorimazole, ketokonazole, fluconazole) sangat bermanfaat untuk berbagai bentuk candidiasis superfisialis. Clitimazole oral (Mycerex R) berupatablet isap atau larutan nystatin efektif untuk pengobatan lesi multu. Suspensi itraconazole (Sporanox R) atau fluconazole (DiflucanR) – efektif untuk candidiasis oral dan esophagus.
Infeksi vaginal dapat diobati dengan fluconazole oral atau clotimazole topical, miconazole, butoconazole, terconazole, tioconazole, atau nystatin. Amphotericine B (FungizoneR) IV, dengan atau tanpa 5-fluorocystocine, adalah obat pilihan untuk visceral candidiasis atau invasive candidiasis. Preparat lipid Amphotericine B mungkin juga efektif.


BAB VI
KESIMPULAN  DAN SARAN

6.1. Kesimpulan.

 Banyaknya kasus yang disebabkan jamur kandidiasis seiring pemakaian obat – obatan , dimana hal ini menyebabkan pertumbuhan jamur yang safrofit menjadi pathogen.
Selain karena adanya penyakit yang berpengaruh terhadap penurunan daya tahan tubuh yang juga seringkali diiringi dengan pemakaian antibiotic berspektrum luas dalam jangka panjang.

6.2. Saran.

6.2.1.Karena tidak adanya gambaran yang spesifik dari infeksi jamur maka hendaknya pemeriksaan jamur dilakukan secara rutin baik secara invasive maupun non invasive, disamping pemeriksaan bakteri secara rutin sudah dilakukan.
6.2.2.Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap infeksi jamur sebagai infeksi sekunder dengan penyakit primer yang lain.






DAFTAR PUSTAKA

Chin, James. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Edisi 17, Cetakan II, Penerbit CV. Infomedika, Jakarta, 2006
           
Samidjo, Jangkung, Parasitologi Medik (Mikologi). Diktat Kuliah, Politeknik Kesehatan Bandung Jurusan Analis Kesehatan Bandung, Bandung, 2003.

Sukamto, Pemeriksaan Jamur Bilasan Pada Penderita Bekas Tuberkulosis Paru, Diktat Kuliah, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, Medan, 2004.




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar