BAB I
PENDAHULUAN
1.
1. LATAR BELAKANG
Mikologi
berasal dari kata “myces” yang
berarti jamur dan “logos” berarti
limu. Mikologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang jamur. Jamur
adalah jenis tumbuhan rendah yang tidak memiliki khlorofil (pigmen hijau daun),
sehingga tidak mampu mensintesis zat-zat makanan sendiri dalam tubuhnya. Untuk
melangsungkan hidupnya, jamur mentergantungkan dirinya pada organisme lain,
sehingga jamur ini tergolong organisme heterotrofik.
Penyakit
infeksi masih tetap merupakan problem utama kesehatan di Indonesia. Penyakit infeksi jamur
selama ini relative jarang dibicarakan.Karena itulah seringkali pasien yang
terinfeksi jamur tidak terdeteksi,sehingga seringkali terjadi keterlambatan
pengobatan yang berakibat fatal. Oleh karena itu untuk mencegah keterlambatan
diagnosa infeksi jamur maka hendaknya kita mengenali gejala ,sifat dan efek
dari infeksi yang ditimbulkan oleh jamur dengan berbagai cara menggunakan
tehnik yang tepat,bertambahnya kecepatan tumbuh jamur sebagai akibat cara
pengobatan modern, terutama penggunaan antibiotik berspektrum luas, atau
kombinasi dari berbagai antibiotik ,penggunaan kortikosteroid dan obat imunosuppressif lainnya serta penggunaan
sitostika,terdapatnya factor predisposisi yaitu penyakit kronik yang berat
termasuk penyakit keganasan. Semakin tinggi umur harapan hidup akan
meningkatkan insiden penyakit jamur, mobilitas dari manusia tinggi sehingga
kemungkinan memasuki daerah endemis fungi patogen semakin tinggi.
Kandidiasis
merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai species Candidi, terutama Candida albicans. Jamur ini dapat
ditemukan pada orang sehat sebagai saprofit di dalam alat pencernaan, vagina,
kecuali Candida albicans dapat ditemukan
ditempat lain. Candida albikans
merupakan spesies candida yang paling
sering menyebabkan candidiasis pada manusia, baik Candidiasis supesfisialis maupun sistemik. Candida dapat menyebabkan penyakit sistemik progresif pada
penderita yang lemah atau system imunnya tertekan. Berbeda dengan kebanyakan
jamur pada umumnya, maka Candida
hidup komensal di dalam rongga pipi (buccal
cavity) manusia. Infeksi pada manusia bila daya tahan tubuh menurun.
Sesuatu yang
unik namun menarik perhatian ialah bahwa meskipun spora jamur mudah menyebar
kemana – mana , namun sangat jarang terjadi penularan penyakit jamur dari
seseorang keorang lain. Candida albicans
yang menyebabkan Candidiasis bersifat
parasitic obligatoir dan mengadakan simbiose dengan tuan rumahnya sampai suatu
saat terjadi atau terdapat faktor– faktor predisposisi tertentu terutama proses
– proses devitalisasi (mendapatkan terapi antibiotika, atau steroid atau
radiomimetic jangka panjang, ataupun menderita penyakit – penyakit kronis
berat). Pada keadaan –keadaan tersebut mekanisme pertahanan tubuh yang dalam
keadaan normal mampu mengontrol pertumbuhan dan patogenitas jamur menjadi
berkurang ; dan dalam hal seperti ini jamur Candida
yang tadinya bersifat safrofit menjadi patogen, dan terjadilah suatu infeksi opportunistic.
Telah di
buktikan adanya antibody terhadap Candida
albicans dalam darh manusia sejak usia 6-8 bulan dan bahwa factor atau
antibody tersebut menurun pada keadaan leukemia akut, stadium akhir leukemia
kronik retikulosis maligna , multiple myeloma dan mieiosis oritremik.
Klasifikasi Mikosis dibagi menjadi 3 pembagian utama
jamur :
1.
Infeksi jamur superficial (superfisialis mycoses), menyerang kulit
dan selaput mukosa (pityriasis
versicolor, dermatophytosis,superficial candidiosis).
2.
Infeksi jamur subkutan (subcutaneous mycoses),menyerang
jaringan subkutan dan struktur sekitarnya termasuk kulit dan tulang (mycetoma,chromomycosis, sporotricosis ).
3.
Infeksi jamur sistemik (systemic mycoses),menyerang jaringan
organ di dalam tubuh ( deep viscera ).
Infeksi jamur sistemik adalah infeksi jamur yang menyerang organ dalam
misalnya paru, hati, limpa, tractus
gastrointestinal dan menyebar lewat aliran darah atau getah bening.
Mikosis yang
biasanya menyerang lapisan superficial dari kulit atau selaput lender yang
secara klinis tidak Nampak sebagai “trush”,
intertrigo, vulvovaginitis, pronychia
atau onychomycosis. Ulkus atau pseudo-membran
bias terbentuk di esophagus, lambung atau usus. Candinemia paling sering
terjadi sebagai akibat dari kateterisasi intravaskuler dan bisa menimbulkan
lesi di berbagai organ tubuh seperti ginjal, limpa, paru-paru, hati, mata,
selaput otak, otak dan kelep jantung atau sekitar katup jantung prostetik.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1. Aspek Klinis
dan Laboratoris
Manusia terinfeksi
jamur ini secara eksogen, misalnya tertelan, kontak langsung pada kulit atau
dengan suntikan terutama terjadi pada bayi. Infeksi secara endogen terjadi pada
orang dewasa. Kandidiasis dapat timbul berdasarkan faktor predisposisi pada
seseorang. Factor predisposisi ini dapat berupa keadaan lemah (bayi, lansia,
penyakit menahun), defisiensi vitamin terutama vitamin B-2, Diabetes Melitus, kehamilan, penyakit
darah, keadaan basah terus menerus pada suatu tempat (keringatan, diare,
kompres, tukang cuci, dan lainnya), pemakaian obat antibiotik, kortikosteroid
dan sitostatik yang berlebihan serta pil anti hamil. Gangguan kemampuan
mempertahankan imunitas (Hipoimunoglobulinenemia)
merupaka dasar Kandidiasis menahun.
2.2 Macam-Macam Kandidiasis
Terdapat
beberapa bentuk gambaran klinik penyakit Kandidiasis yang sering ditemui di
daerah iklim trafis berdasarkan lokasi diserang dan lokasi lesi ditemukan.
Sebagai berikut seperti kandidiasis yang menyerang kulit & selaput lendir,
kandidiasis bronkus, kandidasis peru-paru, kandidiasis sistemik, kandidasis
urogenitalis, serta karena reaksi alergi.
A. Kandidiasis Kulit dan Selaput
Lendir.
Kelainan kulit biasanya mengenai
lipatan-lipatan kulit misalnya di bawah payudara, ketiak, lipatan paha serta
sela-sela jari kaki dan tangan. Kelainan pada pantat dan daerah urogenitalia pada bayi disebut “diaper rash” dimana kulit biasanya
berwarna merah (eritema), agak basah
dan pada bagian tepi tampak vesikel dan sisik halus. Batas kelainan tegas,
keluhan penderita terutama gata-gatal. Apabila menyerang mulut terjadi
stomatitis, bentuk khas disebut “oral
thrush”, keluhan lain adalah nyeri. Terutama waktu makan atau minum. Pada
vagina, jamur ini menyebabkan vulvovaginitis
dengan gejala Fluor albus dan rasa Diagnosa
dibuat dengan evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium maupun gejala klinis dari
Candidiasis. Hasil pemeriksaan laboratorium yang paling penting ditemukan di
bawah mikroskop adanya pseudohyphae
dan atau sel ragi pada jaringan yang terinfeksi atau pada cairan tubuh.
B. Kandidiasis Bronkus (Bronchial Candidiasis).
Pada Candidiasis bronkus dinding mukosa
bronkus tampak diselaputi oleh plak – plak sama seperti yang menutupi mukosa
mulut dan tenggorokan pada Candidiasis mulut dan tenggorokan.
Pasien mengeluh batuk – batuk keras , dahak sedikit dan mengental dan berwarna seperti
susu. Untuk menetapkan bahwa seseorang menderita Candidiasis broncus harus diperiksa dan dijumpai kepositifan
organisme ini didahak secara berulang karena Candida dalan keadaan normal ditemukan sebagai safrofit pada rongga
mulut dan pipi.
Jamur yang menginfeksi bronkus dan
cabang-cabangnya, dengan gejala yang menyerupai gejala infeksi yang disebabkan
oleh sebab lain. Pada bronkiektasis dapat tejadi Kandidiasis sekunder.
C. Kandidiasis Paru (Pulmonary Candidiasis).
Kandidiasis paru, pasien biasanya tampak
lebih sakit mengeluh demam dengan pernafasan dan nadi yang cepat. Batuk–batuk,hemaptoe sesak dan nyeri dada . Pada
foto dada biasa tampak pengaburan dengan
batas tidak jelas terutama dilapangan bawah paru. Bayangan lebih padat
atau bahkan efusi pleura bisa juga terjadi atau dijumpai pada foto dada.
Diagnose dengan menemukan jamur Kandida di sputum serta kultur yang positif
dengan medium agar Sabouraund pada
pemeriksaan berulang – ulang.
Jamur menginfeksi paru dan dapat
menimbulkan pneumoni lobaris dan keadaan umum pasien dapat memburuk. Gejala
klinik dan penyebaranya juga dapat memyerupai Tuberkulosis Paru. Infeksi Candida dapat merupakan infeksi sekunder
pada Karsinoma paru, tuberculosis paru atau penyakit lain.
D. Kandidiasis Sistemik.
Kandidiasi dapat tejadi sebagai akibat
terjadinya penyebaran secara hematogen dari focus infeksi ke berbagai alat
organ dalam atau sebagai akibat pemasangan infus dan suntikan.
E. Kandidiasis Urogenitalia.
Infeksi saluran kencing sebagai
infeksi asendens dari vagina, endoftalmia dan endokarditis, meningitis
dan septicemia.
F. Kandidi- id.
Candidi-id adalah kelainan pada kulit
berdasarkan reaksi dengan membentuk vesikel-vesikel bebas jamur, sedangkan
jamurnya (Candida) terdapat di bagian
lain dari tubuh. Lokalisasinya biasanya pada telapak tangan, kaki dan jari-jari
dengan gejala gatal-gatal.
2.3. Penyebab, Distribusi
dan Cara Penularan Penyakit.
Kandidiasis atau Candidiasis disebabkan oleh jamur antara
lain Candida albicans, Candida tropicalis, Candida dubliniensis dan kadang-kadang spesies lain dari Candida. Candida (Torulopsis) glabrata dibedakan dari Candida lain penyebab Candidiasis,
yaitu infeksi dengan Candida torulopsis
kurang membentuk pseudohyphae pada
jaringan.
A. Penyebaran Kandidiasis.
Jamur Candida tersebar di seluruh dunia. Jamur Candida albicans kadang-kadang merupakan flora normal pada manusia.
Reservoir Candida adalah manusia.
B. Cara Penularan
Adapun cara penularan Candida karena
kontak secret atau ekskret dari mulut, kulit, vagina dan faeses, dari penderita
ataupun carrier, atau tertulari melalui jalan lahir pada saat bayi dilahirkan
atau penularan endogen.
C. Masa Inkubasi.
Masa inkubasi atau masa sejak
masuknya jamur Candida di dalam tubuh
sampai timbulnya gejala penyakit Candidiasis
adalah bervariasi antara 2 – 5 hari untuk lesi mulut pada anak.
D. Masa Penularan Penyakit.
Masa penularan penyakit diasumsikan akan
menular ketika saat sudah ditemukan lesi.
2.4. Kekebalan dan
Kerentanan.
Hampir selalu ditemukan spesies Candida di dalam dahak, tenggorokan,
faeses dan urine tanpa ada gejala klinis sebagai bukti rendahnya patogenesis
candida tersebut dan sebagai bukti adanya imunitas yang luas di kalangan
masyarakat.
Lesi mulut banyak ditemukan, biasanya
ringan dan muncul pada minggu-minggu pertama sesudah kelahiran bayi. Gejala
klinis muncul pada saat daya tahan tubuh hospes rendah. Kondisi local tertentu
bagian tubuh turut mempengaruhi munculnya candidiasis seperti interdigital
intertrigo dan paronikia pada tangan yang terkena banyak air (pekerjaan tempat
lembab) dan munculnya intertrigo pada kulit yang lembab dari oarng-orang gemuk.
Lesi berulang pada kulit dan erupsi mukosa sering terjadi.
Diantar faktor sistemis mencolok yang
menjadi dasar munculnya candidiasis
superfisialis adalah Diabetes Melitus,
pengobatan dengan antibiotik bersfektrum luas dalam jangka waktu panjang dan
infeksi HIV. Wanita pada kehamilan trimester tiga lebih mudah terkena vulvovaginal candidiasis.
Factor yang mempengaruhi terjadinya candidiasis sistemik antar lain:
imunosupresi, pemasangan kateter intravena permanent, netropenia, kanker darah,
dan bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Candidasis
pada saluran kencing biasanya terjadi sebagai komplikasi dari penggunaan katetr
jangka waktu lama pada kandung kemih dan pelvis renalis.
BAB III
RUMUSAN MASALAH
I.
Di Indonesia , data angka
kejadian penyakit jamur belum ada , hanya beberapa laporan kasus saja yang
telah dilaporkan.
II.
Seringkali menyertai
penyakit lain, terutama pada penyakit yang termasuk kelompok immunocompromised, penderita dengan
kelainan paru ,sehingga sering tidak terdiagnosa .Dimana akan berakibat fatal
,sehingga sulit menentukan penyebab kematian , apakah karena penyakit dasar
atau karena infeksi jamur.
III.
Pada penderita dengan daya
tahan tubuh yang baik gejala dapat asitomatis , dan dapat sembuh spontan tanpa
memerlukan pengobatan (self limiting).
IV.
Pemeriksaan laboratorium
untuk menegakkan diagnosis pasti penyakit ini kadang – kadang sulit dikerjakan
. Hal ini ada beberapa factor kendala yang berperan antara lain :Faktor
penderita, biaya untuk kultur cukup mahal. Faktor laboratorium, tidak semua
laboratorium dapat melakukan pemeriksaan kultur untuk jamur, Faktor klinis,
belum mengetahui tata cara pengiriman secara benar ke laboratorium, sehingga bahan
setelah sampai di laboratorum tidak dapat diperiksa dengan benar, Kurangnya
komunikasi, antara klinisi dan sejawat dilaboratorium
V.
Pengobatan terlambat
diberikan karena disebabkan diagnosis laboratorium
sering tidak mudah dikerjakan.
VI.
Di beberapa daerah sulit
mendapatkan obat yang memadai.
VII.
Mahalnya harga obat anti
jamur sistemik, sehingga tidak terjangkau oleh sebagian masyarakat luas.
Kebanyakan orang dewasa dan anak-anak
usia lebih tua mengalami hipersensitivitas kulit yang tertunda terhadap jamur
dan karena yang bersangkutan memilki antibody
humoral.
BAB. IV
PENEGAKAN DIAGNOSIS
Untuk melakukan penegakkan diagnosis dapat dilakukan
melalui tindakan-tindakan sebagai berikut seperti:
- Kecurigaan yang tinggi terhadap kemungkinan infeksi jamur.
- Pemeriksaan diagnostic yang menunjang seperti melakukan pemeriksaan dengan CT Scan, hasil radiologi
- Pemeriksaan laboratorium kultur darah
- Pemeriksaan serologi.
Bahan pemeriksaan yang digunakan tergantung pada tempat
kelainan, misalnya kerokan kulit, kuku dan rambut pada penderita dengan
kelainan superficial. Sputum, secret
bronkus, jaringan paru diperiksa pada penderita dengan kelainan paru, usap mulut
pada penderita stomatitis dan usap vagina pada
penderita vaginitis, serta pemeriksaan tinja pada penderita enteritis. Pada kelainan sistemik dapat
dapat diperiksa urine, darah dan cairan serebrospinalis.
Bahan usap diperiksa dengan larutan air garam atau diwarnai.
Jamur yang diperiksa tampak sebagai blastospora dan hifa
semu (pseudohyfa). Gambaran histopatologi berupa radang tidak khas
dengan jamur sebagai hifa dan blastospora.
Dalam biakan media agar suhu kamar, jamur membentuk
koloni menyerupai ragi. Determinasi spesies Candida
dilakukan dengan uji deretan gula. Sedangkan untuk determinasi Candida albicans dipakai “corn meal agar” (CMA) dengan “Tween 80”, agar EMB, serum dan putih
telur.
BAB V
PENATALAKSANAAN
5.1.Cara Pemberantasan
5.1.1. Cara-Cara Pencegahan.
Lakukan deteksi dini dan pengobatan dini terhadap infeksi
local pada mulut, esophagus, atau kandung kemih bagi mereka yang memiliki
factor predisposisi sistemik. Untuk mencegah terjadinya penyebaran sistemik.
Kemoprofilaksis dengan fluconazole mengurangi
kejadian candidiasis pada bagian dalam tubuh, dua bulan pertama setelah
transplantasi alogenik sum-sum tulang.
5.1.2. Pengawasan Penderita,
Kontak, dan Lingkungan Sekitar.
- Laporkan kepada instansi terkait seperti Puskesmas terdekat
- Isolasi: tidak diperlukan.
- Disinfeksi serentak terhadap secret dan benda-benda yang terkontaminasi.
5.2.Pengobatan.
Memperbaiki factor-faktor yang mendasari munculnya
candidiasis sangat membantu pengobatan. Misalnya melepas kateter intravena.
Pemberian Nistatin topical atau derivate azole (miconazole, clorimazole, ketokonazole, fluconazole) sangat
bermanfaat untuk berbagai bentuk candidiasis
superfisialis. Clitimazole oral (Mycerex R)
berupatablet isap atau larutan nystatin efektif untuk pengobatan lesi multu.
Suspensi itraconazole (Sporanox R) atau fluconazole (DiflucanR) – efektif untuk candidiasis oral dan esophagus.
Infeksi vaginal dapat diobati dengan fluconazole oral atau clotimazole topical, miconazole,
butoconazole, terconazole, tioconazole, atau nystatin. Amphotericine B
(FungizoneR) IV, dengan atau tanpa 5-fluorocystocine,
adalah obat pilihan untuk visceral
candidiasis atau invasive candidiasis.
Preparat lipid Amphotericine B
mungkin juga efektif.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan.
Banyaknya kasus
yang disebabkan jamur kandidiasis seiring pemakaian obat – obatan , dimana hal
ini menyebabkan pertumbuhan jamur yang safrofit menjadi pathogen.
Selain karena adanya penyakit yang
berpengaruh terhadap penurunan daya tahan tubuh yang juga seringkali diiringi
dengan pemakaian antibiotic berspektrum luas dalam jangka panjang.
6.2. Saran.
6.2.1.Karena tidak adanya gambaran yang spesifik dari
infeksi jamur maka hendaknya pemeriksaan jamur dilakukan secara rutin baik
secara invasive maupun non invasive,
disamping pemeriksaan bakteri secara rutin sudah dilakukan.
6.2.2.Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut terhadap infeksi jamur sebagai infeksi sekunder dengan penyakit
primer yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Chin, James. Manual
Pemberantasan Penyakit Menular. Edisi 17, Cetakan II, Penerbit CV.
Infomedika, Jakarta,
2006
Samidjo, Jangkung, Parasitologi Medik (Mikologi). Diktat Kuliah, Politeknik Kesehatan Bandung Jurusan Analis Kesehatan Bandung,
Bandung, 2003.
Sukamto, Pemeriksaan
Jamur Bilasan Pada Penderita Bekas Tuberkulosis Paru, Diktat Kuliah, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, Medan, 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar