Palembang----Setelah
berkutat hampir 6 bulan melawan penyakit Hepatitis, Ibunda kami, Cik Am
meninggalkan kami semua untuk selama-lamanya. Rabu, 9 Mei 2012 lalu, dia
menghembuskan nafas terakhirnya di ruang rawat inap RS. Muhammad Yunus Bengkulu
di usia 56 tahun. Sayangnya pada detik-detik kedatangan Malaikat utusan Allah
SWT, Ibunda kami hanya ditemani oleh kedua buah hatinya yang belum berkeluarga
yakni Muhammad Joviter Hussein dan Radikal Febriansyah. Sementara itu, kelima
putra dan putrinya yang lain tengah
berada di luar kota dan kesibukan lain nya. Demikian juga dengan Ayahanda kami,
ia tengah istirahat dirumah setelah melakukan perjalanan luar kota.
Kabar duka itu datang
dihari yang sama sekitar pukul 14.30. Kabar itu disuarakan melalui telepon adinda
Viter. Sambil terisak, dia mengabari “Een, umak meninggal.” Kemudian telepon
ditutup. Mendengar kabar itu, ada rasa tidak percaya lantaran tiga hari sebelum
kepergiannya, saya sempat bertemu muka dan bercakap dengan ibunda kami di
tengah perawatannya. Usaha untuk mencari kepastian dilakukan dengan menel dpon
sejumlah nomer. Pertanyaan nya, sama, apa benar umak (panggilan sayang buat
Ibunda) telah tiada ?. akhirnya teka-teki itu pun terjawab sudah, ibunda kami
sudah mendahului kami untuk selama-lamanya. “iyo, een (nama kecil saya), umak
la meninggal,” kata Ali Hanafia, kakak tertua kami melaui sambungan telepon.
Ketika kabar duka itu
datang, saya tengah menjalankan tugas sebagai wartawan dikantor Gubernur
Sumatera Selatan. Segera saya menghubungi istri saya yang juga sedang bekerja,
dan memberitahukan kabar duka tersebut kepada sanak familly yang tinggal di
Palembang. Setelah melakukan persiapan dan berkoordinasi dengan adik ke 5,
Anina Marlini serta Suaminya Ferry, kami memutuskan untuk berangkat petang itu
juga dengan kendaraan darat. Tepat pukul 17.00 kami berangkat menuju kota
Bengkulu. Saat itu, seluruh keluarga turut serta yakni saya, istri, kedua anak
kami, ibunda mertua serta Nina sekeluarga dan mertuanya.
Berjalan dimalam hari
bukan tanpa resiko, yang pertama adalah melawan rasa kantuk dibelakang kemudi,
yang kedua adalah pelaku kejahatan yang bisa saja mengahambat jalannya
kendaraan. Namun dengan modal keyakinan yang tinggi, rasa takut dan kantuk itu dapat dihalau
dengan alamiah. Alhamdulillah, sekitar pukul 05.30 keeseokan harinya, kami
sekeluarga tiba di rumah duka di Jalan Bumi ayu raya kota Bengkulu.
Kedatangan kami
disambut isak tangis keluarga yang sudah berkumpul dari sehari sebelumnya.
Sementara itu di ruang tengah, tampak terbaring jasad umak yang telah ditutupi
kain panjang. Sembari meneteskan air mata, kami mencoba untuk tegar melihat
kenyataan itu sembari melantunkan ayat suci dan doa tulus agar niatan umak
menuju Surganya Allah tanpa ada hambatan.
Handai taulan
hantarkan ke pemakaman
Sekitar pukul 9 pagi
pada hari Kamis, 10 Mei 2012, Ibunda siap dimandikan dan selanjutnya dikapani
dan di shalatkan. Ke tujuh orang putra-putri almarhumah turut serta dalam
membersihkan tubuh ibunda. Selesai dikapani, Jasad Almarhumah dibawah ke Masjid
Al-Muukhlisin untuk dishalatkan. Shalat jenazah diimami oleh ayahanda Muhammad
Rum dan diikuti oleh seluruh handai taulan dan warga yang tinggal disekitar
Bumi Ayu.
Prosesi pemakaman
berjalan lancar. Sekitar pukul 11.00 jasad almarhumah dimakamkan di tempat
pemakaman umum Bumi Ayu yang berjarak sekitar 1 KM dari kediaman kami. Nisan
umaktepat disebelah makam nenek atau ibunda Almarhumah yang telah meninggal
sekitar 8 tahun silam.
Almarhummah Cik Am
Binti Syahrun meninggalkan seorang suami, Muhammad Rum dan Putra putrid
masing-masing Ali Hanafia, Masita Ningsih, Parliza Hendrawan (penulis), Andi
Kanser, Anina Marlina, Muhammad Joviter Hussein dan Radikal Febriansyah.
Almarhummah juga meninggalkan 5 menantu yakni Devi, Lukman, Yenni, Eki dan
Ferry. serta 9 orang cucu yaitu Meriska, Pitri, Chacha, Rani, Bee, Nabil,
Nalisya, Putri dan Reval. (PARLIZA
HENDRAWAN – my brother)