Selasa, 19 Februari 2013

Analisis DAMIU berhubungan dengan hasil uji bakteriologi



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Air sangat diperlukan oleh tubuh manusia seperti halnya udara dan makanan. Manusia tidak akan bisa bertahan hidup tanpa air. Selain berguna untuk manusia, air pun diperlukan oleh makhluk hidup lain misalnya hewan dan tumbuhan. Bagi manusia, air sebagian besar digunakan sebagai air minum baik yang dapat diminum langsung maupun yang harus dimasak terlebih dahulu sebelum diminum.
Air merupakan kebutuhan mutlak bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Badan manusia terdiri dari sekitar 65% air. Kehilangan air cukup banyak dapat berakibat fatal atau bahkan mengakibatkan kematian. 1) Setiap hari manusia memerlukan 2,5 – 3 liter air untuk minum dan makan. 2) Air yang ada di bumi umumnya tidak dalam keadaan murni (H20), melainkan mengandung berbagai bahan baik terlarut maupun tersuspensi, termasuk mikroba. Oleh karena itu sebelum dikonsumsi, air harus diolah terlebih dahulu untuk menghilangkan atau menurunkan kadar bahan tercemar sampai pada tingkat yang aman. Air bersih adalah air yang jernih tidak berwarna, dan tidak berbau.
Menurut Departemen Kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia, terdapat resiko bahwa air ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia coli) atau zat-zat berbahaya. Walaupun bakteri dapat dibunuh dengan memasak air hingga 100oC, banyak zat berbahaya, terutama logam, tidak dapat dihilangkan dengan cara ini (Suprihatin, 2003).
Untuk pertama kalinya Indonesia memproduksi air minum dalam kemasan dengan merk “AQUA” pada tahun 1972. Lambat laun perkembangan air minum dalam kemasan berkembang pesat. Tetapi, makin lama harga air minum dalam kemasan terasa mahal dan hanya dapat dijangkau oleh golongan ekonomi menengah ke atas. Celah ini menjadikan bisnis air minum isi ulang memiliki pangsa pasar sendiri. Maraknya bisnis baru ini tidak terlepas dari semakin mahalnya harga air minum kemasan terutama yang bermerek. Harga yang ditawarkan air minum isi ulang dapat lebih murah lantaran tidak memerlukan biaya pengiriman dan pengemasan. Masyarakat masih banyak yang memiliki persepsi bahwa depot air minum isi ulang ini air bakunya adalah berasal dari sumber mata air pegunungan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan. Dalam kenyataannya tidak demikian, air baku dapat diambil dari berbagai sumber. Hygienitas depot air minum isi ulang memang tidak dapat ditentukan. Selain kualitas peralatannya, tergantung pula kemampuan dan ketaatan tenaga yang mengoperasikan peralatan tersebut termasuk sikap dan perilaku bersih dan sehatnya. Tenaga yang mengoperasikan dan menangani hasil olahan yang tidak berperilaku bersih dan sehat dapat mencemari hasil olahan (Siswanto, 2003).
Mengingat bahwa air minum yang dijual pada depot air minum rawan pencemaran karena faktor lokasi, penyajian dan pewadahan yang dilakukan secara terbuka dengan menggunakan wadah botol air minum kemasan isi ulang sehingga konsumen perlu mewaspadai hal tersebut. Bakteri coliform dicurigai berasal dari tinja. Oleh karena itu, kehadiran bakteri ini di dalam berbagai tempat mulai dari air minum, bahan makanan ataupun bahan-bahan lain untuk keperluan manusia, tidak diharapkan dan bahkan sangat dihindari. Karena adanya hubungan antara tinja dan bakteri coliform, jadilah kemudian bakteri ini sebagai indikator alami kehadiran materi fekal. Artinya, jika pada suatu subtrat atau benda misalnya air minum didapatkan bakteri ini, langsung ataupun tidak langsung air minum tersebut dicemari materi fekal (Suriawiria, 1996).
Keterbatasan daya beli masyarakat terhadap air minum dalam kemasan membuat sebagian besar masyarakat lebih memilih membeli air minum isi ulang yang disediakan oleh Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) dengan harga yang relatif lebih murah dan terjangkau tanpa mempertimbangkan kualitas. Akan tetapi dengan masih banyaknya kandungan kuman, bakteri dan zat kimia yang terkandung dalam air isi ulang dan semakin banyaknya depot air isi ulang yang bermunculan, dan demi untuk melindungi konsumen ataupun masyarakat yang menggunakan air isi ulang sebagai alternatif yang murah dalam memenuhi kebutuhan air minum, Menteri Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran nomor 860/Menkes/VII/2002 tentang Pembinaan dan Pengawasan Hygiene Sanitasi Depot Air Minum Isi Ulang. Menindak lanjuti surat edaran tersebut Dinas Kesehatan Kota Bengkulu dengan secara rutin telah melakukan pengawasan dan pembinaan kepada produsen/depot air minum isi ulang (DAMIU).
Di Kota Bengkulu sebagai satu –satunya penyedia air bersih, pelayanan PDAM dirasakan masih kurang, antara lain : 1). air tidak layak langsung diminum, 2). berbau kaporit, 3). Tidak mengalir setiap saat, tetapi secara bergiliran dan 4). cakupan pelayanan air minum masih rendah dimana jumlah penduduk yang terlayani baru 25 %. Sementara itu pemanfaatan sarana air bersih (SAB) oleh masyarakat juga masih rendah, dimana tidak semua rumah memiliki sarana air bersih.
Hal tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan air bersih di Kota Bengkulu masih rendah, sehingga sebagian besar masyarakat Kota Bengkulu  memanfaatkan air Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan sarana air bersih sebagai sumber air untuk mandi dan mencuci saja, tidak digunakan sebagai air minum. Hal ini mendorong munculnya trend baru dalam penyediaan air bersih diantaranya adalah penjualan air minum dalam kemasan atau air minum isi ulang.
Dalam penelusuran data sekunder pada laporan Seksi Kesehatan dan Makanan Dinas Kesehatan Kota Bengkulu bahwa diketahui jumlah Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) sebanyak 236, dimana di Kecamatan Gading  Cempaka 40 depot . Dari 236 depot air minum isi ulang tersebut komponen unit pengolahan airnya tidak sama. Perbedaan komponen di masing – masing depot air minum tersebut dikarenakan masing – masing pengusaha depot membeli alat pengolahan dari suplier berbeda. Komponen unit pengolahan air DAMIU terdiri dari : Sandfilter, Carbonfilter, microfilter, desinfeksi ozon dan desinfeksi ultra violet dan masing – masing depot tidak menggunakan merk yang sama dalam pembelian komponen.
Dengan semakin maraknya Depot Air Minum Isi Ulang di Kota Bengkulu, Dinas Kesehatan Kota Bengkulu telah melakukan beberapa hal dalam rangka membina dan mengawasai aspek kualitas produksi DAMIU. Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri coliform, semakin tinggi pula risiko kehadiran bakteri-bakteri patogen lain yang biasa hidup dalam kotoran manusia dan hewan. Salah satu contoh bakteri patogen yang kemungkinan terdapat dalam air terkontaminasi kotoran manusia atau hewan berdarah panas adalah Shigella, yaitu mikroba penyebab gejala diare, demam, kram perut, dan muntah-muntah (Suprihatin, 2003).
Dari hasil pemeriksaan UPT Laboratorium Kesehatan Kota Bengkulu tahun 2009 terhadap DAMIU se Kota Bengkulu, menunjukkan bahwa 82,19%  sampel pemeriksaan diperoleh hasil adanya bakteri Coliform, sedangkan di Kecamatan Gading Cempaka didapat data sebesar 85,00%. (Susiani, 2010).
Beranjak dari hasil penelitian serta data tersebut, maka peneliti ingin melakukan penelitian “Hubungan Sarana Produksi Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) Dengan Hasil Uji Bakteriologis Coliform Di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu”.

B.       Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah karena masih banyaknya hasil uji bakteriologis pada depot air minum isi ulang (DAMIU), yang  menunjukkan 85% sampel pemeriksaan diperoleh hasil adanya bakteri Coliform di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu.

C.      Pertanyaan Penelitian
Dari rumusan masalah di atas, maka timbul pertanyaan mengenai apakah ada hubungan antara sarana produksi depot air minum isi ulang (DAMIU) dengan hasil uji bakteriologis Coliform di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu.

D.      Tujuan Penelitian
1.      Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan hasil uji bakteriologis Coliform dengan sarana produksi depot air minum isi ulang (DAMIU) di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu.
2.  Tujuan Khusus
a. Diketahuinya distribusi frekuensi lokasi sarana produksi depot air minum isi ulang (DAMIU) di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu.
b. Diketahuinya distribusi frekuensi bangunan sarana produksi depot air minum isi ulang (DAMIU) di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu.
c. Diketahuinya distribusi frekuensi fasilitas sanitasi sarana produksi depot air minum isi ulang (DAMIU) di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu.
d. Diketahuinya distribusi frekuensi hasil uji bakteriologis Coliform depot air minum isi ulang (DAMIU) di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu.
e. Diketahuinya hubungan lokasi sarana produksi depot air minum isi ulang (DAMIU) dengan hasil uji bakteriologis Coliform di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu.
f. Diketahuinya hubungan bangunan sarana produksi depot air minum isi ulang (DAMIU) dengan hasil uji bakteriologis Coliform di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu.
g. Diketahuinya hubungan fasilitas sanitasi sarana produksi depot air minum isi ulang (DAMIU) dengan hasil uji bakteriologis Coliform di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu.




E.       Manfaat Penelitian
1.      Secara Teoritis
a.       Sebagai sumber kepustakaan yang dapat dijadikan bahan untuk mengetahui hubungan hasil uji bakteriologis Coliform dengan sarana produksi depot air minum isi ulang (DAMIU) di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu.
b.      Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar pada penelitian selanjutnya tentang hubungan faktor-faktor sarana produksi depot air minum isi ulang (DAMIU) terhadap hasil uji bakteriologis Coliform air.

2.      Secara Praktis
a.       Sebagai salah satu informasi bagi  Puskesmas di Kecamatan Gading Cempaka, UPT Laboratorium Kesehatan Kota Bengkulu dan Dinas Kesehatan Kota Bengkulu dalam hal hubungan hasil uji Coliform dengan sarana produksi depot air minum isi ulang (DAMIU).
b.      Sebagai bahan masukan bagi masyarakat umum untuk mengetahui tentang hubungan antara hasil uji bakteriologis Coliform dengan sarana produksi depot air minum isi ulang (DAMIU) di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu.

F.       Keaslian Penelitian
Penelitian yang relevan dengan judul penelitian yaitu:
1.         Mahendra Dwi Putra (2011) dengan judul “Analisis Pengelolaan Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) Di Lingkungan Puskesmas Lingkar Timur Kota Bengkulu”.
2.         Shofyan Zuhri (2009) dengan judul “Pemeriksaan Mikrobiologis Air Minum Isi Ulang Pada Depot Air Minum Isi Ulang Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta”.
Perbedaan penelitian adalah pada penelitian sebelumnya meneliti tentang Analisis Pengelolaan Depot Air Minum Isi Ulang dan Pemeriksaan Mikrobiologis Air Minum Isi Ulang Pada Depot Air Minum Isi Ulang, yang sama-sama meneliti tentang kalaikan sehat dan sanitasi Depot Air Minum Isi Ulang (DAMIU) sedangkan pada penlitian ini difokuskan pada hubungan antara uji bakteriologis Coliform  dengan sarana produksinya.

Pemasaran Pelayanan Kesehatan di RS



Pemasaran Pelayanan Kesehatan di RS sebagai Upaya Menciptakan Image Positif di Masyarakat

Pdpersi, Jakarta

Pendahuluan
 
Pemasaran merupakan salah satu masalah bagi setiap rumah sakit atau organisasi pelayanan kesehatan lainnya. Kurang berhasilnya pemasaran diantaranya akibat kurangnya rumah sakit berpihak pada kepentingan klien. Karena apa yang telah di sampaikan saat dipasarkan sering kali tidak sesuai dengan apa yang didapatkan klien pada kenyataan, dan tentunya akan menimbulkan image yang tidak baik untuk rumah sakit tersebut. Hal ini, salah satu diantaranya karena rumah sakit cenderung mencari keuntungan semata sehingga lebih memperhatikan aspek komersialnya. Akibatnya pasienlah (selanjutnya disebut klien) yang pada akhirnya sering dirugikan. Hal ini dikarenakan klien tidak memiliki bargaining position yang kuat.

Saat klien memerlukan jasa pelayanan kesehatan biasanya berada dalam kondisi darurat/ tidak direncanakan. Jasa pelayanan kesehatan diperlukan pada saat dirinya atau keluarganya aa yang sakit dan segera memerlukan pertolongan, sehingga kesembuhan atau keselamatan jiwa menjadi faktor utama dibandingkan faktor-faktor lainnya. Namun demikian bukan berarti pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dapat mengabaikan kepuasan atas klien di dalam memberikan jasa pelayanan.

Sudah menjadi rahasia umum dan kita acapkali mendengar berbagai keluhan masyarakat yang merasa tidak puas atas pelayanan kesehatan yang mereka terima, baik dari dokter maupun rumah sakit. Keluhannya beragam. Ada yang karena dokter sering telat menangani klien, bahkan hingga kliennya meninggal. Ada pula pasien yang harus antre dan menunggu giliran dipanggil sampai harus berjam-jam. Bagi masyarakat golongan ekonomi lemah, ketidakpuasan terhadap buruknya pelayanan kesehatan, baik yang mereka terima dari dokter maupun rumah sakit, sering diterima dengan pasrah. Sementara itu bagi orang kaya, ketidakpuasan atas pelayanan demikian, sudah cukup memberi alasan bagi mereka untuk berobat ke dokter atau rumah sakit luar negeri meski harus dengan biaya yang jauh lebih tinggi. Kecenderungan masyarakat golongan mampu saat ini, yang pergi berobat ke luar negeri, atau bagi masyarakat kurang mampu yang mencari pengobatan alternatif. Merupakan indikator adanya penurunan kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan konvensional.

Kekhawatiran juga disampaikan oleh Presiden pada saat pembukuan Muktamar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai berikut :

“Senang atau tidak, harus diakui sekarang semakin berkembang penilaian dan sikap di lapisan tertentu di masyarakat yang lebih mempercayai pemberian layanan kesehatan di luar negeri”

Dengan semakin kritisnya masyarakat saat ini terhadap pelayanan yang diterimanya dan semakin ketatnya persaingan di era pasar bebas, menuntut banyak hal dalam pelayanan kesehatan yang harus dibenahi, khususnya dalam melakukan pemasaran yang lebih berfokus pada upaya peningkatan kepuasan klien sehingga dapat tercipta suatu image positif di masyarakat. Karena kemajuan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat akan mengubah ukuran kualitas penyedia dan pelayanan kesehatan. Segala sesuatu yang semula diinginkan dan dianggap cukup, pada tahapan dan kurun waktu berikutnya dapat dipandang belum cukup dan kurang memuaskan. Gejala seperti ini bersifat manusiawai dan universal yang harus diwaspadai sebagai pertanda untuk terus memperbaiki kinerja dan kualitas pelayanan.

Permasalahan
Blum (1974) mengatakan bahwa, “untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, salah satu upaya yang dipandang mempunyai peranan cukup penting adalah penyelenggara pelayanan kesehatan. Untuk itu diperlukan pelaksanaan pelayanan kesehatan yang baik, guna memberikan kepuasan kepada kliennya. Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan produk jasa yang diberikan pihak rumah sakit kepada kliennya. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit merupakan tolak ukur dari kualitas rumah sakit tersebut. Bila suatu rumah sakit telah berhasil memberikan pelayanan kesehatan dengan baik sehingga memberikan kepuasan kepada kliennya, itu berarti rumah sakit tersebut telah memiliki kualitas yang baik, begitupun sebaliknya. Dengan demikian, lambat laun pada rumah sakit tersebut akan tercipta suatu image positif dari masyarakatnya.

Kenyataan bahwa kualitas pelayanan rumah sakit masih sangat memprihatinkan, haruslah diterima sebagai sebuah realitas. Para petugas rumah sakit tidak perlu malu mengakui hal itu dengan mencoba berlindung di balik berbagai alasan yang sebenarnya tidak perlu. Tetapi yang diperlukan adalah menyusun strategi yang tepat untuk memasarkan pelayanan kesehatan yang lebih berpihak kepada kepuasan klien dan bukan hanya berpihak kepada keuntungan rumah sakit semata.

Karena bila dalam suatu pelayanan kesehatan kepuasan klien tidak mendapat porsi utama, maka lambat laun tidak dapat dihindari masyarakat akan beralih atau mencari pelayanan kesehatan ketempat lain yang dianggap dapat memberikan kepuasan bagi dirinya (karena image terhadap sarana pelayanan sudah tidak baik). Dengan demikian, segencar apapun usaha pemasaran yang dilakukan tidak akan menunjukkan keberhasilan yang signifikan.

Selain itu, tingginya minat klien berobat ke luar negeri menyebabkan meningkatnya investasi modal asing untuk pembangunan rumah sakit dan sarana kesehatan lain di Indonesia. Sehingga para dokter ahli di rumah sakit (umumnya rumah sakit pemerintah) akan memilih pindah kerja di rumah sakit swasta khususnya rumah sakit asing atau para dokter yang pintar ditarik untuk bekerja ke luar negeri, karena penghasilannya jauh lebih besar.

Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang: strategi apa yang perlu dilakukan dalam memasarkan pelayanan kesehatan di rumah sakit dalam rangka menciptakan image positif masyarakat dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada keberhasilan pemasaran pelayanan kesehatan di rumah sakit dalam rangka menciptakan image positif masyarakat.

Strategi Pemasaran
Istilah pemasaran dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata marketing yang sudah di serap ke dalam bahasa Indonesia (asal kata market: pasar).

Menurut Kotler (1997) definisi pemasaran ialah suatu proses sosial dan managerial yang memungkinkan individu-individu dan kelompok-kelompok memperoleh kebutuhan (need) dan keinginannya (want), dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk-produk nilai dengan pihak-pihak lain. Didalam pemasaran, yang diibaratkan sebagai suatu medan perang bagi para produsen dan para pedagang, perlu menetapkan strategi guna memenangkan suatu pertempuran. Banyak lawan yang akan dihadapi dalam medan pasar, namun lawan-lawan ini tidak boleh dimatikan. Dengan strategi yang benar diharapakan kegiatan pemasaran perusahaan dapat diarahakn untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Perusahaan akan dapat menguasai market share yang luas ataupun market position yang mantap. Market share artinya penguasaan luas pasar, sedangkan market position ialah kedudukan yang kokoh dari suatu produk.

Menurut Lesser Robert (1978), definisi strategi ialah suatu rencana yang fundamental untuk mecapai tujuan perusahaan.

Strategi pemasaran menurut Tull dan Kotler, (1990) dalam Tjiptono, (1997) adalah alat fundamental yang diciptakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.

Beberapa strategi pemasaran jasa yang dapat dilakukan yaitu :
  1. Pemasaran intern. Dalam bisnis jasa, kualitas jasa tidak dapat dipisahkan dari mutu yang menyediakan jasa. Dengan demikian kontak antara si penyedia jasa dengan kliennya sangatlah diperlukan. Pemasaran intern ialah menerapkan teori dan praktek pemasaran terhapad orang yang melayani langganannya, jadi harus dipekerjakan dan dipelihara tenaga kerja yang terbaik serta mereka harus bekerja sebaik mungkin
  2. Memikat langganan. Pada perusahaan jasa selera klien secara individual pada kunjungan yang pertama sangat diperhatikan. Untuk itu, satu kunci strategi bagi pengusaha-pengusaha jasa adalah menentukan situasi lingkungan dengan didasari oleh penyesuaian dengan klien dan standarisasi harus dilakukan.
  3. Mengelola bukti berarti mengelola peralatan yang menghasilkan jasa. Jasa biasanya sulit di nilai dibandingkan dengan barang yang berwujud. Sifat tidak berwujud dari jasa, mendorong klien untuk memperhatikan benda berwujud yaitu yang memberikan layanan (petugasnya) sebagai patokan terhadap kualitas jasa tersebut. Untuk itu, perlu diupayakan sedemikian rupa agar petugas memberikan jasa yang memuaskan klien.
  4. Membuat jasa berwujud. Istilah berwujud mempunyai dua arti yaitu tidak dapat diraba dan tidak dapat diamati. Dengan demikian keuntungan biasanya dapat diperoleh dengan membuat jasa menadi lebih berwujud. Misalnya, seorang petugas rumah sakit membuat klien lebih mudah memahami apa yang diberikan oleh pihak rumah sakit dengan direlevankan melalui kata-kata berwujud, misalnya “anda berada dalam tangan yang tepat bersama kami”.
  5. Menyeimbangkan permintaan dan penawaran. Karena jasa adalah performan, maka jasa sifatnya tidak dapat disimpan (digudangkan). Sehingga, salah satu masalah krusial yang sulit dihadapi oleh pengusaha jasa ialah bagaimana menyeimbangkan antara permintaan dan penawaran. Untuk itu perlu dirubah pola permintaan dan penawaran jasanya dengan cara: memperbanyak jenis penawaran.
Beberapa hal yang dapat menimbulkan kegagalan dalam pemasaran jasa adalah :
  1. Kesenjangan harapan klien dan persepsi manajemen.
  2. Kesenjangan manajemen dengan kualitas jasa.
  3. Kesenjangan kualitas jasa dengan penyampaian jasa.
  4. Kesenjangan penyampaian jasa dengan komunikasi eksternal.
  5. Kesenjangan jasa yang dialami / dipersiapkan dengan jasa yang diharapkan.
Image Klien
Kepuasan konsumen/klien merupakan ukuran keberhasilan pemasaran. Dengan kepuasan tersebut terciptalah suatu image positif dari klien. Untuk mendapatkan image yang baik tersebut diperlukan suatu hubungan (relationship) dan komunikasi yang baik.

Kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan harapan. Ada tiga kepuasan yaitu:
  1. Bila penampilan kurang dari harapan, klien tidak puas.
  2. Bila penampilan sebanding dengan harapan, klien puas.
  3. Bila penampilan melebihi harapan, klien amat puas atau senang.
Namun demikain, mengukur tingkat kepuasan klien merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah dan memerlukan kriteria tertentu. Kepuasan klien dapat diukur dari sudut:
  1. Suara konsumen. Dari sudut ini pengukuran kepuasan konsumen bersifat kualitatif dan subyektif. Kepuasan konsumen diukur dari suara-suara konsumen yang dapat berupa kritikan atau keluhan terhadap strategi atau kegiatan pemasaran produk dari perusahaan itu. Keadaan ini akan menentukan tingkat kooperatif atau kerjasama konsumen. Makin kooperatif konsumen tersebut, berarti makin puas pula konsumen terhadap strategi atau kebijakan pemasaran produk dari perusahaan itu.
  2. Laba atau keuntungan perusahaan. Pengukuran ini bersifat kuantitatif dan obyektif. Makin tinggi tingkat laba perusahaan, makin puas pula konsumen terhadap strategi atau kebijakan pemasaran produk perusahaan itu. Hal ini karena konsumen telah bersedia membayar harga produk yang ditetapkan atau membeli produk dalam jumlah besar, sebab mereka merasa puas dengan strategi atau kebijakan pemasaran perusahaan.
Kepuasan klien rumah sakit dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain yang berhubungan dengan :
  1. Pendekatan dan perilaku petugas, perasaan klien terutama saat pertama kali datang.
  2. Mutu informasi yang diterima, seperti apa yang dikerjakan, apa yang dapat diharapkan.
  3. Prosedur perjanjian.
  4. Waktu tunggu.
  5. Fasilitas umum yang tersedia.
  6. Fasilitas perhotelan untuk klien seperti mutu makanan, privacy, dan pengaturan kunjungan.
  7. Out come terapi dan perawatan yang diterima
. Pemasaran Pelayanan Kesehatan di RS
Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana pelayanan kesehatan yang dapat diselenggarakan oleh pemerintah dan atau swasta. Adapun pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat berupa kegiatan pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap dan pelayanan rawat darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik. Adapun produk yang diberikan kepada klien oleh rumah sakit berupa produk jasa.

Dalam pemasaran produk jasa, ketrampilan karyawan dalam melayani klien sangat menentukan tingkat keberhasilan dari pemasaran tersebut (pemasaran interaktif). Klien menilai kualitas jasa tidak hanya berdasarkan kualitas teknikal (misalnya apakah pembedahan berjalan dengan baik?) tetapi juga berdasarkan kualitas fungsionalnya (misalnya apakah dokter bedah menunjukkan perhatian dan membangkitkan kepercayaan?).

Pada produk jasa umumya lebih memiliki ciri kualitas berdasarkan pengalaman dan berdasarkan kepercayaan, karena klien merasakan risikonya lebih tinggi dalam membeli jasa (bila produk selain jasa tidak sesuai dengan selera/keinginan klien dapat ditukar). Akibatnya: pertama, konsumen jasa umumya lebih mengandalkan pada kabar dari mulut ke mulut dari pada iklan perusahaan jasa; kedua, klien memperhatikan harga, personil (pemberi jasa), dan isyarat fisik untuk menilai kualitas jasa; dan ketiga, klien akan sangat loyal pada pemberi jasa yang layanannya memuaskan mereka.

Dalam pelaksanaan pemasaran produk jasa harus sesuai dengan selera klien (memahami kebutuhan klien). Ada pepatah yang mengatakan “pembeli adalah raja”, ini berarti pembeli berkuasa memperlihatkan suasana pasaran jasa. Karena bagi produsen yang tidak melakukan kegiatan pemasaran dengn berorientasi pada selera klien, maka ia akan ditinggalkan kliennya.

Namun kenyataannya, hal ini belum sepenuhnya berlaku pada pemasaran pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kondisi klien yang tidak memiliki bargaining position yang kuat merupakan salah satu faktor penyebab mengapa pemasaran pelayanan kesehatan oleh rumah sakit terkadang belum sesuai dengan selera klien.

Contohnya, di beberapa rumah sakit, seringkali klien mendapatkan pelayanan kesehatan yang tidak seimbang dengan waktu yang harus mereka habiskan untuk menunggu giliran berobat. Karena banyaknya klien yang mengantre atau petugas tergesa-gesa karena akan segera praktek ditempat lain atau karena lelah, tidak sempat lagi untuk memberikan informasi yang cukup tentang penyakit yang sedang di derita kliennya. Akibatnya, klien datang dengan ketidaktahuan akan penyakitnya dan pulangpun dalam keadaan ketidakjelasan akan penyakitnya. Hal ini tentunya dapat berpengaruh pada tingkat kepatuhan klien dalam menjalankan anjuran-anjuran yang diberikan. Klien akan menganggap sakitnya sudah sembuh bila keluhan-keluhan yang dirasakannya hilang, sehingga ia menganggap tidak perlu meminum obat lagi (obat yang di daptnya tidak dihabiskan).

Belum sepenuhnya tercipta image positif masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit dalam negeri saat ini, merupakan pekerjaan rumah bagi tidak saja petugas bagian humas/public relation (PR) atau marketing/pemasaran. Tetapi juga menjadi tanggung jawan bersama semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit (menjadi satu kesatuan), baik langsung maupun tidak langsung (mulai dari petugas yang pertama kali menerima klien saat meninggalkan lingkungan rumah sakit). Yang tidak kalah penting lagi adalah penampilan dari petugasnya. Seorang petugas rumah sakit di dalam memberikan pelayanan kesehatan baik langsung maupun tidak langsung harus meyakinkan, dapat mengerti kebutuhan klien, ramah serta dapat memberikan kenyamanan bagi semua calon klien dan klien yang datang. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi seorang petugas rumah sakit di dalam memberikan pelayanan kesehatan yaitu :
  1. Selalu memancarkan sikap positif, yang tercermin dari penampilannya yang rapi, bersih, ramah, dan sopan.
  2. Selalu mengidentifikasi kebutuhan klien, dengan bersikap tepat waktu, berada satu langkah di depan klien dengan cara mengantisipasi kebutuhan klien misalnya menyediakan sarana untuk menerima keluhan atau masukan klien, memberikan perhatian.
  3. Selalu mempersiapkan kebutuhan klien sebelum memberikan pelayanan kesehatan dengan baik dan cermat, seperti menyiapkan arsip, menjawab telpon, mengirim/menyampaikan pesan dengan jelas.
  4. Selalu mengupayakan klien datang kembali. Dalam hal ini bukan berarti mengharapkan klien sakit agar datang lagi ke rumah sakit, tetapi berupaya memberikan kesan positif yang mendalam bagi klien yang di layaninya. Sehingga bila suatu saat klien atau keluarganya mendapatkan masalah dengan kesehatannya dan perlu dibawa ke rumah sakit maka yang pertama kali teringat adalah pengalaman menyenangkan dari petugas-petugas rumah sakit selama mereka berada di rumah sakit tersebut. Dengan demikian mereka ingin datang lagi dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang menyenangkan itu.
  5. Selalu mengutamakan kepuasan pelanggan, yang terpancar dari sikap ikhlas dan senang hati di dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada klien, akui perasaan klien, jelaskan tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki masalah, ucapkan terimakasih atas masukan yang diberikan dan minta maaf atas kejadian yang tidak menyenangkan. Bila klien puas, maka ia akan menceritakan kepuasannya itu kepada semua orang terdekatnya.
Fakta yang terjadi pada kelompok masyarakat tertentu yang lebih senang berobat ke luar negeri, merupakan gambaran dari pemasaran pelayanan kesehatan di rumah sakit pada Negara lain (Singapura misalnya) telah lebih berhasil menciptakan image positif, tidak saja bagi masyarakat domestiknya tetapi juga bagi masyarakat mancanegara. Dan ini semua merupakan buah dari kerja keras yang dilakukan dengan sungguh-sunggu dan tidak sebentar.

Contohnya pada Mount Elizabeth Hospital (Singapura), untuk meningkatkan persepsi kliennya terhadap pelayanan rumah sakit, pihak rumah sakit mengadakan pengujian terhadap karyawannya yang sering melakukan kontak dengan klien. Menyadari bahwa individu dengan gaji dan pendidikan terendah yang biasanya paling sering melakukan kontak dengan klien dan pengunjung, ia memberikan penekanan lebih besar pada pelaksanaan praktek kerja, pengembangan jabatan, dan pelatihan bagi posisi ini. Khususnya peranan dari pekerja di front office didesain ulang dan persyaratan pekerjaannya ditingkatkan menyamai pekerja di front office hotel. Pihak rumah sakit menanamkan sikap bahwa hubungan dengan tamu merupakan bagian integral dari setiap pekerja individu, bukan tambahan tanggung jawab.

Bagi para karyawan di bagian pendukung jasa yang tidak dilatih dalam aspek hubungan manusin dari pekerjaanya juga diikutkan dalam program hubungan tamu. Program tersebut membantu para karyawan untuk mengetahui perhatian yang biasanya ditunjukkan oleh klien selama mereka dirawat di rumah sakit dan membantu mereka dalam memberikan respons yang tepat terhadap perhatian tersebut.

Salah satu teknik yang dikembangkan dan ditanamkan di sana adalah sikap mental positif, membangun keyakinan diri, menumbuhkan rasa ingin memperhatikan klien dan memberikan informasi kepada mereka tentang bagimana layanan rumah sakit, dan saat berhubungan dengan klien, dapat menjadi pendengar yang baik, mengatasi keberatan, dan menjadi contoh bagi rekan sekerjanya.

Kelemahan lainnya adalah tidak adanya pemasaran pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dilaksanakan secara bersama-sama dengan pihak lain di luar bidang kesehatan (satu kesatuan). Padahal bila hal ini dilakukan (bekerja sama dengan bidang pariwisata misalnya) akan lebih cepat mencapai jangkauan yang lebih luas. Dan tidak mustahil kita dapat memenangkan persaingan diera pasar bebas. Untuk ini diperlukan kesadaran, komitmen, dukungan, dan kerjasama yang kuat serta berkesinambungan dari berbagai pihak.

Selain itu, dalam melaksanakan pemasaran pelayanan kesehatan di rumah sakit guna menciptakan image positif masyarakat, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu:
  1. Kepuasan klien lebih baik dari pada memberikan pelayanan. Hal ini sangat mendasar sekali, karena bila fokus yang berlebihan ditujukan pada layanan klien akan melupakan focus utama yaitu dapat memuaskan klien, baik di dalam maupun di luar organisasi.
  2. Kemudahan bagi klien dalam bekerja sama dengan para petugas rumah sakit. Dengan demikian tidak ada kata tidak berhasil/gagal bila didapatkan klien yang sulit diajak bekerja sama.
  3. Menumbuhkan motivasi dengan umpan balik dari klien (bersikap terbuka bila di kritik klien). Dengan demikian kita dapat mengetahui seberapa baik hasil kerja kita.
  4. Menjaga kesinambungan hubungan dengan klien.
  5. Komitmen dan dukungan yang kuat dari system yang ada dan jajaran pimpinan guna mendukung peran pemasaran.
Akan tetapi, sifat rumah sakit yang sangat kompleks dan memiliki tanggung jawab moral atas keselamatan jiwa manusia, juga merupakan salah satu dasar bahwa pemasaran pelayanan kesehatan di rumah sakit harus sesuai dengan kebijakan negara/pemerintah (Kotler, 1987, Aniroen, 1993, Douglas, 1989). Kebijakan pemasaran pelayanan kesehatan di rumah sakit saat ini menurut Budiarso (1995) antara lain :
  1. Pemasaran hendaknya tidak terlepas dari tujuan pembangunan kesehatan, dasar kode etik kedokteran, etika rumah sakit Indonesia (ERSI) dan ketentuan hokum.
  2. Pemasaran diterapkan agar utilitas rumah sakit meningkat, meluaskan cakupan dan member kontribusi terhadap peningkatan derajat kesehatan penduduk.
  3. Pemasaran rumah sakit harus dilakukan secara benar dan tidak boleh disamakan dengan usaha-usaha umum, hindari supply created demand.
  4. Pemasaran yang diperkenankan adalah:
    1. Advertensi melalui majalah kedokteran, buku telpon dengan informasi fasilitas yang tersedia tanpa berkaitan dengan kegiatan bisnis yag bersifat mengajak, mempengaruhi, memaksa dan menakut-nakuti pemakaian jasa
    2. Publisitas diperkenankan dalam bentuk brosur/liflet serta penawaran khusus untuk peralatan baru tanpa ajakan atau bujukan yang mempengaruhi untuk mencoba.
  5. Cara pemasaran yang diperbolehkan pada dasarnya tidak bertentangan dengan kode etik profesi dan jabatan
Terlepas dari semua hal tersebut, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemasaran pelayanan kesehatan di rumah sakit yaitu :
  1. The amount of money available for promotion.
    Rumah sakit yang memiliki dana yang banyak tentunya akan memiliki kemampuan yang lebih besar lagi dalam mengkombinasikan elemen-elemen pemasaran (Advertising, Sales promotion, Public relation, personal selling).
  2. The nature of the market. Keadaan pasar, yang menyangkut daerah geografis pasaran produk dan juga calon konsumen yang di tuju. Misalnya rumah sakit di daerah perkotaan akan berbeda cara pemasarannya dengan di daerah pedesaan.
  3. The nature of product. Keadaan produk, menyangkut apakah produk ditujukan untuk konsumen akhir (barang jadi) atau sebagai bahan industry (bahan mentah atau setengah jadi, misalnya pelayanan pemeriksaa diagnostic). Hal ini akan berpengaruh pada teknik pemasaran yang akan digunakan.
  4. The stage of the product’s life cycle. Pada tingkat mana siklus kehidupan produksi sudah dicapai, akan mempengaruhi pemasaran yang digunakan. Misalnya untuk pelayanan kesehatan di rumah sakit tidak perlu terlalu mendetil dalam pemasarannya, karena masyarakat umumnya sudah tahu apa yang ada di rumah sakit. Dalam hal ini penekanan lebih ditujukan pada keunikan atau kelebihan yang ada pada suatu rumah sakit yang sedang di pasarkan (apakah unggul dalam teknologi laser, profesionalisme petugasnya misalnya).
Menurut William F Schoell (1993: 425), factor-faktor yang mempengaruhi penggunaan pemasaran adalah:
  1. The marketer. Dapat melakukan kegiatan push atau mendorong terjadinya penjualan. Pimpinan rumah sakit akan mendorong jajaran direksi rumah sakit, kemudian jajaran direksi rumah sakita, akan mendorong petugas rumah sakit, dan petugas rumah sakit akan mendorong konsumen/klien agar mau membeli suatu produk dan akan memperoleh bonus tertentu.
  2. The target market. Siapa calon konsumennya, di mana lokasinya. Hal ini akan mempengaruhi pemasaran yang akan digunakan.
  3. The product. Maksudnya adalah melihat posisi produk dalam tingkat siklus kehidupan. Pada tahap introduksi produk, pemasaran diarahkan untuk memperkenalkan produk dengan cara member sampel gratis (untuk pelayanan kesehatan di rumah sakit misalnya melakukan bakti sosial dengan mengadakan sunatan masal). Pada tahap growth, pemasaran diarahkan untuk memantapkan kepercayaan masyarakat (misalnya dengan mengirim kartu ucapan selamat ulang tahun untuk klien rumah sakit yang sedang berulang tahun untuk menunjukkan kepedulian rumah sakit terhadap klien).
  4. The situation. Dalam hal ini tergantung pada berbagai situasi lingkungan rumah sakit, seperti situasi persaingan, ekonomi, politik, dll.
Penutup
Bila kita bicara tentang pemasaran maka yang pertama kali terlintas di pikiran kita adalah konsumen, produsen, harga, dan produk yang akan dipasarkan.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan jenis produk jasa. Dalam melakukan pemasaran jasa, hal penting yang perlu diperhatikan adalah bagaimana personil kontaknya. Untuk itu relationship dan komunikasi menjadi modal utama.
Image positif di masyarakat akan tercipta bila masyarakat sudah merasakan kepuasan atas pelayanan kesehatan di rumah sakit yang di dapatnya. Bila Image positif di masyarakat sudah tumbuh, maka kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi akan dapat diterima oleh masyarakat.
Dalam pemasaran pelayanan kesehatan di rumah sakit guna mewujudkan image positif di masyarakat perlu dilakukan suatu upaya pemasaran yang holistic (satu kesatuan). Kerja sama antar berbagai pihak diluar bidang kesehatan sangat diperlukan. Untuk itu diperlukan dukungan dari system yang ada dan komitmen dari pimpinan guna mendukung pelaksanaan pemasaran. Selain itu perlu juga diperhatikan beberapa factor baik eksternal maupun internal yang dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pemasaran tersebut.





Manajemen RS Lainnya :