Pemasaran Pelayanan
Kesehatan di RS sebagai Upaya Menciptakan Image Positif di Masyarakat
Pdpersi, Jakarta -
Pendahuluan
Pemasaran merupakan salah satu masalah bagi setiap rumah sakit atau
organisasi pelayanan kesehatan lainnya. Kurang berhasilnya pemasaran
diantaranya akibat kurangnya rumah sakit berpihak pada kepentingan klien.
Karena apa yang telah di sampaikan saat dipasarkan sering kali tidak sesuai
dengan apa yang didapatkan klien pada kenyataan, dan tentunya akan menimbulkan
image yang tidak baik untuk rumah sakit tersebut. Hal ini, salah satu
diantaranya karena rumah sakit cenderung mencari keuntungan semata sehingga
lebih memperhatikan aspek komersialnya. Akibatnya pasienlah (selanjutnya
disebut klien) yang pada akhirnya sering dirugikan. Hal ini dikarenakan klien
tidak memiliki bargaining position yang kuat.
Saat klien memerlukan jasa pelayanan kesehatan biasanya berada dalam kondisi
darurat/ tidak direncanakan. Jasa pelayanan kesehatan diperlukan pada saat
dirinya atau keluarganya aa yang sakit dan segera memerlukan pertolongan,
sehingga kesembuhan atau keselamatan jiwa menjadi faktor utama dibandingkan
faktor-faktor lainnya. Namun demikian bukan berarti pihak penyelenggara
pelayanan kesehatan dapat mengabaikan kepuasan atas klien di dalam memberikan
jasa pelayanan.
Sudah menjadi rahasia umum dan kita acapkali mendengar berbagai keluhan
masyarakat yang merasa tidak puas atas pelayanan kesehatan yang mereka
terima, baik dari dokter maupun rumah sakit. Keluhannya beragam. Ada yang
karena dokter sering telat menangani klien, bahkan hingga kliennya meninggal.
Ada pula pasien yang harus antre dan menunggu giliran dipanggil sampai harus
berjam-jam. Bagi masyarakat golongan ekonomi lemah, ketidakpuasan terhadap
buruknya pelayanan kesehatan, baik yang mereka terima dari dokter maupun
rumah sakit, sering diterima dengan pasrah. Sementara itu bagi orang kaya,
ketidakpuasan atas pelayanan demikian, sudah cukup memberi alasan bagi mereka
untuk berobat ke dokter atau rumah sakit luar negeri meski harus dengan biaya
yang jauh lebih tinggi. Kecenderungan masyarakat golongan mampu saat ini,
yang pergi berobat ke luar negeri, atau bagi masyarakat kurang mampu yang
mencari pengobatan alternatif. Merupakan indikator adanya penurunan kepercayaan
terhadap pelayanan kesehatan konvensional.
Kekhawatiran juga disampaikan oleh Presiden pada saat pembukuan Muktamar
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebagai berikut :
“Senang atau tidak, harus diakui sekarang semakin berkembang penilaian dan sikap
di lapisan tertentu di masyarakat yang lebih mempercayai pemberian layanan
kesehatan di luar negeri”
Dengan semakin kritisnya masyarakat saat ini terhadap pelayanan yang
diterimanya dan semakin ketatnya persaingan di era pasar bebas, menuntut
banyak hal dalam pelayanan kesehatan yang harus dibenahi, khususnya dalam
melakukan pemasaran yang lebih berfokus pada upaya peningkatan kepuasan klien
sehingga dapat tercipta suatu image positif di masyarakat. Karena kemajuan
dan peningkatan kualitas hidup masyarakat akan mengubah ukuran kualitas
penyedia dan pelayanan kesehatan. Segala sesuatu yang semula diinginkan dan
dianggap cukup, pada tahapan dan kurun waktu berikutnya dapat dipandang belum
cukup dan kurang memuaskan. Gejala seperti ini bersifat manusiawai dan
universal yang harus diwaspadai sebagai pertanda untuk terus memperbaiki
kinerja dan kualitas pelayanan.
Permasalahan
Blum (1974) mengatakan bahwa, “untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat, salah satu upaya yang dipandang mempunyai peranan cukup penting
adalah penyelenggara pelayanan kesehatan. Untuk itu diperlukan pelaksanaan
pelayanan kesehatan yang baik, guna memberikan kepuasan kepada kliennya.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan produk jasa yang diberikan pihak
rumah sakit kepada kliennya. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh rumah
sakit merupakan tolak ukur dari kualitas rumah sakit tersebut. Bila suatu
rumah sakit telah berhasil memberikan pelayanan kesehatan dengan baik
sehingga memberikan kepuasan kepada kliennya, itu berarti rumah sakit
tersebut telah memiliki kualitas yang baik, begitupun sebaliknya. Dengan
demikian, lambat laun pada rumah sakit tersebut akan tercipta suatu image
positif dari masyarakatnya.
Kenyataan bahwa kualitas pelayanan rumah sakit masih sangat memprihatinkan,
haruslah diterima sebagai sebuah realitas. Para petugas rumah sakit tidak
perlu malu mengakui hal itu dengan mencoba berlindung di balik berbagai
alasan yang sebenarnya tidak perlu. Tetapi yang diperlukan adalah menyusun
strategi yang tepat untuk memasarkan pelayanan kesehatan yang lebih berpihak
kepada kepuasan klien dan bukan hanya berpihak kepada keuntungan rumah sakit
semata.
Karena bila dalam suatu pelayanan kesehatan kepuasan klien tidak mendapat
porsi utama, maka lambat laun tidak dapat dihindari masyarakat akan beralih
atau mencari pelayanan kesehatan ketempat lain yang dianggap dapat memberikan
kepuasan bagi dirinya (karena image terhadap sarana pelayanan sudah tidak
baik). Dengan demikian, segencar apapun usaha pemasaran yang dilakukan tidak
akan menunjukkan keberhasilan yang signifikan.
Selain itu, tingginya minat klien berobat ke luar negeri menyebabkan
meningkatnya investasi modal asing untuk pembangunan rumah sakit dan sarana
kesehatan lain di Indonesia. Sehingga para dokter ahli di rumah sakit
(umumnya rumah sakit pemerintah) akan memilih pindah kerja di rumah sakit
swasta khususnya rumah sakit asing atau para dokter yang pintar ditarik untuk
bekerja ke luar negeri, karena penghasilannya jauh lebih besar.
Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut
tentang: strategi apa yang perlu dilakukan dalam memasarkan pelayanan
kesehatan di rumah sakit dalam rangka menciptakan image positif masyarakat
dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada keberhasilan pemasaran
pelayanan kesehatan di rumah sakit dalam rangka menciptakan image positif
masyarakat.
Strategi Pemasaran
Istilah pemasaran dalam bahasa Inggris dikenal dengan kata marketing yang
sudah di serap ke dalam bahasa Indonesia (asal kata market: pasar).
Menurut Kotler (1997) definisi pemasaran ialah suatu proses sosial dan
managerial yang memungkinkan individu-individu dan kelompok-kelompok
memperoleh kebutuhan (need) dan keinginannya (want), dengan menciptakan,
menawarkan dan mempertukarkan produk-produk nilai dengan pihak-pihak lain.
Didalam pemasaran, yang diibaratkan sebagai suatu medan perang bagi para
produsen dan para pedagang, perlu menetapkan strategi guna memenangkan suatu
pertempuran. Banyak lawan yang akan dihadapi dalam medan pasar, namun
lawan-lawan ini tidak boleh dimatikan. Dengan strategi yang benar diharapakan
kegiatan pemasaran perusahaan dapat diarahakn untuk mencapai tujuan yang
telah direncanakan. Perusahaan akan dapat menguasai market share yang luas
ataupun market position yang mantap. Market share artinya penguasaan luas
pasar, sedangkan market position ialah kedudukan yang kokoh dari suatu
produk.
Menurut Lesser Robert (1978), definisi strategi ialah suatu rencana yang
fundamental untuk mecapai tujuan perusahaan.
Strategi pemasaran menurut Tull dan Kotler, (1990) dalam Tjiptono, (1997)
adalah alat fundamental yang diciptakan untuk mencapai tujuan perusahaan
dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar
yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar
sasaran tersebut.
Beberapa strategi pemasaran jasa yang dapat dilakukan yaitu :
- Pemasaran intern. Dalam
bisnis jasa, kualitas jasa tidak dapat dipisahkan dari mutu yang
menyediakan jasa. Dengan demikian kontak antara si penyedia jasa dengan
kliennya sangatlah diperlukan. Pemasaran intern ialah menerapkan teori
dan praktek pemasaran terhapad orang yang melayani langganannya, jadi
harus dipekerjakan dan dipelihara tenaga kerja yang terbaik serta mereka
harus bekerja sebaik mungkin
- Memikat langganan. Pada
perusahaan jasa selera klien secara individual pada kunjungan yang
pertama sangat diperhatikan. Untuk itu, satu kunci strategi bagi
pengusaha-pengusaha jasa adalah menentukan situasi lingkungan dengan
didasari oleh penyesuaian dengan klien dan standarisasi harus dilakukan.
- Mengelola bukti berarti
mengelola peralatan yang menghasilkan jasa. Jasa biasanya sulit di nilai
dibandingkan dengan barang yang berwujud. Sifat tidak berwujud dari
jasa, mendorong klien untuk memperhatikan benda berwujud yaitu yang
memberikan layanan (petugasnya) sebagai patokan terhadap kualitas jasa
tersebut. Untuk itu, perlu diupayakan sedemikian rupa agar petugas
memberikan jasa yang memuaskan klien.
- Membuat jasa berwujud.
Istilah berwujud mempunyai dua arti yaitu tidak dapat diraba dan tidak
dapat diamati. Dengan demikian keuntungan biasanya dapat diperoleh
dengan membuat jasa menadi lebih berwujud. Misalnya, seorang petugas
rumah sakit membuat klien lebih mudah memahami apa yang diberikan oleh
pihak rumah sakit dengan direlevankan melalui kata-kata berwujud,
misalnya “anda berada dalam tangan yang tepat bersama kami”.
- Menyeimbangkan permintaan dan
penawaran. Karena jasa adalah performan, maka jasa sifatnya tidak dapat
disimpan (digudangkan). Sehingga, salah satu masalah krusial yang sulit
dihadapi oleh pengusaha jasa ialah bagaimana menyeimbangkan antara
permintaan dan penawaran. Untuk itu perlu dirubah pola permintaan dan
penawaran jasanya dengan cara: memperbanyak jenis penawaran.
Beberapa hal yang dapat
menimbulkan kegagalan dalam pemasaran jasa adalah :
- Kesenjangan harapan klien dan
persepsi manajemen.
- Kesenjangan manajemen dengan
kualitas jasa.
- Kesenjangan kualitas jasa
dengan penyampaian jasa.
- Kesenjangan penyampaian jasa
dengan komunikasi eksternal.
- Kesenjangan jasa yang dialami
/ dipersiapkan dengan jasa yang diharapkan.
Image Klien
Kepuasan konsumen/klien merupakan ukuran keberhasilan pemasaran. Dengan
kepuasan tersebut terciptalah suatu image positif dari klien. Untuk
mendapatkan image yang baik tersebut diperlukan suatu hubungan (relationship)
dan komunikasi yang baik.
Kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan
dan harapan. Ada tiga kepuasan yaitu:
- Bila penampilan kurang dari
harapan, klien tidak puas.
- Bila penampilan sebanding
dengan harapan, klien puas.
- Bila penampilan melebihi
harapan, klien amat puas atau senang.
Namun demikain, mengukur tingkat
kepuasan klien merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah dan memerlukan
kriteria tertentu. Kepuasan klien dapat diukur dari sudut:
- Suara konsumen. Dari sudut
ini pengukuran kepuasan konsumen bersifat kualitatif dan subyektif.
Kepuasan konsumen diukur dari suara-suara konsumen yang dapat berupa
kritikan atau keluhan terhadap strategi atau kegiatan pemasaran produk
dari perusahaan itu. Keadaan ini akan menentukan tingkat kooperatif atau
kerjasama konsumen. Makin kooperatif konsumen tersebut, berarti makin
puas pula konsumen terhadap strategi atau kebijakan pemasaran produk
dari perusahaan itu.
- Laba atau keuntungan
perusahaan. Pengukuran ini bersifat kuantitatif dan obyektif. Makin
tinggi tingkat laba perusahaan, makin puas pula konsumen terhadap
strategi atau kebijakan pemasaran produk perusahaan itu. Hal ini karena
konsumen telah bersedia membayar harga produk yang ditetapkan atau
membeli produk dalam jumlah besar, sebab mereka merasa puas dengan
strategi atau kebijakan pemasaran perusahaan.
Kepuasan klien rumah sakit
dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain yang berhubungan dengan :
- Pendekatan dan perilaku petugas,
perasaan klien terutama saat pertama kali datang.
- Mutu informasi yang diterima,
seperti apa yang dikerjakan, apa yang dapat diharapkan.
- Prosedur perjanjian.
- Waktu tunggu.
- Fasilitas umum yang tersedia.
- Fasilitas perhotelan untuk
klien seperti mutu makanan, privacy, dan pengaturan kunjungan.
- Out come terapi dan perawatan
yang diterima
. Pemasaran Pelayanan Kesehatan
di RS
Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana pelayanan kesehatan yang dapat
diselenggarakan oleh pemerintah dan atau swasta. Adapun pelayanan kesehatan
di rumah sakit dapat berupa kegiatan pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat
inap dan pelayanan rawat darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang
medik. Adapun produk yang diberikan kepada klien oleh rumah sakit berupa produk
jasa.
Dalam pemasaran produk jasa, ketrampilan karyawan dalam melayani klien sangat
menentukan tingkat keberhasilan dari pemasaran tersebut (pemasaran
interaktif). Klien menilai kualitas jasa tidak hanya berdasarkan kualitas
teknikal (misalnya apakah pembedahan berjalan dengan baik?) tetapi juga
berdasarkan kualitas fungsionalnya (misalnya apakah dokter bedah menunjukkan
perhatian dan membangkitkan kepercayaan?).
Pada produk jasa umumya lebih memiliki ciri kualitas berdasarkan pengalaman
dan berdasarkan kepercayaan, karena klien merasakan risikonya lebih tinggi
dalam membeli jasa (bila produk selain jasa tidak sesuai dengan
selera/keinginan klien dapat ditukar). Akibatnya: pertama, konsumen jasa
umumya lebih mengandalkan pada kabar dari mulut ke mulut dari pada iklan
perusahaan jasa; kedua, klien memperhatikan harga, personil (pemberi jasa),
dan isyarat fisik untuk menilai kualitas jasa; dan ketiga, klien akan sangat
loyal pada pemberi jasa yang layanannya memuaskan mereka.
Dalam pelaksanaan pemasaran produk jasa harus sesuai dengan selera klien
(memahami kebutuhan klien). Ada pepatah yang mengatakan “pembeli adalah
raja”, ini berarti pembeli berkuasa memperlihatkan suasana pasaran jasa.
Karena bagi produsen yang tidak melakukan kegiatan pemasaran dengn berorientasi
pada selera klien, maka ia akan ditinggalkan kliennya.
Namun kenyataannya, hal ini belum sepenuhnya berlaku pada pemasaran pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Kondisi klien yang tidak memiliki bargaining
position yang kuat merupakan salah satu faktor penyebab mengapa pemasaran
pelayanan kesehatan oleh rumah sakit terkadang belum sesuai dengan selera
klien.
Contohnya, di beberapa rumah sakit, seringkali klien mendapatkan pelayanan
kesehatan yang tidak seimbang dengan waktu yang harus mereka habiskan untuk
menunggu giliran berobat. Karena banyaknya klien yang mengantre atau petugas
tergesa-gesa karena akan segera praktek ditempat lain atau karena lelah,
tidak sempat lagi untuk memberikan informasi yang cukup tentang penyakit yang
sedang di derita kliennya. Akibatnya, klien datang dengan ketidaktahuan akan
penyakitnya dan pulangpun dalam keadaan ketidakjelasan akan penyakitnya. Hal
ini tentunya dapat berpengaruh pada tingkat kepatuhan klien dalam menjalankan
anjuran-anjuran yang diberikan. Klien akan menganggap sakitnya sudah sembuh
bila keluhan-keluhan yang dirasakannya hilang, sehingga ia menganggap tidak
perlu meminum obat lagi (obat yang di daptnya tidak dihabiskan).
Belum sepenuhnya tercipta image positif masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan di rumah sakit dalam negeri saat ini, merupakan pekerjaan rumah
bagi tidak saja petugas bagian humas/public relation (PR) atau
marketing/pemasaran. Tetapi juga menjadi tanggung jawan bersama semua pihak
yang terlibat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan di rumah sakit
(menjadi satu kesatuan), baik langsung maupun tidak langsung (mulai dari
petugas yang pertama kali menerima klien saat meninggalkan lingkungan rumah
sakit). Yang tidak kalah penting lagi adalah penampilan dari petugasnya.
Seorang petugas rumah sakit di dalam memberikan pelayanan kesehatan baik
langsung maupun tidak langsung harus meyakinkan, dapat mengerti kebutuhan
klien, ramah serta dapat memberikan kenyamanan bagi semua calon klien dan
klien yang datang. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi
seorang petugas rumah sakit di dalam memberikan pelayanan kesehatan yaitu :
- Selalu memancarkan sikap
positif, yang tercermin dari penampilannya yang rapi, bersih, ramah, dan
sopan.
- Selalu mengidentifikasi
kebutuhan klien, dengan bersikap tepat waktu, berada satu langkah di
depan klien dengan cara mengantisipasi kebutuhan klien misalnya
menyediakan sarana untuk menerima keluhan atau masukan klien, memberikan
perhatian.
- Selalu mempersiapkan
kebutuhan klien sebelum memberikan pelayanan kesehatan dengan baik dan
cermat, seperti menyiapkan arsip, menjawab telpon, mengirim/menyampaikan
pesan dengan jelas.
- Selalu mengupayakan klien
datang kembali. Dalam hal ini bukan berarti mengharapkan klien sakit
agar datang lagi ke rumah sakit, tetapi berupaya memberikan kesan
positif yang mendalam bagi klien yang di layaninya. Sehingga bila suatu
saat klien atau keluarganya mendapatkan masalah dengan kesehatannya dan
perlu dibawa ke rumah sakit maka yang pertama kali teringat adalah
pengalaman menyenangkan dari petugas-petugas rumah sakit selama mereka
berada di rumah sakit tersebut. Dengan demikian mereka ingin datang lagi
dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang menyenangkan itu.
- Selalu mengutamakan kepuasan
pelanggan, yang terpancar dari sikap ikhlas dan senang hati di dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada klien, akui perasaan klien,
jelaskan tindakan yang akan dilakukan untuk memperbaiki masalah, ucapkan
terimakasih atas masukan yang diberikan dan minta maaf atas kejadian
yang tidak menyenangkan. Bila klien puas, maka ia akan menceritakan
kepuasannya itu kepada semua orang terdekatnya.
Fakta yang terjadi pada kelompok
masyarakat tertentu yang lebih senang berobat ke luar negeri, merupakan
gambaran dari pemasaran pelayanan kesehatan di rumah sakit pada Negara lain
(Singapura misalnya) telah lebih berhasil menciptakan image positif, tidak
saja bagi masyarakat domestiknya tetapi juga bagi masyarakat mancanegara. Dan
ini semua merupakan buah dari kerja keras yang dilakukan dengan
sungguh-sunggu dan tidak sebentar.
Contohnya pada Mount Elizabeth Hospital (Singapura), untuk meningkatkan
persepsi kliennya terhadap pelayanan rumah sakit, pihak rumah sakit
mengadakan pengujian terhadap karyawannya yang sering melakukan kontak dengan
klien. Menyadari bahwa individu dengan gaji dan pendidikan terendah yang
biasanya paling sering melakukan kontak dengan klien dan pengunjung, ia
memberikan penekanan lebih besar pada pelaksanaan praktek kerja, pengembangan
jabatan, dan pelatihan bagi posisi ini. Khususnya peranan dari pekerja di
front office didesain ulang dan persyaratan pekerjaannya ditingkatkan
menyamai pekerja di front office hotel. Pihak rumah sakit menanamkan sikap
bahwa hubungan dengan tamu merupakan bagian integral dari setiap pekerja
individu, bukan tambahan tanggung jawab.
Bagi para karyawan di bagian pendukung jasa yang tidak dilatih dalam aspek
hubungan manusin dari pekerjaanya juga diikutkan dalam program hubungan tamu.
Program tersebut membantu para karyawan untuk mengetahui perhatian yang
biasanya ditunjukkan oleh klien selama mereka dirawat di rumah sakit dan
membantu mereka dalam memberikan respons yang tepat terhadap perhatian
tersebut.
Salah satu teknik yang dikembangkan dan ditanamkan di sana adalah sikap
mental positif, membangun keyakinan diri, menumbuhkan rasa ingin
memperhatikan klien dan memberikan informasi kepada mereka tentang bagimana
layanan rumah sakit, dan saat berhubungan dengan klien, dapat menjadi
pendengar yang baik, mengatasi keberatan, dan menjadi contoh bagi rekan
sekerjanya.
Kelemahan lainnya adalah tidak adanya pemasaran pelayanan kesehatan di rumah
sakit yang dilaksanakan secara bersama-sama dengan pihak lain di luar bidang
kesehatan (satu kesatuan). Padahal bila hal ini dilakukan (bekerja sama
dengan bidang pariwisata misalnya) akan lebih cepat mencapai jangkauan yang
lebih luas. Dan tidak mustahil kita dapat memenangkan persaingan diera pasar
bebas. Untuk ini diperlukan kesadaran, komitmen, dukungan, dan kerjasama yang
kuat serta berkesinambungan dari berbagai pihak.
Selain itu, dalam melaksanakan pemasaran pelayanan kesehatan di rumah sakit
guna menciptakan image positif masyarakat, ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan, yaitu:
- Kepuasan klien lebih baik
dari pada memberikan pelayanan. Hal ini sangat mendasar sekali, karena
bila fokus yang berlebihan ditujukan pada layanan klien akan melupakan
focus utama yaitu dapat memuaskan klien, baik di dalam maupun di luar
organisasi.
- Kemudahan bagi klien dalam
bekerja sama dengan para petugas rumah sakit. Dengan demikian tidak ada
kata tidak berhasil/gagal bila didapatkan klien yang sulit diajak
bekerja sama.
- Menumbuhkan motivasi dengan
umpan balik dari klien (bersikap terbuka bila di kritik klien). Dengan
demikian kita dapat mengetahui seberapa baik hasil kerja kita.
- Menjaga kesinambungan
hubungan dengan klien.
- Komitmen dan dukungan yang
kuat dari system yang ada dan jajaran pimpinan guna mendukung peran
pemasaran.
Akan tetapi, sifat rumah sakit
yang sangat kompleks dan memiliki tanggung jawab moral atas keselamatan jiwa manusia,
juga merupakan salah satu dasar bahwa pemasaran pelayanan kesehatan di rumah
sakit harus sesuai dengan kebijakan negara/pemerintah (Kotler, 1987, Aniroen,
1993, Douglas, 1989). Kebijakan pemasaran pelayanan kesehatan di rumah sakit
saat ini menurut Budiarso (1995) antara lain :
- Pemasaran hendaknya tidak
terlepas dari tujuan pembangunan kesehatan, dasar kode etik kedokteran,
etika rumah sakit Indonesia (ERSI) dan ketentuan hokum.
- Pemasaran diterapkan agar
utilitas rumah sakit meningkat, meluaskan cakupan dan member kontribusi
terhadap peningkatan derajat kesehatan penduduk.
- Pemasaran rumah sakit harus
dilakukan secara benar dan tidak boleh disamakan dengan usaha-usaha
umum, hindari supply created demand.
- Pemasaran yang diperkenankan
adalah:
- Advertensi melalui majalah
kedokteran, buku telpon dengan informasi fasilitas yang tersedia tanpa
berkaitan dengan kegiatan bisnis yag bersifat mengajak, mempengaruhi,
memaksa dan menakut-nakuti pemakaian jasa
- Publisitas diperkenankan
dalam bentuk brosur/liflet serta penawaran khusus untuk peralatan baru
tanpa ajakan atau bujukan yang mempengaruhi untuk mencoba.
- Cara pemasaran yang
diperbolehkan pada dasarnya tidak bertentangan dengan kode etik profesi
dan jabatan
Terlepas dari semua hal tersebut,
ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemasaran pelayanan kesehatan di
rumah sakit yaitu :
- The amount of money available
for promotion.
Rumah sakit yang memiliki dana yang banyak tentunya akan memiliki
kemampuan yang lebih besar lagi dalam mengkombinasikan elemen-elemen
pemasaran (Advertising, Sales promotion, Public relation, personal
selling).
- The nature of the market.
Keadaan pasar, yang menyangkut daerah geografis pasaran produk dan juga
calon konsumen yang di tuju. Misalnya rumah sakit di daerah perkotaan
akan berbeda cara pemasarannya dengan di daerah pedesaan.
- The nature of product.
Keadaan produk, menyangkut apakah produk ditujukan untuk konsumen akhir
(barang jadi) atau sebagai bahan industry (bahan mentah atau setengah
jadi, misalnya pelayanan pemeriksaa diagnostic). Hal ini akan
berpengaruh pada teknik pemasaran yang akan digunakan.
- The stage of the product’s
life cycle. Pada tingkat mana siklus kehidupan produksi sudah dicapai,
akan mempengaruhi pemasaran yang digunakan. Misalnya untuk pelayanan kesehatan
di rumah sakit tidak perlu terlalu mendetil dalam pemasarannya, karena
masyarakat umumnya sudah tahu apa yang ada di rumah sakit. Dalam hal ini
penekanan lebih ditujukan pada keunikan atau kelebihan yang ada pada
suatu rumah sakit yang sedang di pasarkan (apakah unggul dalam teknologi
laser, profesionalisme petugasnya misalnya).
Menurut William F Schoell (1993:
425), factor-faktor yang mempengaruhi penggunaan pemasaran adalah:
- The marketer. Dapat melakukan
kegiatan push atau mendorong terjadinya penjualan. Pimpinan rumah sakit
akan mendorong jajaran direksi rumah sakit, kemudian jajaran direksi
rumah sakita, akan mendorong petugas rumah sakit, dan petugas rumah
sakit akan mendorong konsumen/klien agar mau membeli suatu produk dan
akan memperoleh bonus tertentu.
- The target market. Siapa
calon konsumennya, di mana lokasinya. Hal ini akan mempengaruhi
pemasaran yang akan digunakan.
- The product. Maksudnya adalah
melihat posisi produk dalam tingkat siklus kehidupan. Pada tahap
introduksi produk, pemasaran diarahkan untuk memperkenalkan produk
dengan cara member sampel gratis (untuk pelayanan kesehatan di rumah
sakit misalnya melakukan bakti sosial dengan mengadakan sunatan masal).
Pada tahap growth, pemasaran diarahkan untuk memantapkan kepercayaan
masyarakat (misalnya dengan mengirim kartu ucapan selamat ulang tahun
untuk klien rumah sakit yang sedang berulang tahun untuk menunjukkan
kepedulian rumah sakit terhadap klien).
- The situation. Dalam hal ini
tergantung pada berbagai situasi lingkungan rumah sakit, seperti situasi
persaingan, ekonomi, politik, dll.
Penutup
Bila kita bicara tentang pemasaran maka yang pertama kali terlintas di
pikiran kita adalah konsumen, produsen, harga, dan produk yang akan
dipasarkan.
Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan jenis produk jasa. Dalam
melakukan pemasaran jasa, hal penting yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana personil kontaknya. Untuk itu relationship dan komunikasi menjadi
modal utama.
Image positif di masyarakat akan tercipta bila masyarakat sudah merasakan
kepuasan atas pelayanan kesehatan di rumah sakit yang di dapatnya. Bila Image
positif di masyarakat sudah tumbuh, maka kekurangan-kekurangan yang mungkin
terjadi akan dapat diterima oleh masyarakat.
Dalam pemasaran pelayanan kesehatan di rumah sakit guna mewujudkan image
positif di masyarakat perlu dilakukan suatu upaya pemasaran yang holistic
(satu kesatuan). Kerja sama antar berbagai pihak diluar bidang kesehatan
sangat diperlukan. Untuk itu diperlukan dukungan dari system yang ada dan
komitmen dari pimpinan guna mendukung pelaksanaan pemasaran. Selain itu perlu
juga diperhatikan beberapa factor baik eksternal maupun internal yang dapat
mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pemasaran tersebut.
|
|