Kamis, 21 Agustus 2025

PENINGKATAN KUALITAS PENGADUAN MALADMINISTRASI SEBAGAI TUGAS DAN WEWENANG OMBUDSMAN RI DALAM PERBAIKAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK

 

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah sebagai pelaksana kebijakan sebuah negara dapat diibaratkan seperti mesin pengelola negara yang terbentuk untuk melayani kepentingan-kepentingan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan definisi pemerintah yang dikemukakan oleh Soemendar bahwa pemerintah adalah lembaga yang harus berperan penting di dalam mewujudkan ketertiban, kebebasan berpendapat, kepentingan dan kebutuhan masyarakat, lingkungan, tegaknya peraturan, dan berperan untuk menjalin komunikasi dengan seluruh lapisan masyarakat (Rohayati, 2021, dalam Teuku, 2024).

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya tersebut, pemerintah memiliki sebuah sistem yang disebut dengan birokrasi. Sistem birokrasi ini dikoordinir dan dijalankan serta dengan pembagian tugas masing-masing berdasarkan tingkat hierarki jabatan. Secara konkretnya birokrasi adalah suatu sistem kerja yang efektif dan efisien yang di dalam pengerjaannya didasari oleh teori dan aturan yang berlaku serta memiliki spesialisasi sesuai tujuan yang telah disepakati di sebuah organisasi, instansi ataupun lembaga pemerintah (Muhammad, 2018, dalam Teuku, 2024).

Sistem birokrasi tersebut juga memiliki fokus utama di dalam pelaksanaan kerja, yakni berfokus untuk memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Menurut pengertiannya pelayanan publik adalah sebuah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan atas barang, jasa, atau pelayanan administratif kepada warga negara yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai dasar hukum pelayanan publik negara, Indonesia juga memiliki undang-undang yang mendefinisikan apa yang dimaksud dengan pelayanan publik. Menurut UU No. 25 Tahun 2009 “Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas jasa, barang, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik”. Oleh karena itu, pelayanan publik merupakan hal krusial di dalam pembangunan sebuah negara. Dapat dipahami bahwa pelayanan publik adalah suatu kegiatan pelayanan yang bertujuan untuk melayani permasalahan, keluhan dan keinginan masyarakat.

Secara   tradisional   Ombudsman dikenal sebagai lembaga  independen yang menerima  dan  menyelidiki  keluhan - keluhan masyarakat yang menjadi korban kesalahan administrasi (maladministration)   publik.   Yaitu  meliputi  keputusan  keputusan  atau tindakan  pejabat  publik  yang  ganjil (inappropriate), menyimpang (deviate), sewenang-wenang  (arbitrary), melanggar ketentuan (irregular/illegitimate),  penyalahgunaan kekuasaan (abuses    of    power), keterlambatan  yang  tidak  perlu  (undue delay)   atau   pelanggaran   kepatutan  (equity). (Khoirul, 2019). Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Termasuk yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD dan BHMN serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu (Pasal 6 UU No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia). Salah tugas Ombudsman adalah menerima laporan (pengaduan) atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Dalam menjalankan tugas tersebut, Ombudsman berwenang antara lain menyelesaikan laporan (pengaduan) melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak, termasuk membuat rekomendasi mengenai penyelesaian laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan (Enrico, 2018).

 

1.2    Rumusan Masalah

a.       Apa hubungan antara pengaduan maladministrasi dan peningkatan pelayanan publik ?

b.      Bagimanakah fungsi, tugas dan wewenang Ombudsman RI dalam mencegah maladministrasi ?

c.       Bagimana kontribusi Ombudsman RI dalam upaya peningkatan penyelenggaraan pelayanan publik ?

 

1.3    Tujuan Penulisan

Ada beberapa tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:

a.       Menjelaskan keterkaitan antara antara pengaduan maladministrasi dan peningkatan pelayanan publik;

b.      Meguraikan fungsi, tugas dan wewenang Ombudsman RI rangka peningkatan kualitas pelayanan publik; dan

c.       Menjabarkan langkah strategis Ombudsman RI dalam peningkatan kualitas pelayanan publik.

 

BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN DASAR HUKUM

2.1 Pengertian Maladministrasi

Menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, atau menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan. 

2.2 Hubungan Maladministrasi dan Pelayanan Publik

Pelayanan publik yang baik bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara efektif, efisien, dan adil. Maladministrasi, sebaliknya, adalah gangguan yang merusak tujuan tersebut.  Beberapa penyebab maladministrasi dalam pelayanan publik meliputi kurangnya pemahaman tentang aturan, lemahnya komitmen pimpinan, kurangnya standar pelayanan, masalah sumber daya manusia, dan kurangnya itikad baik dari pelaksana. 

Maladministrasi dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat, seperti kehilangan waktu, biaya tambahan, dan ketidakpastian dalam mengakses layanan. Selain itu, maladministrasi juga dapat merusak reputasi instansi pemerintah dan menghambat pembangunan. 

Untuk mencegah dan menanggulangi maladministrasi, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, masyarakat, dan lembaga pengawas seperti Ombudsman RI perlu meningkatkan pemahaman dan komitmen dalam memberikan pelayanan publik yang baik, serta memastikan adanya standar pelayanan yang jelas dan sumber daya yang memadai. Masyarakat juga perlu berperan aktif dalam mengawasi dan melaporkan tindakan maladministrasi. 

 

2.3 Dasar Hukum Ombudsman RI

a.       UU No.37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia;

b.      UU No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; dan

c.       UUD RI 1945 Pasal 28D ayat (1).

 

 

BAB III. PERAN STRATEGIS OMBUDSMAN RI DALAM PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

 

3.1. Fungsi, Tugas dan Wewenang Ombudsman RI

Dalam UU No.37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, dimana Ombudsman RI  memiliki berbagai fungsi, tugas dan wewenang sebagai berikut:

a. Fungsi Ombudsman RI

Ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.

b. Tugas Ombudsman RI

Dalam pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik, Ombudsman bertugas:

a)      menerima Laporan atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

b)      melakukan pemeriksaan substansi atas Laporan;

c)      menindaklanjuti Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman;

d)     melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;

e)      melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;

f)       membangun jaringan kerja;

g)      melakukan upaya pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan

h)      melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang undang.

c.       Wewenang Ombudsman RI

Dalam menjalankan fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, Ombudsman berwenang:

a)      meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;

b)      memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan;

c)      meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor;

d)     melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan Laporan;

e)      menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;

f)       membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;

g)      demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi.

Selain wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman berwenang:

a)      menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penyelenggara Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;

b)      menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi.

 

3.2 Bentuk Maladministrasi

Maladministrasi merujuk pada tindakan atau perilaku dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang menyimpang dari aturan, prosedur, atau etika yang seharusnya. Beberapa bentuk maladministrasi yang umum terjadi antara lain: 

a.         Penyalahgunaan Wewenang:

Penggunaan wewenang yang tidak sesuai dengan tujuan atau kepentingan publik, seringkali untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. 

b.        Penyimpangan Prosedur:

Tidak mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dalam memberikan pelayanan, misalnya mempersulit proses pelayanan atau mempersingkat prosedur tanpa alasan yang sah. 

c.         Penundaan Berlarut (Undue Delay):

Proses pelayanan yang seharusnya cepat diselesaikan, namun sengaja ditunda-tunda tanpa alasan yang jelas. 

d.        Tidak Memberikan Pelayanan:

Sama sekali tidak memberikan pelayanan kepada masyarakat meskipun persyaratan sudah lengkap, atau bahkan menolak memberikan pelayanan tanpa alasan yang jelas. 

e.         Tidak Kompeten:

Petugas pelayanan tidak memiliki kualifikasi atau kemampuan yang memadai untuk melaksanakan tugasnya, atau menugaskan petugas yang tidak kompeten. 

f.          Permintaan Imbalan:

Meminta imbalan atau uang kepada masyarakat sebagai syarat untuk mendapatkan pelayanan, atau menjanjikan sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan. 

g.         Diskriminasi:

Memberikan perlakuan yang berbeda kepada masyarakat berdasarkan suku, agama, ras, jenis kelamin, atau latar belakang lainnya. 

h.        Kelalaian:

Tidak melaksanakan kewajiban atau tanggung jawab dalam memberikan pelayanan, misalnya tidak memberikan informasi yang dibutuhkan, atau tidak menindaklanjuti laporan yang masuk. 

i.           Tidak Transparan:

Menutupi informasi yang seharusnya diketahui oleh masyarakat terkait dengan pelayanan publik yang diberikan. 

j.          Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN):

Praktik-praktik yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan, suap, dan nepotisme dalam pelayanan publik. 

Maladministrasi dapat merugikan masyarakat, menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah, dan menghambat pembangunan. 

 

3.3 Penanganan Pengaduan Ombudsman Republik Indonesia

Pengaduan publik adalah laporan atau keluhan dari masyarakat terkait dengan pelayanan publik yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang baik. Adapun proses penanganan pengaduan secara umum memiliki tahapan-tahapan yang bertujuan untuk memastikan bahwa setiap pengaduan yang diterima dapat ditangani dengan efektif dan efisien. Sumber pengaduan bisa datang dari berbagai sumber seperti pelayanan pelanggan, masyarakat, atau pihak internal secara umum. Adapun cara Penerimaan pengaduan dapat diterima melalui berbagai saluran, seperti telepon, email, formulir online, media sosial, atau langsung di tempat. Dalam menilai jenis dan kategori pengaduan apakah itu terkait dengan produk, layanan, kebijakan, atau tindakan tertentu yang tidak sesuai. Pengaduan publik adalah laporan atau keluhan dari masyarakat terkait dengan pelayanan publik yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang baik.

Bentuk pengaduan Ombudsman RI dengan pengaduan Lembaga Non Ombudsman itu jauh berbeda baik dari tujuan pengaduan, masalah yang diadukan, prosedur dan penyelesaian, kewenangan, dan lain-lain. Dapat disimpulkan bahwa pengaduan di Ombudsman lebih berfokus pada masalah maladministrasi dalam pelayanan publik oleh pihak pemerintah atau swasta sebagai pengguna dana APBN/APBD, dengan solusi berbentuk rekomendasi atau koreksi prosedural. Sedangkan pengaduan di Lembaga Non-Ombudsman dapat melibatkan masalah yang lebih luas, termasuk pelanggaran hukum yang melibatkan pihak swasta atau sektor lainnya, dengan hasil yang lebih berupa keputusan hukum atau sanksi.

Kemudian dalam proses pengelolaan pengaduan di Ombudsman RI mengikuti beberapa tahapan, yaitu:

1.      Penerimaan Pengaduan.

Pengaduan diterima melalui berbagai saluran, seperti langsung datang ke kantor, melalui email, website, atau media sosial.

2.      Verifikasi.

Petugas Ombudsman melakukan verifikasi untuk memastikan bahwa pengaduan tersebut sesuai dengan kewenangan Ombudsman.

3.      Penyelidikan.

Setelah verifikasi, Ombudsman akan melakukan penyelidikan terhadap laporan yang diterima.

4.      Tindak Lanjut.

Jika terbukti ada maladministrasi, Ombudsman akan memberikan rekomendasi kepada instansi terkait untuk melakukan perbaikan.

5.      Monitoring dan Evaluasi.

Ombudsman terus memantau apakah rekomendasi yang diberikan telah dilaksanakan oleh pihak terkait.

Efektivitas pengelolaan pengaduan sangat bergantung pada sistem yang digunakan dan keterampilan petugas Ombudsman dalam merespons aduan secara profesional. Namun, meskipun sudah ada prosedur yang jelas, masih ada beberapa tantangan dalam pengelolaan pengaduan di Ombudsman Republik Indonesia, seperti lamanya proses penyelesaian, keterbatasan sumber daya manusia, dan kurangnya koordinasi dengan instansi terkait dan lain-lain.

 

3.4 Langkah Strategis Pengelolaan Pengaduan Maladministrasi

Untuk menghadapi berbagai tantangan dan permasalahan yang ada, maka ada beberapa alternatif kebijakan dalam rangka peningkatan pengelolaan pengaduan maladministrasi. Alternatif kebijakan berupa langkah-langkah strategis yang dapat diambil untuk dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia, yaitu:

a.       Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia

Menjadikan sumber daya manusia atau Insan Ombudsman yang kompeten dan terlatih adalah faktor kunci dalam pengelolaan pengaduan. Langkah-langkah yang dapat diambil antara lain:

a)       Melakukan pelatihan secara rutin tentang prosedur pengaduan dan tata cara menangani kasus yang kompleks.

b)       Pengembangan keterampilan dalam melakukan komunikasi dan negosiasi untuk menangani pengaduan yang sensitif.

c)       Menyiapkan spesialisasi bagi petugas yang menangani jenis pengaduan tertentu, seperti pengaduan terkait sektor kesehatan, pendidikan, perpajakan dan lain-lain.

b.      Peningkatan Sistem Teknologi Informasi

Dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi saat ini, penting bagi Kantor Perwakilan Ombudsman untuk memperkenalkan secara luas sistem manajemen pengaduan berbasis digital. Beberapa langkah yang bisa diambil adalah:

a)       Pengembangan dan pemeliharaan aplikasi atau portal pengaduan online yang user-friendly dan dapat diakses oleh masyarakat secara luas.

b)       Sistem pelaporan berbasis TI yang dapat mengintegrasikan pengaduan dari berbagai saluran komunikasi (telepon, email, sosial media) dalam satu platform untuk mempermudah proses tracking dan tindak lanjut pengaduan.

c)       Penggunaan big data dan analitik untuk memonitor trend pengaduan dan mengidentifikasi masalah yang sering muncul dalam pelayanan publik.

c.       Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas

Melakukan transparansi dalam pengelolaan pengaduan adalah salah satu hal yang dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Ombudsman Republik Indonesia. Beberapa langkah yang perlu diambil antara lain:

a)       Menyediakan informasi yang jelas terkait status pengaduan yang diajukan, mulai dari penerimaan hingga penyelesaian.

b)       Membuka akses publik terhadap laporan tahunan atau laporan hasil pengawasan untuk menunjukkan dampak dari tindakan Ombudsman terhadap perbaikan pelayanan publik.

c)       Meningkatkan keterlibatan publik dalam proses pengawasan dengan mengedukasi masyarakat mengenai hak-hak mereka untuk mengajukan pengaduan.

d.      Koordinasi dan Kolaborasi dengan Instansi Pemerintah dan Lembaga Terkait

Dalam meningkatkan efektivitas penyelesaian pengaduan, Ombudsman perlu memperkuat koordinasi dengan berbagai instansi dan lembaga pemerintah terkait. Adapun Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi:

a)      Meningkatkan komunikasi dan kerjasama dengan instansi-instansi pemerintah terkait untuk mempercepat penyelesaian masalah yang diadukan.

b)      Membangun forum diskusi atau seminar untuk berbagi informasi dan best practices (pengalaman terbaik) mengenai pelayanan publik antara Ombudsman dan Instansi Pemerintah.

c)      Melakukan evaluasi bersama terhadap kebijakan atau layanan publik yang sering menjadi sumber pengaduan untuk menemukan solusi jangka panjang.

e.       Peningkatan Pemahaman Masyarakat tentang Ombudsman Republik Indonesia

Masyarakat perlu mengetahui peran dan fungsi Ombudsman agar pengaduan yang diterima sesuai dengan kewenangan Ombudsman. Beberapa langkah yang bisa diambil adalah:

a)       Melakukan promosi/kampanye publik untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang peran Ombudsman dalam menangani masalah pelayanan publik.

b)       Menyediakan berbagai saluran komunikasi yang mudah diakses oleh masyarakat, termasuk media sosial dan layanan WhatsApp, Threads, dan lain-lain.

 

3.5 Kendala dan Tantangan Dalam Pengelolaan Pengaduan Maladministrasi

Ada beberapa kendala dan tantangan yang dihadapi oleh Kantor  Ombudsman RI menangani proses pengaduan maladministrasi, yaitu:

a.       Jumlah Pengaduan Yang Selalu Meningkat.

Setiap tahun, jumlah pengaduan yang masuk ke Ombudsman RI terus meningkat. Hal ini menjadi tantangan tersendiri dalam hal kapasitas sumber daya manusia dan waktu yang dibutuhkan untuk memproses setiap pengaduan dengan maksimal. Sebagai contoh pada tahun 2023 jumlah laporan/pengaduan masyarakat yang telah diselesaikan oleh Ombudsman RI sebesar 7909, sedangkan pada tahun 2024 triwulan 3  laporan/pengaduan Masyarakat sudah masuk sebanyak 5160 laporan.

b.      Insan Ombudsman RI Terbatas

Sering kali menghadapi keterbatasan dalam jumlah tenaga kerja yang dapat menangani pengaduan yang ada. Hal ini berdampak pada lamanya waktu yang dibutuhkan untuk memverifikasi, menyelidiki, dan menyelesaikan setiap pengaduan. Untuk lebih rincinya jumlah Insan Ombudsman RI Tahun 2023 adalah sesuai tabel berikut:

Tabel 2. Insan Ombudsman RI Tahun 2023

No

Katagori Insan Ombudsman

Jumlah

1

Pimpinan Ombudsman RI

9

2

Kepala Perwakilan

28

3

Aparatur Sipil Negara (ASN)

292

4

Asisten

501

5

Tenaga Pendukung

276

Total

1106

Sumber: Data Ombudsman RI Tahun 2024

c.       Koordinasi dengan Instansi Pemerintah

Pengelolaan pengaduan yang efektif memerlukan koordinasi yang baik antara Ombudsman dan Instansi Pemerintah. Terkadang, terdapat ketidaksinkronan dalam menindaklanjuti rekomendasi Ombudsman oleh pemerintah dan pihak terlapor, yang dapat memperlambat penyelesaian masalah.

 

d.      Kurangnya Pemahaman Masyarakat

Sebagian besar masyarakat masih kurang memahami fungsi dan kewenangan Ombudsman Republik Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan ketidaktepatan dalam pengajuan pengaduan atau ketidaktepatan dalam memilih saluran pengaduan yang sesuai.

e.       Kendala Aksesibilitas Terhadap Pelaporan Kasus Maladministasi

Aksesibilitas merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan pelayanan publik. Terbatasnya akses membuat akses distribusi pelayanan tidak merata dan tercukupinya akses berdampak pada akses distribusi pelayanan publik yang baik.

f.       Keterbatasan Kekuasaan Ombudsman RI

Kekuasaan merupakan instrumen penting yang harus dimiliki suatu instansi atau lembaga negara dalam menjalankan penyelenggaraan negara. Seperti kekuasaan yang melekat pada Ombudsman RI yang tentunya memiliki kekuasaan dalam pelaksanaan kegiatan pencegahan maladministrasi. Berdasarkan data optimalisasi peran dan data informan penelitian terkait Peran optimalisasi Ombudsman RI dalam mencegah maladministrasi dapat dianalisis menggunakan teori kekuasaan (power) menurut Keith Dowding. Sesuai dengan indikator kekuasaan (outcome power) Ombudsman RI terbukti masih kurang memadai. Karena peraturan masih dalam naungan Keppres seperti Keputusan Presiden 44 Tahun 2000 bukan undang-undang, hal ini bisa berdampak rekomendasi yang dikeluarkan bisa saja diabaikan oleh instansi Negara. Ombudsman RI dalam hal ini tidak seperti di Ombudsman di negara lain seperti  Swedia yang dapat berperan sebagai Jaksa Penuntut. Sehingga kemudian rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ombudsman RI tidak dapat menjadi dasar sanksi pidana yang dapat menjerat pelaku praktik maladministrasi. Walaupun Ombudsman RI bertanggungjawab langsung kepada Presiden tetapi, pada kenyataannya Presiden tidak mampu untuk mengawal seluruh persoalan birokrasi dan maladministrasi di seluruh Indonesia. Kemudian, Ombudsman RI harus memiliki regulasi untuk dapat menjamin keamanan dengan pembentukan tim keamanan untuk setiap kegiatan proses pencegahan, Ombudsman RI tidak cukup hanya dilindungi oleh BIN dan Polri dalam setiap kegiatannya, tapi harus dapat didukung oleh tim khusus serta independen yang tidak dapat diintervensi dari pihak mana pun.

Proses penyelesaian perkara Maladministrasi pelayanan publik oleh Ombudsman RI melalui pemberian Rekomendasi yang berasaskan non-legally binding (tidak mengikat secara hukum) ini perlu dievaluasi. Rekomendasi Ombudsman RI yang tidak mengikat secara hukum dan tidak bersifat final dipandang kurang efektif dalam menyelesaikan perkara maladministrasi (Agung, 2019).

Dewasa ini maladministrasi dipahami sebagai gerbang awal tindakan melawan hukum baik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Di mana dalam hal maladministrasi penyelenggaraan pelayanan publik, masyarakat sebagai konsumen pelayanan publik menjadi subjek yang merasakan langsung dampak dari tindakan melawan hukum tersebut. Terkait hal tersebut, upaya hukum yang dapat dilakukan dalam hal menindaklanjuti pelanggaran rekomendasi Ombudsman adalah melalui penjatuhan sanksi administrasi, yang pada hakikatnya belum bersifat final dan mengikat. Sehingga perlu adanya kajian lebih lanjut terkait mekanisme penanganan maladministrasi melalui rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia.

 

VI. PENUTUP

4.1  Kesimpulan

Perbaikan kualitas pengaduan maladministrasi oleh Ombudsman RI merupakan langkah strategis dalam memnbantu meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan publik. Melalui peningkatan pengawasan sesuai fungsi, tugas dan wewenang, Ombudsman RI mampu meningkatkan iklim pelayanan publik yang sesuai harapan dan kehendak rakyat Indonesia sebagaimana yang telah diamanatkan oleh UU No. 37 Tahun 2008.

Pengaduan Ombudsman RI lebih berfokus pada masalah maladministrasi dalam pelayanan publik oleh pihak pemerintah atau swasta penguna dana APBN/APBD dengan solusi berbentuk rekomendasi atau koreksi prosedural. Sedangkan pengaduan di Lembaga Non-Ombudsman dapat melibatkan masalah yang lebih luas, termasuk pelanggaran hukum yang melibatkan pihak swasta atau sektor lainnya, dengan hasil yang lebih berupa keputusan hukum atau sanksi.

Langkah-langkah strategis yang dilakukan meningkatkan iklim pelayanan publik yaitu: peningkatan kapasitas sumber daya manusia,  peningkatan sistem teknologi informasi, peningkatan transparansi dan akuntabilitas, koordinasi dan kolaborasi dengan instansi pemerintah dan lembaga terkait, peningkatan pemahaman masyarakat tentang Ombudsman Republik Indonesia.

Adapun tantangan dan kendala yang ditemukan di Ombudsman RI adalah jumlah pengaduan yang selalu meningkat,  insan Ombudsman RI,  kurangnya koordinasi dengan instansi pemerintah, kurangnya pemahaman masyarakat, keterbatasan aksesibilitas terhadap pelaporan kasus maladministasi dan kendala kekuasaan Ombudsman RI yang terbatas.

4.2 Saran

Peningkatan kualitas pengelolaan pengaduan di Ombudsman RI saat ini sangat diperlukan dengan beberapa strategi yaitu:

1.         Melakukan peningkatan kapasitas sumber daya manusia;

2.         Melakukan peningkatan sistem teknologi informasi;

3.         Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas;

4.         Melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan instansi pemerintah dan lembaga terkait;

5.         Meningkatan pemahaman masyarakat tentang Ombudsman Republik Indonesia; dan

6.         Meningkatan kekuasaan terhadap Ombudsman RI dalam penindakan selain bisa memberikan rekomendasi juga berwenang menjadi Jaksa Penuntut.

Dengan langkah strategis tersebut, diharapkan Ombudsman RI dapat menjalankan pengawasannya berupa fungsi, tugas dan wewenang dengan lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan kualitas iklim penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia.

 

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Laporan Tahunan Ombudsman RI Tahun 2024. Penerbit Ombudsman Republik Indonesia. Jakarta.

Laporan Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Layanan Ombudsman Republik Indonesia, 2023 Semester II. Penerbit Ombudsman Republik Indonesia. Jakarta.

 

HASIL PENELITIAN:

Agung Ariyanto, Lego Karjoko, Isharyanto (2019). Politik Hukum Asas Non-Legally Binding Rekomendasi Ombudsman RI Sebagai Instrumen Pencegahan Dan Penanganan Laporan Maladministrasi, Jurnal PSH Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia. https://journal.uns.ac.id.

Dinda Afriani, Suratman, Nursnaty (2024). Kinerja Perwakilan Ombudsman RI dalam Penyelesaian Sengketa Pelayanan Publik. Journal IAPA Universitas Sriwijaya. https://journal.iapa.or.id.

Erdiansyah (2019). Kewenangan dan Tindakan Hukum Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bengkulu Dalam Menyelesaikan Maladministrasi Pada Organisasi Perangkat Daerah. Skripsi, IAIN Bengkulu. https://repository.iainbengkulu.ac.id.

Erico Simanjuntak (2018). Potensi Persinggungan Kewenaagan Ombudsman dengan Badan Peradilan. Makalah, Hukumonline.com. Jakarta. https://www.hukumonline.com/.

Khairul Huda (2019). Kewenangan Ombusdman RI Dalam Menangani Tindakan Maladministrasi Oleh Penyelenggara Pemerintahan. Jurnal Yudharta. https://jurnal.yudharta.ac.id/.

Teuku MMA, Khalisni (2024). Optimalisasi Peran Ombudsman RI Perwakilan Aceh Dalam Mencegah Maladministrasi. Journal PS, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia. https://journal.usk.ac.id.

 

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Peraturan Ombudsman RI Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar