BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah sebagai pelaksana kebijakan sebuah negara dapat
diibaratkan seperti mesin pengelola negara yang terbentuk untuk melayani
kepentingan-kepentingan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan definisi
pemerintah yang dikemukakan oleh Soemendar bahwa pemerintah adalah lembaga yang
harus berperan penting di dalam mewujudkan ketertiban, kebebasan berpendapat,
kepentingan dan kebutuhan masyarakat, lingkungan, tegaknya peraturan, dan
berperan untuk menjalin komunikasi dengan seluruh lapisan masyarakat (Rohayati,
2021, dalam Teuku, 2024).
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya tersebut, pemerintah
memiliki sebuah sistem yang disebut dengan birokrasi. Sistem birokrasi ini
dikoordinir dan dijalankan serta dengan pembagian tugas masing-masing
berdasarkan tingkat hierarki jabatan. Secara konkretnya birokrasi adalah suatu
sistem kerja yang efektif dan efisien yang di dalam pengerjaannya didasari oleh
teori dan aturan yang berlaku serta memiliki spesialisasi sesuai tujuan yang
telah disepakati di sebuah organisasi, instansi ataupun lembaga pemerintah
(Muhammad, 2018, dalam Teuku, 2024).
Sistem birokrasi tersebut juga
memiliki fokus utama di dalam pelaksanaan kerja, yakni berfokus untuk
memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Menurut pengertiannya pelayanan
publik adalah sebuah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan atas barang, jasa, atau pelayanan administratif kepada
warga negara yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai dasar
hukum pelayanan publik negara, Indonesia juga memiliki undang-undang yang
mendefinisikan apa yang dimaksud dengan pelayanan publik. Menurut UU No. 25
Tahun 2009 “Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas jasa, barang, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik”. Oleh karena
itu, pelayanan publik merupakan hal krusial di dalam pembangunan sebuah negara.
Dapat dipahami bahwa pelayanan publik adalah suatu kegiatan pelayanan yang
bertujuan untuk melayani permasalahan, keluhan dan keinginan masyarakat.
Secara tradisional
Ombudsman dikenal sebagai lembaga
independen yang menerima dan menyelidiki
keluhan - keluhan masyarakat yang menjadi korban kesalahan administrasi (maladministration) publik.
Yaitu meliputi keputusan
keputusan atau tindakan pejabat
publik yang ganjil (inappropriate), menyimpang (deviate), sewenang-wenang (arbitrary),
melanggar ketentuan (irregular/illegitimate), penyalahgunaan kekuasaan (abuses of power), keterlambatan yang
tidak perlu (undue
delay) atau pelanggaran
kepatutan (equity). (Khoirul, 2019). Ombudsman
berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan
oleh penyelenggara negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di
daerah. Termasuk
yang diselenggarakan oleh BUMN, BUMD dan BHMN serta badan swasta atau
perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu
(Pasal 6 UU No. 37 Tahun 2008 Tentang
Ombudsman Republik Indonesia). Salah tugas
Ombudsman adalah menerima laporan (pengaduan) atas dugaan maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik.
Dalam menjalankan tugas tersebut, Ombudsman berwenang antara lain
menyelesaikan laporan (pengaduan) melalui mediasi dan konsiliasi atas
permintaan para pihak, termasuk membuat rekomendasi mengenai penyelesaian
laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar ganti rugi dan/atau rehabilitasi
kepada pihak yang dirugikan (Enrico, 2018).
1.2 Rumusan
Masalah
a.
Apa hubungan
antara pengaduan maladministrasi dan peningkatan pelayanan publik ?
b.
Bagimanakah fungsi,
tugas dan wewenang Ombudsman RI dalam mencegah maladministrasi ?
c.
Bagimana
kontribusi Ombudsman RI dalam upaya peningkatan penyelenggaraan pelayanan publik
?
1.3 Tujuan
Penulisan
Ada
beberapa tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:
a. Menjelaskan
keterkaitan antara antara pengaduan maladministrasi
dan peningkatan pelayanan publik;
b. Meguraikan
fungsi, tugas dan wewenang Ombudsman RI rangka peningkatan kualitas pelayanan
publik; dan
c. Menjabarkan
langkah strategis Ombudsman RI dalam peningkatan kualitas pelayanan publik.
BAB
II. KAJIAN TEORITIS DAN DASAR HUKUM
2.1 Pengertian Maladministrasi
Menurut
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, maladministrasi adalah
perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, atau menggunakan
wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk
kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan
publik oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian
materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.
2.2 Hubungan Maladministrasi dan
Pelayanan Publik
Pelayanan publik yang baik bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat secara efektif, efisien, dan adil. Maladministrasi,
sebaliknya, adalah gangguan yang merusak tujuan tersebut.
Beberapa penyebab maladministrasi dalam pelayanan publik meliputi
kurangnya pemahaman tentang aturan, lemahnya komitmen pimpinan, kurangnya
standar pelayanan, masalah sumber daya manusia, dan kurangnya itikad baik dari
pelaksana.
Maladministrasi dapat menyebabkan kerugian
bagi masyarakat, seperti kehilangan waktu, biaya tambahan, dan ketidakpastian
dalam mengakses layanan. Selain itu, maladministrasi juga dapat merusak
reputasi instansi pemerintah dan menghambat pembangunan.
Untuk
mencegah dan menanggulangi maladministrasi, diperlukan upaya bersama dari
pemerintah, masyarakat, dan lembaga pengawas seperti Ombudsman RI perlu
meningkatkan pemahaman dan komitmen dalam memberikan pelayanan publik yang
baik, serta memastikan adanya standar pelayanan yang jelas dan sumber daya yang
memadai. Masyarakat juga perlu berperan aktif dalam mengawasi dan
melaporkan tindakan maladministrasi.
2.3 Dasar Hukum Ombudsman RI
a. UU
No.37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia;
b. UU
No.25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik; dan
c. UUD
RI 1945 Pasal 28D ayat (1).
BAB
III. PERAN STRATEGIS OMBUDSMAN RI DALAM PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
3.1. Fungsi, Tugas dan Wewenang Ombudsman
RI
Dalam
UU No.37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, dimana Ombudsman RI memiliki berbagai fungsi, tugas dan wewenang
sebagai berikut:
a. Fungsi Ombudsman RI
Ombudsman
berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara
Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan
Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas
menyelenggarakan pelayanan publik tertentu.
b.
Tugas Ombudsman RI
Dalam
pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik, Ombudsman bertugas:
a)
menerima Laporan
atas dugaan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik;
b)
melakukan
pemeriksaan substansi atas Laporan;
c)
menindaklanjuti
Laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan Ombudsman;
d)
melakukan
investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan Maladministrasi dalam
penyelenggaraan pelayanan publik;
e)
melakukan
koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan
lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan;
f)
membangun jaringan
kerja;
g)
melakukan upaya
pencegahan Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik; dan
h)
melakukan tugas
lain yang diberikan oleh undang undang.
c.
Wewenang Ombudsman RI
Dalam menjalankan
fungsi dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7, Ombudsman
berwenang:
a)
meminta keterangan
secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain yang
terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman;
b)
memeriksa
keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada pada Pelapor ataupun
Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu Laporan;
c)
meminta klarifikasi
dan/atau salinan atau fotokopi dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun
untuk pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor;
d)
melakukan
pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang terkait dengan
Laporan;
e)
menyelesaikan
laporan melalui mediasi dan konsiliasi atas permintaan para pihak;
f)
membuat Rekomendasi
mengenai penyelesaian Laporan, termasuk Rekomendasi untuk membayar ganti rugi
dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan;
g)
demi kepentingan
umum mengumumkan hasil temuan, kesimpulan, dan Rekomendasi.
Selain wewenang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ombudsman berwenang:
a)
menyampaikan saran
kepada Presiden, kepala daerah, atau pimpinan Penyelenggara Negara lainnya guna
perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik;
b)
menyampaikan saran
kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan
perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi.
3.2 Bentuk Maladministrasi
Maladministrasi merujuk pada tindakan atau perilaku dalam
penyelenggaraan pelayanan publik yang menyimpang dari aturan, prosedur, atau
etika yang seharusnya. Beberapa bentuk maladministrasi yang umum terjadi
antara lain:
a.
Penyalahgunaan
Wewenang:
Penggunaan wewenang yang tidak sesuai dengan tujuan atau
kepentingan publik, seringkali untuk kepentingan pribadi atau kelompok
tertentu.
b.
Penyimpangan
Prosedur:
Tidak mengikuti prosedur yang telah ditetapkan dalam
memberikan pelayanan, misalnya mempersulit proses pelayanan atau mempersingkat
prosedur tanpa alasan yang sah.
c.
Penundaan
Berlarut (Undue Delay):
Proses pelayanan yang seharusnya cepat diselesaikan, namun
sengaja ditunda-tunda tanpa alasan yang jelas.
d.
Tidak
Memberikan Pelayanan:
Sama sekali tidak memberikan pelayanan kepada masyarakat
meskipun persyaratan sudah lengkap, atau bahkan menolak memberikan pelayanan
tanpa alasan yang jelas.
e.
Tidak
Kompeten:
Petugas pelayanan tidak memiliki kualifikasi atau kemampuan
yang memadai untuk melaksanakan tugasnya, atau menugaskan petugas yang tidak
kompeten.
f.
Permintaan
Imbalan:
Meminta imbalan atau uang kepada masyarakat sebagai syarat
untuk mendapatkan pelayanan, atau menjanjikan sesuatu yang tidak sesuai dengan
aturan.
g.
Diskriminasi:
Memberikan perlakuan yang berbeda kepada masyarakat
berdasarkan suku, agama, ras, jenis kelamin, atau latar belakang lainnya.
h.
Kelalaian:
Tidak melaksanakan kewajiban atau tanggung jawab dalam
memberikan pelayanan, misalnya tidak memberikan informasi yang dibutuhkan, atau
tidak menindaklanjuti laporan yang masuk.
i.
Tidak
Transparan:
Menutupi informasi yang seharusnya diketahui oleh
masyarakat terkait dengan pelayanan publik yang diberikan.
j.
Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN):
Praktik-praktik yang melibatkan
penyalahgunaan kekuasaan, suap, dan nepotisme dalam pelayanan publik.
Maladministrasi dapat merugikan masyarakat, menimbulkan
ketidakpercayaan terhadap pemerintah, dan menghambat pembangunan.
3.3 Penanganan Pengaduan Ombudsman
Republik Indonesia
Pengaduan
publik adalah laporan atau keluhan dari masyarakat terkait dengan pelayanan
publik yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang baik. Adapun
proses penanganan pengaduan secara umum memiliki tahapan-tahapan yang bertujuan
untuk memastikan bahwa setiap pengaduan yang diterima dapat ditangani dengan
efektif dan efisien. Sumber pengaduan
bisa datang dari berbagai sumber seperti pelayanan pelanggan, masyarakat, atau
pihak internal secara umum. Adapun cara
Penerimaan pengaduan dapat diterima melalui berbagai saluran, seperti
telepon, email, formulir online, media sosial, atau langsung di tempat.
Dalam menilai jenis dan kategori pengaduan apakah itu terkait dengan produk,
layanan, kebijakan, atau tindakan tertentu yang tidak sesuai. Pengaduan publik
adalah laporan atau keluhan dari masyarakat terkait dengan pelayanan publik
yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang baik.
Bentuk
pengaduan Ombudsman RI dengan pengaduan Lembaga Non Ombudsman itu jauh berbeda
baik dari tujuan pengaduan, masalah yang diadukan, prosedur dan penyelesaian,
kewenangan, dan lain-lain. Dapat disimpulkan bahwa pengaduan di Ombudsman lebih berfokus pada masalah
maladministrasi dalam pelayanan publik oleh pihak pemerintah atau swasta
sebagai pengguna dana APBN/APBD, dengan solusi berbentuk rekomendasi atau
koreksi prosedural. Sedangkan pengaduan di Lembaga Non-Ombudsman dapat melibatkan masalah yang lebih luas, termasuk
pelanggaran hukum yang melibatkan pihak swasta atau sektor lainnya, dengan
hasil yang lebih berupa keputusan hukum atau sanksi.
Kemudian dalam
proses pengelolaan pengaduan di Ombudsman RI mengikuti beberapa tahapan, yaitu:
1. Penerimaan
Pengaduan.
Pengaduan diterima melalui berbagai
saluran, seperti langsung datang ke kantor, melalui email, website, atau media
sosial.
2. Verifikasi.
Petugas Ombudsman melakukan
verifikasi untuk memastikan bahwa pengaduan tersebut sesuai dengan kewenangan
Ombudsman.
3. Penyelidikan.
Setelah verifikasi, Ombudsman akan melakukan
penyelidikan terhadap laporan yang diterima.
4. Tindak
Lanjut.
Jika terbukti ada maladministrasi,
Ombudsman akan memberikan rekomendasi kepada instansi terkait untuk melakukan
perbaikan.
5. Monitoring
dan Evaluasi.
Ombudsman terus memantau apakah
rekomendasi yang diberikan telah dilaksanakan oleh pihak terkait.
Efektivitas
pengelolaan pengaduan sangat bergantung pada sistem yang digunakan dan
keterampilan petugas Ombudsman dalam merespons aduan secara profesional. Namun, meskipun sudah ada prosedur
yang jelas, masih ada beberapa tantangan dalam pengelolaan pengaduan di
Ombudsman Republik Indonesia, seperti lamanya proses penyelesaian, keterbatasan
sumber daya manusia, dan kurangnya koordinasi dengan instansi terkait dan
lain-lain.
3.4 Langkah Strategis Pengelolaan Pengaduan Maladministrasi
Untuk menghadapi berbagai tantangan dan
permasalahan yang ada, maka ada beberapa alternatif kebijakan dalam rangka peningkatan
pengelolaan pengaduan maladministrasi. Alternatif kebijakan berupa langkah-langkah
strategis yang dapat diambil untuk dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia,
yaitu:
a. Peningkatan
Kapasitas Sumber Daya Manusia
Menjadikan
sumber daya manusia atau Insan Ombudsman yang kompeten dan terlatih adalah
faktor kunci dalam pengelolaan pengaduan. Langkah-langkah yang dapat diambil
antara lain:
a)
Melakukan pelatihan secara rutin tentang
prosedur pengaduan dan tata cara menangani kasus yang kompleks.
b)
Pengembangan keterampilan dalam melakukan
komunikasi dan negosiasi untuk menangani pengaduan yang sensitif.
c)
Menyiapkan spesialisasi bagi petugas
yang menangani jenis pengaduan tertentu, seperti pengaduan terkait sektor
kesehatan, pendidikan, perpajakan dan lain-lain.
b. Peningkatan
Sistem Teknologi Informasi
Dengan
pesatnya perkembangan teknologi informasi saat ini, penting bagi Kantor Perwakilan
Ombudsman untuk memperkenalkan secara luas sistem manajemen pengaduan berbasis
digital. Beberapa langkah yang bisa diambil adalah:
a)
Pengembangan dan pemeliharaan aplikasi
atau portal pengaduan online yang user-friendly dan dapat diakses
oleh masyarakat secara luas.
b)
Sistem pelaporan berbasis TI yang dapat
mengintegrasikan pengaduan dari berbagai saluran komunikasi (telepon, email,
sosial media) dalam satu platform
untuk mempermudah proses tracking dan tindak lanjut pengaduan.
c)
Penggunaan big data dan analitik untuk memonitor trend pengaduan dan mengidentifikasi masalah yang sering muncul
dalam pelayanan publik.
c. Peningkatan
Transparansi dan Akuntabilitas
Melakukan
transparansi dalam pengelolaan pengaduan adalah salah satu hal yang dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Ombudsman Republik Indonesia.
Beberapa langkah yang perlu diambil antara lain:
a)
Menyediakan informasi yang jelas terkait
status pengaduan yang diajukan, mulai dari penerimaan hingga penyelesaian.
b)
Membuka akses publik terhadap laporan
tahunan atau laporan hasil pengawasan untuk menunjukkan dampak dari tindakan
Ombudsman terhadap perbaikan pelayanan publik.
c)
Meningkatkan keterlibatan publik dalam
proses pengawasan dengan mengedukasi masyarakat mengenai hak-hak mereka untuk
mengajukan pengaduan.
d. Koordinasi
dan Kolaborasi dengan Instansi Pemerintah dan Lembaga Terkait
Dalam
meningkatkan efektivitas penyelesaian pengaduan, Ombudsman perlu memperkuat koordinasi
dengan berbagai instansi dan lembaga pemerintah terkait. Adapun Langkah-langkah
yang dapat dilakukan meliputi:
a) Meningkatkan
komunikasi dan kerjasama dengan instansi-instansi pemerintah terkait untuk
mempercepat penyelesaian masalah yang diadukan.
b) Membangun
forum diskusi atau seminar untuk berbagi informasi dan best practices (pengalaman terbaik) mengenai pelayanan publik
antara Ombudsman dan Instansi Pemerintah.
c) Melakukan
evaluasi bersama terhadap kebijakan atau layanan publik yang sering menjadi
sumber pengaduan untuk menemukan solusi jangka panjang.
e. Peningkatan
Pemahaman Masyarakat tentang Ombudsman Republik Indonesia
Masyarakat
perlu mengetahui peran dan fungsi Ombudsman agar pengaduan yang diterima sesuai
dengan kewenangan Ombudsman. Beberapa langkah yang bisa diambil adalah:
a)
Melakukan promosi/kampanye publik untuk
meningkatkan pemahaman masyarakat tentang peran Ombudsman dalam menangani
masalah pelayanan publik.
b)
Menyediakan berbagai saluran komunikasi
yang mudah diakses oleh masyarakat, termasuk media sosial dan layanan WhatsApp, Threads, dan lain-lain.
3.5 Kendala
dan Tantangan Dalam Pengelolaan Pengaduan Maladministrasi
Ada beberapa kendala dan tantangan yang
dihadapi oleh Kantor Ombudsman RI
menangani proses pengaduan maladministrasi, yaitu:
a. Jumlah
Pengaduan Yang Selalu Meningkat.
Setiap
tahun, jumlah pengaduan yang masuk ke Ombudsman RI terus meningkat. Hal ini
menjadi tantangan tersendiri dalam hal kapasitas sumber daya manusia dan waktu
yang dibutuhkan untuk memproses setiap pengaduan dengan maksimal. Sebagai
contoh pada tahun 2023 jumlah laporan/pengaduan masyarakat yang telah
diselesaikan oleh Ombudsman RI sebesar 7909, sedangkan pada tahun 2024 triwulan
3 laporan/pengaduan Masyarakat sudah
masuk sebanyak 5160 laporan.
b. Insan
Ombudsman RI
Terbatas
Sering
kali menghadapi keterbatasan dalam jumlah tenaga kerja yang dapat menangani
pengaduan yang ada. Hal ini berdampak pada lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
memverifikasi, menyelidiki, dan menyelesaikan setiap pengaduan. Untuk lebih
rincinya jumlah Insan Ombudsman RI Tahun 2023 adalah sesuai tabel berikut:
Tabel 2.
Insan Ombudsman RI Tahun 2023
No |
Katagori Insan
Ombudsman |
Jumlah |
1 |
Pimpinan
Ombudsman RI |
9 |
2 |
Kepala Perwakilan |
28 |
3 |
Aparatur
Sipil Negara (ASN) |
292 |
4 |
Asisten |
501 |
5 |
Tenaga
Pendukung |
276 |
Total |
1106 |
Sumber: Data Ombudsman RI Tahun 2024
c. Koordinasi
dengan Instansi Pemerintah
Pengelolaan
pengaduan yang efektif memerlukan koordinasi yang baik antara Ombudsman dan
Instansi Pemerintah. Terkadang, terdapat ketidaksinkronan dalam menindaklanjuti
rekomendasi Ombudsman oleh pemerintah dan pihak terlapor, yang dapat
memperlambat penyelesaian masalah.
d. Kurangnya
Pemahaman Masyarakat
Sebagian besar masyarakat masih
kurang memahami fungsi dan kewenangan Ombudsman Republik Indonesia. Hal ini
dapat menyebabkan ketidaktepatan dalam pengajuan pengaduan atau ketidaktepatan
dalam memilih saluran pengaduan yang sesuai.
e. Kendala Aksesibilitas Terhadap
Pelaporan Kasus Maladministasi
Aksesibilitas
merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan pelayanan publik.
Terbatasnya akses membuat akses distribusi pelayanan tidak merata dan
tercukupinya akses berdampak pada akses distribusi pelayanan publik yang baik.
f. Keterbatasan
Kekuasaan Ombudsman RI
Kekuasaan
merupakan instrumen penting yang harus dimiliki suatu instansi atau lembaga
negara dalam menjalankan penyelenggaraan negara. Seperti kekuasaan yang melekat
pada Ombudsman RI yang tentunya memiliki kekuasaan dalam pelaksanaan kegiatan
pencegahan maladministrasi. Berdasarkan data optimalisasi peran dan data
informan penelitian terkait Peran optimalisasi Ombudsman RI dalam mencegah maladministrasi
dapat dianalisis menggunakan teori kekuasaan (power) menurut Keith
Dowding. Sesuai dengan indikator kekuasaan (outcome power) Ombudsman RI terbukti
masih kurang memadai. Karena peraturan masih dalam naungan Keppres seperti
Keputusan Presiden 44 Tahun
2000 bukan undang-undang, hal ini bisa berdampak rekomendasi
yang dikeluarkan bisa saja diabaikan oleh instansi Negara. Ombudsman RI dalam
hal ini tidak seperti di Ombudsman di negara lain seperti Swedia yang dapat berperan sebagai Jaksa Penuntut.
Sehingga kemudian rekomendasi yang dikeluarkan oleh Ombudsman RI tidak dapat
menjadi dasar sanksi pidana yang dapat menjerat pelaku praktik maladministrasi.
Walaupun Ombudsman RI bertanggungjawab langsung kepada Presiden tetapi, pada
kenyataannya Presiden tidak mampu untuk mengawal seluruh persoalan birokrasi
dan maladministrasi di seluruh Indonesia. Kemudian, Ombudsman RI harus
memiliki regulasi untuk dapat menjamin keamanan dengan pembentukan tim keamanan
untuk setiap kegiatan proses pencegahan, Ombudsman RI tidak cukup hanya
dilindungi oleh BIN dan Polri dalam setiap kegiatannya, tapi harus dapat
didukung oleh tim khusus serta independen yang tidak dapat diintervensi dari
pihak mana pun.
Proses
penyelesaian perkara Maladministrasi pelayanan publik oleh Ombudsman RI melalui
pemberian Rekomendasi yang berasaskan non-legally
binding (tidak mengikat secara hukum) ini perlu dievaluasi. Rekomendasi Ombudsman
RI yang tidak mengikat secara hukum dan tidak bersifat final dipandang kurang
efektif dalam menyelesaikan perkara maladministrasi (Agung, 2019).
Dewasa
ini maladministrasi dipahami sebagai gerbang awal tindakan melawan hukum baik
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Di mana dalam hal maladministrasi
penyelenggaraan pelayanan publik, masyarakat sebagai konsumen pelayanan publik
menjadi subjek yang merasakan langsung dampak dari tindakan melawan hukum
tersebut. Terkait hal tersebut, upaya hukum yang dapat dilakukan dalam hal
menindaklanjuti pelanggaran rekomendasi Ombudsman adalah melalui penjatuhan
sanksi administrasi, yang pada hakikatnya belum bersifat final dan mengikat.
Sehingga perlu adanya kajian lebih lanjut terkait mekanisme penanganan
maladministrasi melalui rekomendasi Ombudsman Republik Indonesia.
VI.
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perbaikan kualitas pengaduan maladministrasi
oleh Ombudsman RI merupakan langkah strategis dalam memnbantu meningkatkan
kualitas penyelenggaraan pelayanan publik. Melalui peningkatan pengawasan
sesuai fungsi, tugas dan wewenang, Ombudsman RI mampu meningkatkan iklim
pelayanan publik yang sesuai harapan dan kehendak rakyat Indonesia sebagaimana
yang telah diamanatkan oleh UU No. 37 Tahun 2008.
Pengaduan
Ombudsman RI lebih berfokus pada
masalah maladministrasi dalam pelayanan publik oleh pihak pemerintah atau
swasta penguna dana APBN/APBD dengan solusi berbentuk rekomendasi atau koreksi
prosedural. Sedangkan pengaduan di Lembaga Non-Ombudsman dapat melibatkan masalah yang lebih luas, termasuk
pelanggaran hukum yang melibatkan pihak swasta atau sektor lainnya, dengan
hasil yang lebih berupa keputusan hukum atau sanksi.
Langkah-langkah strategis yang dilakukan
meningkatkan iklim pelayanan publik yaitu: peningkatan kapasitas sumber daya
manusia, peningkatan sistem teknologi
informasi, peningkatan transparansi dan akuntabilitas, koordinasi dan
kolaborasi dengan instansi pemerintah dan lembaga terkait, peningkatan
pemahaman masyarakat tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Adapun tantangan dan kendala yang
ditemukan di Ombudsman RI adalah jumlah pengaduan yang selalu
meningkat, insan Ombudsman
RI, kurangnya koordinasi dengan instansi pemerintah, kurangnya pemahaman masyarakat, keterbatasan
aksesibilitas terhadap pelaporan kasus maladministasi dan kendala
kekuasaan Ombudsman RI yang terbatas.
4.2 Saran
Peningkatan kualitas pengelolaan
pengaduan di Ombudsman RI saat ini sangat diperlukan dengan beberapa strategi
yaitu:
1.
Melakukan peningkatan kapasitas sumber
daya manusia;
2.
Melakukan peningkatan sistem teknologi
informasi;
3.
Meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas;
4.
Melakukan koordinasi dan kolaborasi
dengan instansi pemerintah dan lembaga terkait;
5.
Meningkatan pemahaman masyarakat tentang
Ombudsman Republik Indonesia; dan
6.
Meningkatan kekuasaan terhadap Ombudsman
RI dalam penindakan selain bisa memberikan rekomendasi juga berwenang menjadi
Jaksa Penuntut.
Dengan langkah strategis tersebut,
diharapkan Ombudsman RI dapat menjalankan pengawasannya berupa fungsi, tugas
dan wewenang dengan lebih efektif dan efisien dalam meningkatkan kualitas iklim
penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia.
DAFTAR
PUSTAKA
BUKU:
Laporan
Tahunan Ombudsman RI Tahun 2024. Penerbit Ombudsman Republik Indonesia.
Jakarta.
Laporan Survei
Kepuasan Masyarakat terhadap Layanan Ombudsman Republik Indonesia, 2023
Semester II. Penerbit Ombudsman Republik Indonesia. Jakarta.
HASIL PENELITIAN:
Agung
Ariyanto, Lego Karjoko, Isharyanto (2019). Politik Hukum Asas Non-Legally Binding Rekomendasi Ombudsman
RI Sebagai Instrumen Pencegahan Dan Penanganan Laporan Maladministrasi, Jurnal
PSH Universitas Sebelas Maret Surakarta, Indonesia. https://journal.uns.ac.id.
Dinda
Afriani, Suratman, Nursnaty (2024). Kinerja Perwakilan Ombudsman RI dalam
Penyelesaian Sengketa Pelayanan Publik. Journal IAPA Universitas Sriwijaya. https://journal.iapa.or.id.
Erdiansyah
(2019). Kewenangan dan Tindakan Hukum Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bengkulu
Dalam Menyelesaikan Maladministrasi Pada Organisasi Perangkat Daerah. Skripsi,
IAIN Bengkulu. https://repository.iainbengkulu.ac.id.
Erico
Simanjuntak (2018). Potensi Persinggungan Kewenaagan Ombudsman dengan Badan
Peradilan. Makalah, Hukumonline.com. Jakarta. https://www.hukumonline.com/.
Khairul Huda (2019). Kewenangan Ombusdman RI Dalam
Menangani Tindakan Maladministrasi Oleh Penyelenggara Pemerintahan. Jurnal
Yudharta. https://jurnal.yudharta.ac.id/.
Teuku MMA, Khalisni (2024). Optimalisasi Peran
Ombudsman RI Perwakilan Aceh Dalam Mencegah Maladministrasi. Journal PS,
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia. https://journal.usk.ac.id.
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN:
Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia.
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Peraturan Ombudsman
RI Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tata Cara Pemeriksaan dan Penyelesaian Laporan.